Opini
Oleh Ifa Mufida (Pemerhati Kebijakan Publik) pada hari Sabtu, 07 Sep 2019 - 12:52:58 WIB
Bagikan Berita ini :

Belasungkawa atas Hilanganya Akal Sehat Perguruan Tinggi

tscom_news_photo_1567835578.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

Pendidikan perguruan tinggi memegang peran penting di hampir semua lini kehidupan. Bagaimana tidak, hasil pendidikan perguruan tinggi akan melahirkan orang-orang yang akan menjadi pakar di bidang masing-masing. Hasil keilmuan mereka pun akan sangat ditunggu oleh masyarakat, guna memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada. Mahasiswa juga merupakan tonggak perubahan suatu bangsa. Mahasiswa yang aktif dan kritis sangat diperlukan sebagai corong yang menyuarakan suara rakyat di depan penguasa.

Banyak peristiwa menjadi saksi nyata bagaimana suara mahasiswa akan bisa menjadi inisiasi perubahan di dalam masyarakat, bahkan di tataran negara. Contoh terdekat adalah peristiwa di tahun 1998. Aksi mahasiwa yang turun ke jalan saat itu yang menunutut adanya perubahan rezim terbukti mampu untuk menurunkan pemerintahan. Hingga maskuklah ke dalam suatu fase yang baru, dikenal dengan fase reformasi. Meski jika kita lihat saat ini, ternyata reformasi tidak memberikan perubahan yang bermakna, namun kita tahu pasti bahwa perlawanan terhadap kedholiman dan ketidakadilan adalah sebuah keniscayaan yang harus ada dan dijaga. Sekali lagi, mahasiswa memegang peran sentral di sini.

Mahasiswa sebagai agent of change harus terus dilahirkan oleh semua perguruan tinggi di negeri ini. Karena ini adalah karakter dasar seseorang yang disebut sebagai mahasiswa. Mahasiswa juga sebagai penggerak di dalam masyarakat untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik lagi. Perubahan melalui berbagai ilmu, gagasan, serta pengetahuan yang mereka miliki. Meski saat ini, jika kita lihat kebanyakan mahasiswa justru diam dan tidak peduli dengan permasalahan bangsa dan negara. Hanya sebagian kecil saja dari mereka yang aktif dan kritis terhadap permasalahan bangsa. Harusnya hal ini menjadi evaluasi dari pendidikan perguruan tinggi. Mengevaluasi mengapa pendidikan kita saat ini justru lebih banyak menghasilkan output yang pragmatis dan individualistik dibandingkan lulusan yang aktif dan kritis.

Namun, Kondisi pendidikan tinggi kita saat ini justru bertolak belakang 180 derajat. Bahkan patutlah kita berbelasungkawa terhadap hal ini. Berbelasungkawa atas apa? Atas hilanganya akal sehat ketika melihat fenomena dan setiap permasalahan pendidikan. Contoh nyata yang bisa kita lihat adalah apa yang dialami oleh mahasiswa IAIN Kendari yang sedang ramai dibicarakan di linimasa beberapa waktu terakhir. Pasalnya, mahasiwa yang bernama Hikma Sanggala ini di DO secara tiba-tiba oleh Ibu rektor.

Pengacara Hikma dari LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, mengatakan kliennya dikeluarkan karena dituding berafiliasi dengan aliran sesat dan paham radikalisme. Sebelumnya 27 Agustus 2019, kliennya menerima dua surat sekaligus yaitu surat dari Dewan Kehormatan Kode Etik dan Tata Tertib Mahasiswa nomor: 003/DK/VIII/2019 tentang Usulan Penjatuhan Terhadap Pelanggaran Kode Etik dan Tata Tertib Mahasiswa IAIN Kendari. Di surat kedua adalah Keputusan Rektor IAIN Kendari Nomor 0653 Tahun 2019 Tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Sebagai Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Kendari (di tribun-timur.com).

Padahal mahasiswa ini terkenal dengan kecerdasannya, bahkan sempat menjadi mahasiswa yang memiliki IPK terbaik di fakultasnya. Selain sebagai mahasiwa yang cerdas, hikma sanggala juga terkenal aktif dan kritis. Kebijakan Ibu rektor yang represif terjadap mahasiswa muslim sejatinya bukan yang pertama. Sebelumnya, Ibu rektor juga melarang mahasiswi yang bercadar kuliah di kampusnya. Hal ini sangat disayangkan, karena harusnya rektor yang membawahi kampus islam justru terdepan untuk mendukung mahasiswanya menjalankan syariat Islam, bukan justru melarang. Melihat maraknya pergaulan bebas, harusnya justru yang patut diwaspadai adalah ketika ada mahasiswa yang memakai busana serba mini. Mahasiswi yang memakai celana dan baju ketat sebab hal itu tidak sesuai dengan lingkungan kampus yang islami.

Begitu pula dengan kasus Hikma, yang katanya berani mendakwahkan tentang khilafah. Maka dikatakan bahwasanya dia radikal. Padahal khilafah adalah salah satu ajaran di dalam Islam. Dimana seorang muslim dituntut juga untuk mendakwahkan. Begitu juga dakwah ilal Islam adalah hal yang diwajibkan oleh ad-din ini. Lalu apa yang salah dengan hal tersebut? Terlebih jika bertolak dengan UUD negeri ini bahwasanya kebebasan beragama harusnya dijamin.

Sebagainana bunyi Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu". Pasal 29 ayat 2 tersebut menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak dan bebas untuk memeluk agama dan kepercayaan yang ia yakini dan negara menjamin akan kemerdekaannya. Negara tidak akan melarang setiap warganya untuk beribadah sesuai agama dan keyakinannya masing-masing. Setiap warga negara juga harus saling toleransi terhadap perbedaan pada setiap agama dan kepercayaan yang berbeda dengan keyakinannya.

Namun nyatanya kondisi saat ini justru warga negara yang ingin melaksanakan ibadah sesuai dengan ajarannya, atau berdakwah kepada umatnya justru selalu dipermasalahkan. Bahkan dianggap radikal.

Padahal, jika kita melihat adanya kerusakan di masyarakat kita saat ini adalah buah kehidupan yang liberal (bebas) karena ditinggalkannya ajaran dan aturan agama. Contohnya adalah betapa besarnya perzinaan atas nama seks bebas baik sejenis atau lawan jenis telah menimbulkan kerusakan yang luar biasa. Kerusakan nasab, kerusakan generasi, dan semakin mewabahnya penyakit menular seksual yang mematikan. Bisa dibayangkan jika permasalahan ini tetap dibiarkan maka hancurlah negeri ini.

Di sisi lain, hampir bersamaan dengan kasus Hikma, seorang doktor yang menghalalkan berhubungan seksual di luar pernikahan justru diluluskan dan diapresiasi. Kemana akal sehat perguruan tinggi kita? Bukan hanya norma agama yang dilanggar, ini norma sosial juga telah dicabik-cabik. Intelektual yang harusnya menjadi problem solver nyatanya justru menjadi problem maker. Sedang mereka yang kritis dan memikirkan kondisi masyarakat justru dipersulit untuk mengenyam pendidikan.

Semoga segera ada kepedulian dari pemerintah untuk mengembalikan akal sehat perguruan tinggi di Indonesia. Karena hanya akal sehat saja yang bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang haq dan mana yang bathil. Tentu saja akal sehat tadi yang dituntun oleh wahyu Ilahi. Kebenaran yang berasal dari Tuhan semesta alam, Rabb (Tuhan) yang menciptakan manusia. Karena hanya Rabb manusialah yang tahu apa yang harus dilakukan oleh menusia. Bukan justru mengandalkan otak kita untuk menyalahi wahyu Ilahi. Karena hal tersebut justru akan menimbulkan kerusakan demi kerusakan.

Mengharap pula ada ketegasan dari pemerintah untuk mengembalikan hak pendidikan bagi setiap insan warga negara Indonesia. Karena ini adalah hak yang harus dijamin oleh negara. Kalau terus dibiarkan kediktatoran ini, negara telah berbuat kedhaliman yang amat sangat besar. Dan kedhaliman pasti akan menuai kehancuran. Pasti Insya Allah! (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #kemenristekdikti  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Runtuhnya Mitos Kependekaran Politik Jokowi

Oleh Oleh: Saiful Huda Ems (Advokat, Jurnalis dan Aktivis 1998)
pada hari Jumat, 22 Nov 2024
Ternyata lebih cepat dari yang banyak orang perkirakan, bahwa kependekaran semu politik Jokowi akan tamat  riwayatnya di akhir Tahun 2024 ini. Jokowi yang sebelumnya seperti Pendekar Politik ...
Opini

Selamat Datang di Negeri Para Bandit

Banyak kebijakan ekonomi dan sosial Jokowi selama menjabat Presiden sangat lalim, sangat jahat, sangat kejam, khususnya terhadap kelompok masyarakat berpendapat menengah bawah.  Kejahatan ...