Zoom
Oleh Rihad pada hari Senin, 27 Apr 2020 - 23:04:57 WIB
Bagikan Berita ini :

Menyedihkan, Penyandang Disabilitas Positif COVID-19 Ditolak Rumah Sakit

tscom_news_photo_1588003423.jpg
RSD Wisma Atlet (Sumber foto : Ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Masyarakat digemparkan dengan berita yang membuat perasaan seakan teriris-iris perih. Beredar berita, empat anak penyandang disabilitas ganda dari Sekolah Luar Biasa Ganda Rawinala, Kramat Jati, Jakarta Timur, teridentifikasi positif COVID-19 setelah menjalani tes cepat dan tes swab. Namun, mereka ditolak dirawat di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet dengan alasan tidak dapat mengakomodasi kebutuhan pendampingan bagi para penyandang disabilitas tersebut. Tiga di antaranya saat ini diisolasi secara mandiri oleh sekolah karena tidak memiliki keluarga. Sementara satu anak lainnya diisolasi secara mandiri oleh keluarganya.

Peristiwa ini mengundang simpati banyak pihak. Psikolog Dompet Dhuafa Maya Sita Darlina meminta Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, untuk menangani wabah COVID-19 secara adi. "Pemerintah punya tanggung jawab besar sebagai eksekutor," katanya.

Kasus ini sepatutnya dijadikan pembelajaran. "Saya pikir jelas itu kejadian yang disayangkan. Semoga momen ini bisa kita jadikan sebagai pijakan perbaikan ke depan," katanya.

Penolakan tersebut, menurut dia, tidak berarti bahwa rumah sakit sepenuhnya tidak bersedia merawat pasien tersebut, tetapi mungkin karena mereka sadar dengan keterbatasan alat dan fasilitas yang dapat mendukung penanganan COVID-19 bagi penyandang disabilitas. "Jika dipaksakan khawatir tidak tertangani. "Bisa jadi bukan karena tidak mau. Tapi karena alasan keterbatasan alat dan tenaga, sehingga pasien disabilitas belum bisa diterima," katanya.

Tapi dari kejadian tersebut seharusnya dicarikan solusinya. "Saya percaya seluruh warga bangsa sepakat untuk berlaku adil dan tidak (ingin) melakukan diskriminasi," katanya. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah mengawasi penanganan COVID-19 tidak terjadi perbedaan perlakuan bagi mereka yang membutuhkan bantuan.

Forum Akademisi Luar Biasa (FALB) juga menyayangkan adanya penolakan terhadap disabilitas yang positif COVID-19 tersebut. "Kami menyayangkan, sudah ada Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 yang menjamin disabilitas," kata Humas FALB Elda Fahmi, Senin (27/4).

Dalam peraturan tersebut telah terpapar jelas bahwa setiap disabilitas kategori apapun memiliki hak yang sama dengan warga negara lain. Bahkan mendapatkan prioritas di bidang kesehatan, komunikasi dan pendidikan. Ia mengatakan adanya penolakan terhadap disabilitas itu menunjukkan perlindungan hak yang harus didapatkan pasien tersebut telah dilanggar.

Ia sedang melakukan koordinasi antar pengurus untuk melayangkan surat pada pihak terkait. Secara umum organisasi tersebut telah mengusulkan untuk pelaksanaan karantina mandiri bagi disabilitas yang terjangkit COVID-19 namun terlantar atau kurang diperhatikan pemerintah. "Karena kita mengetahui COVID-19 sembuh dengan perawatan dan karantina mandiri, maka kita pernah usul untuk mereka yang kurang diperhatikan akan disediakan tempat untuk karantina mandiri," ujarnya.

Hal tersebut tentunya tidak mengabaikan pangan dan papan yang bersangkutan. Begitu pula bagi yang merawat nantinya akan diupayakan pengadaan Alat Pelindung Diri. "Mungkin kita akan beli APD atau koordinasi antaranggota apa ada yang bisa buat," kata dia.

Mensos Belum Tahu Pasti

Menteri Sosial (Mensos) Juliari P. Batubara sendiri sedang mengecek kasus ini. "Kami akan segera cek ke RS Wisma Atlet," kata Mensos, Senin (27/4). Ia mengatakan dirinya belum mengetahui secara pasti perihal kejadian tersebut, sehingga belum dapat memberikan tanggapan lebih lanjut. "Saya belum mengetahui sehingga saya belum bisa memberikan tanggapan," katanya dikutip dari Antara.

Namun demikian, ia telah berkoordinasi dengan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial (Rehsos) Kemensos Harry Hikmat. Ditjen tersebut telah mengirimkan Tim Reaksi Cepat ke lokasi kejadian. "Sudah saya teruskan ke Dirjen Rehsos dan beliau sudah kirim Tim Reaksi Cepat ke lokasi," katanya.

Bagaimanapun negara harus hadir bagi para penyandang disabilitas jika ada di antara mereka terjangkit COVID-19. "Satu saja penyandang disabilitas terkena COVID-19, negara harus hadir," kata Ketua Umum Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Gufroni Sakaril.

Ia mengatakan jika penyandang disabilitas positif COVID-19 tersebut hanya ditangani di sekolah, tentu fasilitasnya tidak memadai. Apalagi jika tidak ditangani oleh tenaga medis dan tanpa dilengkapi APD.

Sebab, kata dia, ditakutkan nantinya malah menularkan pada orang lain. Namun, jika memang terpaksa ditangani di lokasi lain yang bukan rumah sakit, ia meminta sebaiknya tetap ditangani dan didampingi oleh tenaga medis, baik perawat maupun dokter.

"Idealnya dirawat di rumah sakit, sebab mereka terjangkit COVID-19 disertai gejala termasuk demam, takutnya nanti sesak napas, kan butuh ventilator. Namun, jika terpaksa di tempat lain, disediakan pendamping dan APD yang memastikan penyandang disabilitas itu dapat penanganan baik sesuai standar penanganan COVID-19," katanya.



tag: #corona  #kaum-disabilitas  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Zoom Lainnya
Zoom

Mengapa Jual Beli Jabatan Merupakan Modus Korupsi yang Populer?

Oleh Wiranto
pada hari Kamis, 06 Jan 2022
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap Walikota Bekasi Rahmat Effendi, pada Rabu (5/1/2022). KPK mengamankan 12 orang termasuk Wali Kota Bekasi Rahmat ...
Zoom

Anies dan Ridwan Kamil Akan Digugat Apindo, Ini Alasannya

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kini sedang berhadap-hadapan dengan pengusaha. Anies vs pengusaha ini terkait dengan keputusan Anies yang mengubah kenaikan UMP dari ...