JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -HelikopterPenerbad jenis MI-17 nomor seri HA-5138 yang jatuhdi kawasan Oksibil, Papua,28 Juni lalu masih belum berhasil ditemukan. Sebulan berlalu, proses pencarian pun belum membuahkan hasil.
Heli MI-17 dinyatakanlost contactsejak Jumat (28/7/2019) saat melaksanakan distribusi logistik dan rotasi pasukan Satgas Pengamanan Perbatasan Yonif 725/Wrg di wilayah Oksibil. Hingga hari ini, pencarian memasuki hari ke-36.
Mantan Pangdam Cenderawasih, Mayjen (Purn), Christian Zebua memintaPanglima TNI Hadi Tjahjanto bertanggungjawab terhadap jatuhnya Heli MI-17 tersebut.
"Belum ditemukannya helikopter MI-17 Sukhoi yang hilang beberapa waktu yang lalu di Papua, merupakan tanggung jawab Hadi Tjahjanto," kata Zebua, Jakarta (2/8/2019).
“Semua penggunaan kekuatan prajurit dan peralatan TNI untuk operasional, di bawah kendali dan tanggung jawab penuh Panglima TNI," sambungnya.
Secara struktural, kata Zebua, tanggung jawab operasional alutsista berupa hilangnya heli MI-17 sepenuhnya di bawah kendali Panglima TNIdengan Mayjen Marzuki selaku Pangkoops Pinangsiri.
"Dengan demikian Panglima TNIdan Pangkoops Marzuki harus bertanggung jawab," jelas Zebua.
Sedangkan, Pangdam Cenderawasih tidak bisa diminta bertanggung jawab terhadap kegagalan operasi di Papua tersebut karena hanya mengemban fungsi Pembinaan Kekuatan.
"Kegagalan Panglima TNI dalam operasi di Papua tidak bisa dibiarkan begitu saja. Bukan hanya alutsista berupa Heli MI–17, tetapi sudah begitu banyak prajurit yang menjadi korban," papar Zebua.
Menurut Zebua yang telah malang melintang di Papua, Panglima TNItidak bisa diam begitu saja.
Panglima TNI, kata Zebua, tidak bisa main-main dalam menjalankan tugasnya selaku pucuk pimpinan TNI.
"Panglima TNI harus ada kesungguhan dalam menyelesaikan permasalahan Papua.Kalau dirasa kurang mampu, sebenarnya masih banyak perwira tinggi TNI yang mampu memimpin TNI," ujar Zebua.
Dalam Doktrin TNI, lanjut Zebua, seluruh operasi TNI menyangkut seluruh kebijakan operasional TNI merupakan tanggung jawab Panglima TNIselaku Pengguna Kekuatan (The Use of Military Forces).
"Tidak ada anak buah yang salah, yang salah adalah pimpinan. Tidak ada prajurit yang harus dikorbankan, yang harus berkorban adalah Komandan," ucap Zebua.
“Mulailah menjadi tentara profesional, terutama di level unsur pimpinan," kata Zebua.
"Bagi yang di luar institusi militer baik yang sedang menjabat atau tidak, harus memahami tupoksi," kata Zebua.
"Perwira TNI harus belajar untuk berani memikul tanggung jawab bukan mendistribusikan tanggung jawab, bahkan berani mundur kalau memang terbukti tidak mampu. Jangan mengembangkan budaya lepas tanggung jawab karena sedang berkuasa”, tutur Zebua yang sarat dengan pengalaman operasi TNI itu.
Pembinaan personel di TNI sebenarnya memiliki pakem yang baku, seorang perwira harus melalui tour of duty dan tour of area yang cukup, sehingga perwira tersebut memiliki pengalaman penugasan yang cukup, dengan pengalaman yang cukup maka naluri tempur akan tumbuh.
Pelanggaran terhadap pakem yang ada dalam binpers, kata Zebua, akan menyebabkan seorang perwira menghadapi keterbatasan pengalaman penugasan.
"Efeknya ketika kelak menjadi seorang pemimpin, Perwira ini tidak akan berani bertindak, dan ujung ujungnya yang terjadi adalah kegagalan dan kegagalan, lalu menyalahkan pihak lain," kata Zebua.
Diketahui, helikopter TNI dengan jenis MI-17 dilaporkan hilang kontak dalam misi penerbangan dari bandara Oksibil di Kabupaten Pegunungan Bintang ke Bandara Sentani, Jayapura, Papua, Jumat (28/6/2019).
Berdasarkan keterangan resmi Kodam XVII/Cendrawasih, helikopter dengan nomor register HA-5138 milik Penerbad TNI AD itu membawa 12 orang terdiri dari 7 orang kru dan 5 personel Satgas Yonif 725/Wrg yang akan melaksanakan pergantian pos.
Helikopter itu melaksanakan misi pendorongan logistik ke pos udara pengamanan perbatasan di Distrik Okbibab, Kabupaten Pegunungan Bintang Papua.
Beberapa pos pengamanan TNI di perbatasan Indonesia-Papua Nugini hanya dapat ditempuh dengan sarana angkut pesawat udara. (Alf)