JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Selama musim pandemi berlangsung, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberlakukan sejumlah kebijakan dalam upaya menanggulangi beberapa masalah yang diakibatkan pandemi korona, seperti kesehatan masyarakat, mempertahankan perekonomian nasional hingga stabilitas sistem keuangan. Meski begitu, tak sedikit kebijakannya menuai respons kritis dari masyarakat.
Beberapa kebijakan Jokowi justru menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat. Berikut ini beberapa kebijakannya yang menuai kritikan di tengah pandemi:
1. Perpu Korona
Presiden Jokowi menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan yang ditandatangani pada 31 Maret 2020. Perppu ini resmi menjadi undang-undang pada 18 Mei 2020 lalu di Dewan Perwakilan Rakyat.
Salah satu pasal yang disebut-sebut bermasalah adalah Pasal 27 UU. Pasal ini mengatur; biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK untuk pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Tak hanya menuai kritikan, UU ini juga digugat ke Mahkamah Konstitusi karena dianggap memberikan hak impunitas kepada para pejabat keuangan dalam mengambil kebijakan di tengah pandemi Covid-19 ini.
TEROPONG JUGA:
> "Jebakan Batman" dalam Perpu Nomor 1/2020 yang Berpotensi Menyuburkan Korupsi, Ini Dia Buktinya
> Kritik Legislator PDIP Terhadap Kenaikan BPJS: Rakyat Hanya Senang Sesaat
2. PSBB Plus Darurat Sipil
Pada masa pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Presiden Jokowi melontarkan pernyataan hendak menerapkan darurat sipil. Konsep ini ia wacanakan pada akhir Maret lalu. Belum sempat menjadi kebijakan, protes membuncah dari berbagai elemen masyarakat. Pasalnya, wacana kebijakan dinilai tidak relevan dan berpotensi melanggar hak sipil dan politik masyarakat.
Melihat situasi panas itu, Jokowi pun mengurungkan niatnya memberlakukan kebijakan darurat sipil. Sebagai gantinya, dia menetapkan status darurat kesehatan masyarakat untuk menyokong kebijakan PSBB sebagai upaya menanggulangi pandemi Covid-19 di Indonesia.
3. Kenaikan Iuran BPJS
Tampaknya kisruh BPJS Kesehatan ini adalah kebijakan paling kontroversial. Sebagaimana diketahui awal Mei ini Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS lewat Perpres 64 Tahun 2020. Per 1 Juli 2020, iuran BPJS ditetapkan menjadi Rp 150 ribu untuk kelas I, Rp 100 ribu untuk kelas II, dan Rp 25.500 untuk kelas III. Iuran kelas III akan naik menjadi Rp 35 ribu pada 2021.
"Untuk menjaga kualitas dan kesinambungan program Jaminan Kesehatan, kebijakan pendanaan Jaminan Kesehatan, termasuk kebijakan iuran perlu disinergikan dengan kebijakan keuangan negara secara proporsional dan berkeadilan serta dengan memperhatikan pertimbangan dan amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 7 P/HUM/2020," demikian pertimbangan Perpres 64/2020 itu.
Pemerintah dinilai telah kehilangan empati dengan menaikkan iuran BPJS dalam kondisi pandemi. Padahal, pada awal tahun Jokowi juga sudah menetapkan kenaikan iuran BPJS namun ditolak MK atas gugatan masyarakat sipil.
Hingga 24 Mei, lebih dari 12 ribu orang menandatangani petisi menolak kenaikan iuran BPJS melalui laman Change.org. “Jika Bapak Presiden masih merasakan penderitaan yang kami rasakan, maka tolong cabut kembali kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini sekarang juga,” tulis Hendrik Rosdinar, inisiator petisi ini.
Selain petisi penolakan, gugatan hukum ke Mahkamah Agung juga dilayangkan atas kebijakan Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini.