JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Biro Statistik Nasional Negeri Cina melaporkan ekonomi kuartal I-2020 tumbuh minus negatif -6,8% year-on-year (YoY). Ini adalah kontraksi pertama sejak 1992. Banyak negara yang tergantung kepada Cina karena negara ini memiliki kekuatan ekonomi terbesar kedua setelah Amerika.
Selain itu, secara umum ekonomi dunia akan merosot dalam jangka pendek ini. JP Morgan memprediksi ekonomi dunia minus 1,1% di 2020, EIU memprediksi ekonomi dunia minus 2,2% di 2020. Fitch memprediksi ekonomi dunia minus 1,9% di 2020. Sedangkan IMF memprediksi ekonomi dunia minus 3% di 2020
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kemunduran Cina juga akan berdampak serius ke Indonesia. "Semua harus siap menghadapinya," kata Sri Mulyani, Jumat (17/4/2020).
"Kalau ada shock yang jauh lebih besar, maka ekonomi Indonesia kemungkinan tahun ini negatif 0,5%. Ini skenario berat, " ujar Sri Mulyani.
Sementara, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 masih lumayan tinggi. Namun pada kuartal II-2020 tantangan besar sudah menanti. "Januari sampai Februari ada momentum pemulihan dari 2019. Konsumsi, investasi, bahkan ekspor menunjukkan perkembangan positif. Bahkan konsumsi sampai Maret minggu pertama masih bagus," kata Sri Mulyani.
Dengan kondisi tersebut, ekonomi Indonesia bisa tumbuh 4,5-4,6% pada periode Januari-Maret 2020. Tetapi situasi kuartal II-2020 akan berbeda. Konsumsi, investasi, dan ekspor akan terpengaruh karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah mengumumkan virus corona sebagai pandemi global.
Kondisi mendatang masih belum bisa diramal karena belum tahu kapan wabah Corona akan berakhir.
Gangguan di Sektor Industri
Bukan rahasia, manufaktur Indonesia tergantung dengan Cina. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan akibat wabah Corona, maka terjadi kelangkaan pasokan impor bahan baku dan bahan penolong dari Cina. "Sebanyak 30% impor bahan baku industri memang dari Cina," jelas Agus saat menjadi pembicara di Rakernas Kementerian Perdagangan 2020, Rabu (4/3/2020).
Industri harus berubah haluan dengan mencari sumber bahan baku di luar Cina. Dalam jangka menengah atau panjang, penguatan struktur industri Indonesia harus dilakukan dengan mengembangkan industri bahan baku hingga industri hilir. Caranya, dengan menyiapkan produk substitusi impor agar tidak terjadi kelangkaan yang berkelanjutan di dalam negeri.
Pengusaha elektronik telah mengeluhkan dampak virus corona (Covid-19) yang menghantam Cina hingga melumpuhkan Wuhan, Provinsi Hubei. Padahal Wuhan merupakan kawasan industri pemasok bahan baku elektronik ke Indonesia.
Ketua Gabungan Elektronika dan Alat-Alat Rumah Tangga (GABEL) Oki Widjaja mengungkapkan produsen elektronik di Indonesia sudah tak menerima suplai bahan baku dari Cina. "Produsen-produsen yang berada di Indonesia ini mengimpor komponen-komponennya dari Cina . Jumlahnya bervariasi antara 40% sampai 80% dari nilai produk akhirnya," jelas dia.
Perlu Terobosan Perdagangan
Indonesia juga harus mencari terobosan perdagangan agar tidak terlalu tergantung kepada Cina. "Kalau kita lihat, pangsa ekspor menurut negara, Cina masih mendominasi pangsa ekspor non migas bagi Indonesia," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Senin (16/3).
Yunita memaparkan, nilai ekspor nonmigas ke Cina mencapai 3,98 miliar dolar AS pada Januari-Februari 2020 atau berkontribusi 15,33 persen dari keseluruhan ekspor Indonesia. Selanjutnya, pasar Amerika Serikat berada di bawah Cina dengan nilai ekspor 3,26 miliar dolar AS atau berkontribusi 12,58 persen.
Hal yang sama juga terjadi pada impor. Jumlah impor dari Cina mencapai 5,92 miliar dolar AS pada periode yang sama. Nilai berkontribusi sebesar 26,76 persen terhadap keseluruhan impor.
Impor Indonesia dari Jepang sebesar 2,38 miliar dolar AS dan berkontribusi 10,77 persen terhadap keseluruhan impor. Selanjutnya Singapura dengan total impor 1,48 miliar dolar AS yang berkontribusi sebesar 6,67 persen terhadap keseluruhan impor.
Akibat Corona, neraca perdagangan Indonesia dengan Cina mengalami penurunan signifikan baik dari sisi ekspor maupun impor pada Februari 2020.
Ekspor dari Indonesia ke Cina pada Februari 2020 mengalami penurunan 245,5 juta dolar AS menjadi 1,8 miliar dolar AS dari Januari 2020 yang angkanya 2,1 miliar dolar AS. Sementara itu, impor asal Cina juga mengalami penurunan Februari 2020 menjadi 1,9 miliar dolar AS dari 3,9 miliar dolar AS pada Januari 2020.
"Ada pengaruh dari Covid-19, di mana kegiatan penguncian, ekspor-impor otomatis akan memengaruhi neraca perdagangan kita dari Cina , karena baik ekspor maupun impornya, yang dari Cina , bulan ke bulan (mtm) itu turun dua-duanya," kata Yunita.
Menghadapi tantangan baru itu, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyatakan akan terus mencermati berbagai perkembangan dan tantangan perdagangan dunia. Indonesia harus mencari pasar nonton Cina.
Kemendag menargetkan segera menyelesaikan 11 perjanjian perdagangan internasional yang pada 2020 masih dalam proses negosiasi, melakukan promosi dagang di dalam dan luar negeri, serta penguatan misi dagang yang meliputi forum bisnis, business matching, dan dialog bisnis di negara tujuan ekspor. "Kami terus meningkatkan akses pasar untuk memperkuat ekspor dan mendorong investasi, " katanya dalam rapat kerja Kemendag Maret lalu. Kemenag juga menjajagi ekspor ke negara-negara non tradisional. Antara lain pasar Afrika dan Amerika Latin.
Dengan mencari pasar baru, ketergantungan kepada Cina akan bisa dikurangi. Dengan demikian akan tercipta pemerataan tujuan ekspor yang bisa memperkecil dampak negatif saat terjadi guncangan ekonomi di negara tujuan ekspor utama seperti Cina.