Zoom
Oleh Ariful Hakim pada hari Kamis, 25 Mar 2021 - 13:50:58 WIB
Bagikan Berita ini :

Penembakan Brutal Kembali Terjadi, Bagaimana Aturan Kepemilikan Senjata Api di AS?

tscom_news_photo_1616655058.jpg
Senjata Laras Panjang Dijual Bebas di AS (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)—Penembakan brutal kembali terjadi di Amerika Serikat. Mengutip CNN, Selasa (23/3/21), penembakan itu terjadi di supermarket King Soopers, Boulder, Colorado, pada Senin (22/3/21) sore waktu setempat. Akibatnya 10 orang meregang nyawa, termasuk anggota polisi Erick Talley.

Kepala Kepolisian Boulder, Maris Herold, menyebut Talley merupakan polisi pertama yang tiba di lokasi untuk merespons penembakan tersebut. Talley tewas ditembak saat berhadapan dengan pelaku.Herold juga mengungkapkan bahwa Talley yang berusia 51 tahun ini telah mengabdi pada Kepolisian Boulder sejak tahun 2010.

"Dia bertugas dalam berbagai peran menunggu Kepolisian Boulder dan masyarakat Boulder," ucap Herold.

"Dan saya harus memberitahu aksi heroik polisi ini ketika dia merespons kejadian itu. Pukul 14.30 waktu setempat, Kepolisian Boulder menerima panggilan telepon soal tembakan dilepaskan di area tersebut," tuturnya.

"Panggilan telepon soal seseorang yang membawa senapan patroli. Polisi Talley merespons ke lokasi, menjadi yang pertama tiba di lokasi, dan dia ditembak mati," imbuh Herold dalam pernyataannya.

Belakangan polisi mengungkap, tersangka penembakan diidentifikasi bernama Ahmad Alissa, pria 21 tahun keturunan Suriah. Tersangka telah dirawat di rumah sakit dalam kondisi stabil, setelah sebelumnya terlibat baku tembak dengan petugas kepolisian. Alissa bakal didakwa dengan 10 dakwaan pembunuhan tingkat pertama dan akan segera dibawa ke penjara daerah Boulder.

Polisi juga membacakan satu per satu nama dari 10 orang yang tewas. Mereka yaitu pria dan wanita berusia dari 20 hingga 65 tahun. Polisi hingga saat ini belum mengungkap motif di balik insiden penembakan maut di Colorado itu. Petugas penjara Boulder menyebut tersangka cukup sehat untuk dibawa ke penjara. Media AS melaporkan senjata yang digunakan mirip senjata militer AR-15.

***

Alissa disebut merupakan pendudukan di pinggiran kota Denver, kota yang terletak di sebelah Boulder. Ia menjalani sebagian besar hidupnya di Amerika Serikat. Menurut media AS, mengutip akun Facebook terhapus yang tidak diverifikasi atas namanya, Alissa lahir di Suriah pada 1999 dan pindah ke Amerika Serikat pada 2002.

Pengguna akun tersebut menggambarkan dirinya sebagai penggemar seni bela diri dan gulat, bersama dengan postingan tentang Islam, kritik terhadap mantan presiden Donald Trump, dan beberapa pesan homofobia.

Kepada majalah online The Daily Beast, kakak Alissa, Ali, mengatakan dirinya sangat bersimpati terhadap para korban. Ali menggambarkan saudaranya sebagai "paranoid" dan "anti-sosial".

"Saat dia makan siang dengan saudara perempuan saya di sebuah restoran, dia berkata, "Orang-orang di tempat parkir, mereka mencari saya." Dia keluar, dan tidak ada siapa-siapa. Kami tidak tahu apa yang ada di kepalanya," kata Ali.

Penembakan brutal terbaru ini membuat Presiden Amerika Serikat, Joe Biden menyerukan kembali pembatasan kepemilikan senjata api. "Tidak perlu menunggu satu menit lagi, apalagi satu jam, untuk mengambil langkah-langkah akal sehat yang akan menyelamatkan nyawa di masa depan dan untuk mendorong rekan-rekan saya di DPR dan Senat untuk bertindak".

"Kita dapat melarang senapan serbu dan magasin berkapasitas tinggi di negara ini sekali lagi," seru Biden.

"Ini bukan dan seharusnya tidak menjadi masalah partisan. Ini masalah Amerika. Ini akan menyelamatkan nyawa. Nyawa Amerika. Dan kita harus bertindak," imbuhnya.

Kontrol senjata yang lebih ketat menjadi isu sensitif di kalangan orang Amerika - tetapi Partai Republik telah lama menentang karena dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak mereka untuk memiliki senjata. Pada tahun 2015 lalu misalnya, isu pembatasan senjata api sempat mencuat seiring penembakan gereja mematikan di Charleston, Carolina Selatan.

Sebelumnya, Colorado pernah mengalami dua penembakan massal paling terkenal dalam sejarah AS - di Sekolah Menengah Atas Columbine pada tahun 1999, dan di sebuah bioskop di Aurora pada tahun 2012. Pembantaian tersebut sayangnya tidak menghasilkan perubahan besar pada undang-undang senjata. Kota Boulder sendiri memberlakukan larangan "senapan serbu" dan magasin senjata berkapasitas besar setelah penembakan Parkland, Florida pada tahun 2018.

Kebebasan memiliki senjata di Amerika memang dilindungi konstitusi: "A well regulated militia being necessary to the security of a free state, the right of the people to keep and bear arms shall not be infringed,"dalamSecond Amendment. "

“Ia yang diatursecara baik adalah hal yang penting dalam menjaga keamanan sebuah negara bagian, hak untuk memiliki dan membawa senjata seharusnya tidak dibatasi." Hal ini masih menjadi perdebatan karena "Second Amendment" itu ditambahkan pada 1791 ke konstitusi Amerika.

Sejak tragedi Orlando, kubu Demokrat menagih pembahasan Rancangan Undang-Undang Kontrol Senjata. Barack Obama, saat menjabat presiden, terus menggerakkan kampanye memperketat undang-undang senjata api. Namun kubu Republik santai menanggapinya. "Terlalu dini mendiskusikan solusi legislatif (senjata api) jika ada," kata pemimpin mayoritas Senat, Mitch McConnell, seperti dilansirThe New York Times, Selasa, 7 November 2017.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat masih menjabat mengatakan kejadian penembakan adalah akibat kesehatan mental, bukan soal kepemilikan senjata. Menurut dia, pelaku penembakan adalah "orang yang sangat gila". Trump tidak mengaitkan hal ini dengan masalah penggunaan senjata api yang sejak beberapa tahun lalu menjadi perdebatan akibat banyaknya kasus penembakan di Amerika.

Dengan kata lain, seperti dilansirCNN, pernyataan Trump menegaskan senjata tidak membunuh orang, melainkan orang membunuh orang. Demikian pula, setelah penembakan di Las Vegas, Trump menyebut penembak itu sebagai "orang gila yang sakit". Apalagi jajak pendapat Pew Research baru-baru ini menyatakan hanya tiga dari 10 pemilik senjata percaya bahwa membatasi penjualan senjata secara legal tidak cukup menurunkan kekerasan. Hal yang menarik pula dari jajak pendapat itu adalah, 54 persen pemilik senjata yakin akan ada sedikit kejahatan jika lebih banyak orang memiliki senjata api.

Trump, saat debat kampanye presiden dengan rivalnya, Hillary Clinton, juga mengatakan bahwa Negara Bagian Illinois—tempat Kota Chicago berada--memiliki aturan senjata yang ketat. Tapi, menurut Trump, Illinois dikelilingi beberapa negara bagian dengan aturan kepemilikan senjata yang longgar. Akibatnya, senjata api ilegal bebas melintas masuk lewat perbatasan. "Jadi, (Illinois) memang memiliki aturan yang ketat, tapi kekerasan akibat senjata juga luar biasa."

Andy Richter, komedian asal Amerika, mengatakan bahwa menjadikan Chicago sebagai contoh untuk tidak memperketat aturan kepemilikan senjata merupakan tindakandebunker. Richter mencontohkan Hawaii, yang juga memiliki undang-undang senjata yang ketat dan dikelilingi lautan, tapi korban tewas di sana jauh lebih sedikit. ”Amerika akan selalu memiliki senjata, tapi yang lebih penting adalah dibutuhkan kontrol," demikian dia mencuit lewat Twitter.

The New York Timesdalam opininya menulis, ketika kubu Republik menanggapi tragedi pembunuhan di masa lalu, seharusnya mereka tidak perlu menunda lebih lama lagi pembahasan undang-undang ihwal kepemilikan senjata api. "Terlalu banyak hari telah berlalu, dari satu tragedi ke tragedi berikutnya. Inilah waktunya."

***

Meski Amerika Serikat membolehkan warganya memiliki senjata api secara pribadi, namun ternyata ada syarat-syarat khusus agar mereka bisa mendapatkan senjata api itu. Dilansir dari Deutsche Welle, ini 6 fakta peraturan senjata api di Amerika Serikat.

Ada batas usia minimal pemilik senjata api

Berdasarkan Undang-Undang Pengendalian Senjata Api tahun 1968 (GCA), warga yang hendak membeli senjata api, peluru, atau amunisi harus berumur minimal 18 tahun. Bahkan, jika ingin membeli senjata api tertentu, misalnya pistol, mereka harus berumur lebih dari 21 tahun. Sejumlah negara bagian atau pemerintah daerah boleh mensyaratkan umur minimal yang lebih tinggi, tetapi tidak boleh kurang dari ketetapan GCA.

Ada orang-orang tertentu yang dilarang memiliki senjata

Buronan, mantan narapidana yang pernah divonis lebih dari setahun penjara, dan pasien gangguan jiwa dilarang membeli senjata api. GCA juga melarang penjualan senjata pada pemakai narkoba selama setahun terakhir, termasuk pemakai ganja. Meski ilegal menurut GCA, sejumlah negara bagian tetap mengizinkan pemakai ganja membeli senjata api.

Larangan kepemilikan senjata ini juga diberlakukan pada mereka yang terlibat kasus pelecehan, penguntit, atau pengancaman, begitu juga bagi mereka yang melepaskan kewarganegaraan AS, personel militer yang diberhentikan dengan tidak hormat, migran ilegal, dan pengunjung AS dengan visa nonimigran, misalnya wisatawan asing.

Ada peraturan khusus untuk penjual senjata api

Penjual senjata api juga tak luput dari peraturan GCA dan harus punya Lisensi Senjata Api Federal (FFL). Syaratnya, mereka harus berumur minimal 21 tahun, punya tempat yang jelas dalam menjalankan bisnisnya, dan dalam sepengetahuan pejabat penegak hukum setempat.

Mereka juga harus menyerahkan surat pernyataan alasan membuka usaha itu dan keterangan kondisi kejiwaan. Pengurusan lisensi FFL itu pun menelan biasa USD 200 (Rp2,8 juta) untuk 3 tahun pertama dan USD 90 (Rp1,2 juta) untuk pembaharuan setiap 3 tahun berikutnya. Jika dijual secara online, senjata api harus dikirim pada pemegang FFL yang resmi terdaftar.

Harus ada pemeriksaan latar belakang

Para pemegang FFL juga harus menjalani pemeriksaan latar belakang. Mereka harus mengisi formulir yang berguna untuk menelusuri catatan kriminalitas dan poin "merah" lainnya. Nantinya, otoritas menentukan apakah penyelidikan itu akan dilakukan FBI atau kombinasi antara FBI dan badan informasi negara bagian.Tak hanya itu, mereka juga akan ditelepon otoritas. Jika tidak diangkat, pemeriksaan akan diperpanjangkan selama 3 hari kerja.

Sejumlah negara bagian memberlakukan izin khusus membeli senjata api

Tak hanya harus sesuai persyaratan otoritas federal (pusat), 50 negara bagian juga mensyaratkan izin pembelian senjata api, khususnya pistol. Tiga negara bagian, California, Connecticut, dan Hawaii bahkan memberlakukan syarat ini untuk pembelian senapan. Misalnya saja, California mengharuskan mereka mengisi tes tertulis dan mengikuti kelas keamanan senjata api untuk dapat izin itu.

Perlu izin khusus membawa senjata

Tak hanya dalam membeli, membawa senjata api di Amerika Serikat sebenarnya tak bisa sembarangan. Sebagian besar negara bagian memberlakukan izin agar senjata api bisa dibawa ke mana-mana, khususnya pistol, Sayangnya, izin ini tak berlaku untuk senapan.

Dari fakta-fakta di atas, sudah jelas hukum senjata api di Amerika Serikat tetap mengutamakan keselamatan warganya. Sayangnya, masih ada celah yang dilanggar.Terlebih lagi, banyak penjual senjata api mengabaikan peraturan dan hanya mengejar laba sehingga barang berbahaya ini jatuh ke tangan yang salah.

tag: #penembakan  #amerika-serikat  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Zoom Lainnya
Zoom

Mengapa Jual Beli Jabatan Merupakan Modus Korupsi yang Populer?

Oleh Wiranto
pada hari Kamis, 06 Jan 2022
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap Walikota Bekasi Rahmat Effendi, pada Rabu (5/1/2022). KPK mengamankan 12 orang termasuk Wali Kota Bekasi Rahmat ...
Zoom

Anies dan Ridwan Kamil Akan Digugat Apindo, Ini Alasannya

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kini sedang berhadap-hadapan dengan pengusaha. Anies vs pengusaha ini terkait dengan keputusan Anies yang mengubah kenaikan UMP dari ...