Sekali Lagi, Tentang Bank Infaq wacana atau diskursus Inklusi Keuangan di Indonesia tak sampai 49 persen persoalan serius.
Artinya perputaran uang di Indonesia hanya dapat diakses dan dimanfaatkan 49 persen dari total jumlah penduduk negara tersebut.
Bahkan bisa jadi jumlah itu mengecil jika kita lihat data perputaran uang masuk lebih dominan dari perputaran perusahaan asing. Easy come, Easy Go.
Ironisnya, asumsi kebijakan pemerintah dalam ekonomi terkait inflasi, atau selalu dilihat dari inisiasi awal indikator moneter dalam hal ini perdagangan saham dan atau surat berharga yang pemain terbesarnya bukan dari Indonesia.
Kita tidak pernah lihat gusarnya pemerintah jika ada warkop, warteg yang tutup dan atau Rumah Makan Padang yang tutup.
Karena memang tidak ada hubungan geliat ekonomi jutaan warkop mang Tatang Cs, jutaan warteg di seluruh Indonesia dan rumah makan padang dalam inflation targetting framework Bank Indonesia dan Kementrian Keuangan.
Data dan inisiasi awal yang dibuat Pak Haji Sandiaga Salahuddin Uno bukan tanpa dasar. Bahwa masih sangat sedikit penduduk Indonesia yang sekadar memiliki tabungan dan memanfaatkan layanan perbankan seperti pinjam meminjam.
Bank Infaq Sebagai Solusi
Solusi kecil dengan terobosan Bank Infaq adalah solusi brilian dan praktis di tengah masih minimnya jumlah tabungan (baca simpanan) rakyat dan alokasi pinjam meminjam lebih dimanfaatkan orang yang berusaha di skala menengah atas.
Lihatlah data peminjam di pebankan nasional. Orangnya itu itu saja. Lihatlah piutang murabahan di bank bank syariah? orangnya itu itu saja.
Lalu ajakan Bank Sandi saatnya membentuk Bank Infaq agar orang orang yang sudah berkemampuan perbankan dan mapan secara ekonomi mulai memikirkan apa yang abai dilakukan perbankan nasional.
Bank Infaq sebagaimana namanya adalah dilandasi infaq atau niat dalam ajaran agama islam mampu membuat semangat menabung para kaum muslimin Indonesia.
Pada gilirannya,-saving fund- yang terbangun disalurkan pada usaha yang produktif di sektor mikro dan kecil yang masih sedikit diberikan infrastruktur resmi pemerintah dalam hal ini perbankan nasional.
Ambil contoh awal bangkitnya perekonomian di Indonesia tidak lepas dari kesungguhan Almarhum Sugianto seorang Direktur Kredit membuat terobosan menyelamatkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) dari kebangkrutan dengan membentuk Simpedes dan Kupedes pada era awal 90an.
Dunia mengakuinya bahwa BRI adalah laboratorium keuangan mikro dunia.Banyak negara negara Asean mengirim utusannya belajar pada BRI. Bahkan seorang Muhammad Yunus pendiri Grameen Bank sempat belajar pada BRI. Tapi kini? Diakui atau tidak dengan inklusi keuangan 49 persen, Perbankan Nasional wabilkhusus BRI telah abai pada tugas pokoknya.
Berdasarkan pengalaman Sandiaga di sektor keuangan yang teruji dan rasanya bukan tidak mungkin jika perubahan sosial jilid 2 di Indonesia berpangkal tolak dari niat bersama sama membesarkan Bank Infaq.
Infaq dalam ajaran agama islam bisa wajib, bisa juga sunnah. Dalam perjuangan politik hukumnya menjadi wajib buat para pendukung Sandiaga Uno dan menjadi sunah bagi yang belum mendukung.
Tidak ada yang tidak mungkin. Janji Allah Tuhan Yang Maha Esa, segala sesuatu yang dilandasi niat baik. Hasilnya baik. Menjadi katalis dari perekonomian ribawi di bumi Indonesia. (*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #sandiagauno