Opini
Oleh Is'adur Rofiq (Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember) pada hari Rabu, 27 Mar 2019 - 16:05:43 WIB
Bagikan Berita ini :

Media Arus Utama: Mengancam Kebebasan Pers dan Independensi Jurnalis

tscom_news_photo_1553677543.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

Benyamin Constant, salah satu tokoh politik Perancis pernah mengatakan; “Dengan surat kabar muncul kericuhan, tapi tanpa surat kabar akan selalu muncul penindasan”.Pernyataan ini mempertegas bahwa pentingnya peran pers sebagai alat kontrol sosial dalam demokrasi.

Dengan statusnya sebagai pilar ke-empat demokrasi, kebebasan pers harus dijunjung tinggi. Bill Kovach, mantan kuratorFoundation for Jurnalismdi Universitas Harvard, mengatakan “Wartawan sering salah paham terhadap prinsip sebagai alat kontrol terhadap kekuasaan. Wartawan sering mengartikan “susahkan orang yang senang”.

Lebih lanjut, prinsip anjing penjaga (watchdog) ini tengah terancam ketika para jurnalis lebih menyajikan sensasi daripada pelayanan yang layak kepada kepentingan publik.

Pers dan Tantangannya

Waktu terus berlalu, tentu kehidupan pers mengalami perubahan dari masa sebelumnya, tak terkecuali media besar arus utama. Media arus utama akhir-akhir ini semakin tidak netral dan malah membuat gaduh kehidupan publik. Hal ini tentu menjadi cambuk keras bagi kebebasan pers di Indonesia. Prinsip loyalitas kepada publik semakin pudar ketika jurnalis malah berpihak pada kekuasaan.

Di tengah pesta demokrasi 2019, peran pers menjadi penting ketika dihadapkan pada relita panasnya gesekan antar peserta pemilu. Independensi pers harusnya dapat memenuhi kewajibannya pada kebenaran fakta dan loyalitas kepada publik. Kecemasan dan ketidakpercayaan publik terhadap media arus utama, tidak bisa dianggap enteng. Elemen dan independensi pers akhir-akhir ini telah dikesampingkan ketika elit politik dengan kekuatan modalnya melakukan intervensi terhadap cara kerja jurnalisme.

Kehidupan demokrasi membutuhkan pegiat pers yang independen, baik sebagai pemantau pemerintahan ataupun sebagai penyambung lidah antara kepentingan publik dengan pemerintah. Momentum kebebasan pers harus digunakan dan dipraktikkan untuk kemaslahatan publik, bukan seperti media arus utama yang mudah dikendalikan oleh elit dan kepentingan politik praktis. Masa kelam di era orde baru seharusnya dijadikan motivasi bagi lembaga pers untuk meningkatkan kualitas jurnalisme demi kehidupan demokrasi yang lebih adil.

Pers memang berada diluar sistem politik formal, tetapi peran pers sangat strategis dalam mengawal isu politik kepada publik. Sehingga, kebebasan pers menjadi barometer kesuksesan suatu pemerintahan dalam menjalankan kehidupan demokrasi.

Peran Pers dalam Sistem Demokrasi

Peran penting pers dan keberadaannya, sudah diatur dalam UU nomor 40 tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut, kehidupan pers dilepaskan dari campur tangan Negara, dalam artian posisi pers sebagai pilar keempat demokrasi bersifat independen. Sehingga dalam menjalankan fungsinya, pers tidak lagi menjadi alat kekuasaan oleh pihak tertentu.

Lalu, bagaimana dengan media arus utama saat ini? Perlahan peran pemilik modal telah menggrogoti independensi dan prinsip keadilan dalam jurnalisme.

Persoalan-persoalan media arus utama secara umum adalah mulai terjangkit “godaan dunia” tidak jarang banyak dari jurnalis hanya mementingkan materi semata, daripada menjunjung nilai independensi dan kebebasan. Sehingga saat ini banyak media arus utama yang memberitakan hal yang sifatnya subjektif dan tidak ada manfaatnya sama sekali untuk kehidupan publik.

Keberpihakan pers kepada suatu pihak mengakibatkaan lunturnya semangat independensi dan kebebasan. Jika berita-berita yang diproduksi media arus utama tetap bertebaran dalam jagat media di Indonesia, maka dapat dipastikan pers nasional semakin mengkhianati prinsip memperjuangkan kebenaran dan keadilan informasi kepada publik.

Sungguh ironis jika pers nasional hanya memperjuangan kepentingan elit politik dan para kroninya. Padahal pers sebagai pilar demokrasi berfungsi menjadi pengawal kebijakan dan mengawasi penyelenggaraan Negara yang berhubungan langsung dengan kepentingan publik.

Peran jurnalis tidak semata hanya menulis atau melaporkan berita secara disiplin dan ter-verifikasi. Tetapi juga memberikan petunjuk ke arah transformasi sosial, berdasarkan pada tujuan kehidupan demokrasi yang lebih adil. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #dewan-pers  #pilpres-2019  #pemilu-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 79 - SOKSI
advertisement
HUT RI 79 - ADIES KADIR
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Simbol "Tali Gantung" Untuk Jokowi

Oleh Rizal Fadila
pada hari Minggu, 13 Okt 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Apapun narasinya apakah "Lengserkan Jokowi", "Tangkap Jokowi", "Adili Jokowi" atau lainnya simbol yang paling pas adalah "Tali ...
Opini

Gelagat Politik Rumit

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Penundaan pembacaan putusan gugatan terhadap KPU terkait keabsahan Gibran sebagai calon wakil presiden, menunjukkan hakim PTUN sedang melakukan manuver politik, bukan ...