JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Perjuangan dokter dan tenaga medis lainnya sungguh luar biasa. Mereka menangani pasien COVID-19 dengan penuh dedikasi hingga mengorbankan jiwa mereka. Menurut ikatan Dokter Indonesia (IDI), tiga dokter yang meninggal, yaitu dokter spesialis saraf Hadio Ali Khazatsin, spesialis bedah Djoko Judodjoko, dan spesialis telinga hidung tenggorokan (THT) Adi Mirsa Putra.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih membenarkan hal tersebut. "Iya, benar, ada tiga dokter yang meninggal. Benar juga nama-nama tiga dokter tersebut," ucap Daeng kepada media, Minggu (22/3/2020).
"Kabar dr Hadio yang saya terima, almarhum meninggal hari ini (22/3/2020) saat subuh. Dokter Djoko dapat berita meninggalnya dua hari lalu (20/3/2020), dr Adi Mirsa kabar meninggalnya kemarin (21/3/2020)."
Dokter Hadio dan Adi Mirsa sempat mendapat perawatan Corona COVID-19 di RSUP Persahabatan, sedangkan dokter Djoko mengembuskan napas terakhirnya di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
Dokter Berpengalaman
Dokter Djoko Judodjoko telah menimba segudang ilmu kedokteran di berbagai universitas ternama di Indonesia dan dunia. Kabar meninggalnya dr Djoko disampaikan dr Pandu Riono melalui akun Twitter pribadi. ” Selamat jalan mas Koko, maafkan saya belum berhasil mendorong agar pemerintah @jokowi serius mengatasi pandemi covid19,’ tulisnya.
Dalam akun twitternya, dr Pandu Riono menjelaskan dokter yang terkenal baik dan hebat di dunia medis terinfeksi setelah melayani pasien COVID- 19. ”Mas terinfeksi karena aktif beri layanan. Banyak petugas kesehatan yang terinfeksi dan pergi, minimnya APD sulit dimaafkan. Tidak cukup bicara, kita semua berbuat,” tulis dr Pandu.
Sangat Berisiko
Pengorbanan dokter saat menangani Corona mengingatkan pada kematian Li Wenliang, dokter China pertama yang memperingatkan bahaya virus corona. Li Wenliang terjangkit virus tersebut saat bekerja di Rumah Sakit Pusat kota Wuhan.
Ia meninggal dunia pada hari Jumat (07/02) pukul 02:58 waktu setempat (1:58 WIB) dalam usia 34 tahun. Ia meninggalkan seorang anak dan istri yang tengah mengandung.
Korban lain, Peng Yinhua, dokter dari rumah sakit Wuhan meninggal 20 Februari karena virus. Peng, 29, seorang profesional medis perawatan pernafasan akut, menjadi terinfeksi ketika bekerja untuk memerangi virus corona baru di Rumah Sakit Rakyat Pertama Distrik Jiangxia, Wuhan. Dia dirawat di rumah sakit pada 25 Januari dan dipindahkan ke Rumah Sakit Jinyintan Wuhan untuk perawatan pada 30 Januari seperti dilaporkan Xinhua.
Kematian para dokter dan tenaga medis lainnya menjadi hal yang memperhatikan. Diperlukan perhatian pemerintah terhadap fasilitas yang diperlukan oleh para dokter dan tenaga medis selama merawat pasien COVID-19. Hal ini karena apa yang mereka kerjakan sangat berisiko terhadap keselamatan mereka.
Perlunya perlindungan terhadap tenaga medis, baru terdengar beberapa hari lalu melalui pernyataan Presiden Jokowi. Jokowi ingin memberikan insentif bagi mereka "pahlawan" COVID-19. Mereka adalah dokter, perawat dan tenaga medis yang merupakan garda terdepan dalam melawan wabah virus corona.
"Pastikan kesediaan alat perlindungan diri (APD) karena mereka berada di garis terdepan. Sehingga petugas kesehatan terlindung dan tidak terpapar COVID-19," ujarnya saat membuka rapat terbatas melalui video conference, Kamis (19/3/2020
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 6,1 triliun sebagai insentif untuk seluruh tenaga medis yang menangani pasien virus corona. "Bidang kesehatan ada Rp 6,1 triliun untuk asuransi dan santunan kepada tenaga medis yang sekarang ada di garda depan hadapi risiko paling besar," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam video conference, Jumat (20/3).
Menurut dia, bendahara negara akan mematangkan skema pemberian insentif bagi para tenaga medis yang menangani corona. Mulai dari perawat, dokter, hingga dokter spesialis yang setiap harinya merawat pasien COVID-19.
Anggota Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati prihatin dengan kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) bagi para dokter dan petugas medis yang berjibaku menangani pasien suspect maupun positif Corona (COVID-19) di berbagai rumah sakit. Padahal tanpa APD yang memadai, para pejuang ini rentan terpapar virus penyebab pandemi global ini.
Mufida menyampaikan keprihatinannya tersebut usai kegiatan reses bersama beberapa tenaga kesehatan yang bertugas di lapangan menangani pasien suspect maupun positif COVID-19.
"Wabah ini terus meluas, jumlah pasien yang harus ditangani juga semakin meningkat. Para dokter dan tenaga medis ini sangat dibutuhkan di tengah kondisi wabah yang sudah dinyatakan oleh pemerintah sebagai bencana nasional ini," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera ini, seperti dimuat di Teropongsenayan.com.
Bagaimanapun, nyawa mereka tidak bisa ditukar dengan insentif. Mereka harus dilindungi semaksimal mungkin. Beberapa tekanan kepada pemerintah juga terdengar dari DPR.