Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Rabu, 21 Okt 2020 - 11:38:20 WIB
Bagikan Berita ini :

Kado Setahun Pemerintahan Jokowi, Anggota DPR Sebut Indonesia Rekor Utang Terbanyak

tscom_news_photo_1603255054.jpg
Anggota Komisi XI DPR Fraksi PKS, Anis Byarwati (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Komisi Keuangan (Komisi XI) DPR, Anis Byarwati mengatakan setahun masa kepemimpinan Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) di periode ke-2 telah mencetak rekor pemerintahan dengan utang terbanyak di dunia.

Hal itu, kata Anis, bisa dilihat dalam laporan Bank Dunia (World Bank) tentang statistik utang internasional (International Debt Statistics) 2021. Dalam rilis tersebut lembaga ini melaporkan deretan negara low-middle income dengan jumlah utang luar negeri terbesar di dunia.

Dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/10), Anis menyampaikan data World Bank pada tahun 2019 menunjukkan Cina menempati urutan pertama sebagai negara dengan utang terbesar, di mana jumlahnya mencapai US$2,1 triliun. Sementara, dalam laporan itu disebutkan bahwa Indonesia berada di posisi ke-7 dengan jumlah utang US$402,08 miliar atau senilai Rp5.900 triliun.

Laporan itu juga menyebutkan posisi utang luar negeri RI terus merangkak naik. Pada tahun 2017 utang RI senilai US$353,56 miliar, tahun 2018 sebesar
US$379,58 miliar, dan tahun 2019 sebesar US$402,08 miliar.

Anis meminta pemerintah berhati-hati dalam menetapkan utang luar negeri (ULN). Sebab, berdasarkan data APBN edisi Agustus 2020, realisasi pembiayaan utang Indonesia hingga Juli telah mencapai Rp519,22 triliun. Realisasinya terdiri dari penyerapan SBN Rp513,4 triliun, utang luar negeri (ULN) Rp5,17 triliun, dan pinjaman dalam negeri Rp634,9 miliar. Angka dalam separuh tahun ini telah melebihi total utang selama tiga tahun sebelumnya.

Dengan realisasi ini, posisi utang Indonesia per Juli 2020 telah menyentuh Rp5.434,86 triliun. Utang tersebut terdiri dari SBN Rp4.596,6 triliun, pinjaman Rp10,53 triliun, dan ULN Rp828,07 triliun. Rasio utang terhadap PDB telah naik menjadi 34,53 persen dari sebelumnya 33,63 persen pada Juli 2020. Untuk tahun ini, bunga utang Indonesia telah mencapai Rp338,8 triliun atau setara 17 persen dari APBN 2020.

“Angka ini telah melewati batas aman yang direkomendasikan IMF, yakni 10 persen,” kata Anis.

Selain itu, lanjut Anis, akibat kebijakan utang ini, debt service ratio (DSR) Indonesia pun turut naik. Data Statistik Utang Luar Negeri (SULNI) semester I 2020 menunjukkan, DSR tier-1 Indonesia telah mencapai 29,5 persen. Angka ini telah melewati batas aman DSR yang ditetapkan IMF sebesar 25 persen.

DSR tier-1 merupakan indikasi penambahan ULN yang tidak disertai dengan peningkatan kinerja ekspor dan komponen penambahan devisa lainnya. “Dengan DSR di atas 25 persen itu, artinya jumlah utang Indonesia kini sudah masuk pada tingkat waspada,” ujarnya.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menuturkan, yang menjadi masalah tambahan adalah ketika risiko yang besar ini diambil untuk sesuatu yang hasilnya belum terlihat efektif. Upaya meredam dampak Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menjadi dalih pemerintah berutang masih belum menunjukkan hasil maksimal.

"Serapan dana pemulihan ekonomi nasional untuk menangani Covid-19 masih di bawah 40 persen. Hingga 17 September lalu, baru teralokasi Rp254,4 triliun, atau 36,6 persen dari pagu Rp605,2 triliun,” beber Anis.

Lebih lanjut Anis menjelaskan bahwa penambahan utang Indonesia secara statistik dalam kurun waktu 2014 sampai dengan 2020 (outlook) telah mencapai Rp3.390,72 triliun atau meningkat 129,97 persen hanya dalam waktu enam tahun (2014 sebesar Rp2.608,78 triliun serta Rp5.999,50 triliun pada outlook 2020).

“Sejak terjadinya krisis 1997-1998, periode pemerintahan ini memegang rekor dengan penambahan utang terbanyak,” ujarnya.

Bukan hanya secara agregat, Anis mengatakan Debt to GDP ratio juga mengalami peningkatan. Periode pemerintahan terdahulu mencatat debt to GDP ratio terus mengalami penurunan dari 50 persen pada 2004 hingga mencapai 24 persen pada tahun 2014. Namun sebaliknya, periode pemerintahan ini hingga akhir 2019 debt to GDP ratio telah mencapai 30,2 persen.

Dengan utang yang makin melonjak tahun 2021, menurut Anis debt to GDP ratio akan mencapai kisaran 40 persen. Anis pun mengingatkan bahwa meningkatnya debt to GDP ratio ini menunjukan bertambahnya jumlah utang yang tidak diiringi dengan bertambahnya produksi nasional secara proporsional.

Oleh sebab itu, Anis menyarankan agar pemerintah segera melakukan optimalisasi pembiayaan ULN dan mencari alternatif pembiayaan yang lebih murah. Sementara itu, utang harus digunakan untuk belanja yang benar-benar produktif dan bisa menggerakkan ekonomi rakyat di saat pandemi masih berlangsung.

“Pemerintah perlu untuk menjaga kesinambungan pembiayaan dan mengoptimalkan hasil pengelolaan aset dan investasi serta piutang-piutang negara yang bermasalah agar dapat menjadi penerimaan Negara,” pungkas anggota Badan Legislasi DPR ini.

tag: #utang-pemerintah  #kabinet-jokowi-maruf-amin  #komisi-xi  #anis-byarwati  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement