Opini
Oleh Rizal Fadillah, Pemerhati Politik pada hari Minggu, 29 Agu 2021 - 07:56:51 WIB
Bagikan Berita ini :

Mural Simbol Perlawanan

tscom_news_photo_1630198611.jpg
Rizal Fadillah (Sumber foto : Ist)

Dalam rangka memerdekan negara dari kaum imperialis penting adanya perlawanan bahkan pemberontakan. Sejarawan Ahmad Mansyur Surya Negara dalam buku karyanya "Api Sejarah" telah menggambarkan dahsyat dan gigihnya pemberontakan kaum ulama dan santri (santri insurrection). Pemberontakan mana membangun semangat juang elemen lain untuk bersama melawan kezaliman kaum imperialis.

Setelah merdeka, selalu saja ada penguasa yang berperilaku sama dengan kaum imperialis itu. Sok kuasa, gemar mengadu domba, mengkooptasi koalisi, abai pada aspirasi rakyat, serta cenderung menindas. Perlawanan pun muncul di tengah kezaliman tersebut dalam berbagai bentuk mulai dari sikap kritis para aktivis, petisi tokoh, aksi unjuk rasa mahasiswa, hingga santri dan ulama yang menggelorakan jihad. Puisi, graffiti dan mural termasuk yang menjadi media untuk perlawanan bahkan mungkin pemberontakan (insurrection).

Fenomena perlawanan kontemporer adalah mural. Mural berasal dari bahasa latin "murus" artinya dinding. "Menggambar atau melukis di atas media dinding, tembok, atau media luas lainnya yang bersifat permanen". Sejarah mural sudah ada 31.500 tahun yang lalu sejak ada lukisan gua di Lascaux Paris selatan. Menggunakan cat dari buah. Mural Pablo Picasso "Guernica" sangat terkenal dibuat saat perang sipil di Spanyol tahun 1936-1938 sebelum Perang Dunia pertama.

Mural sejak awal menjadi bentuk ungkapan untuk mengkritisi masalah sosial. Pejabat yang paranoid sering menghapus mural. Membungkam protes walau konten itu sebenarnya hanya sekedar sindiran. Para seniman mengekspresikan jiwa seninya melalui lukisan di dinding. Rezim represif memburu dan mencoba membungkam atau menghukumnya.

Pemerintahan Jokowi menghadapi insureksi mural saat ini. Yang ramai adakah wajah Jokowi yang tertutup mata bertuliskan "404 : Not Found". Di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Tangerang, Solo, Bogor hingga Banjarmasin mural merebak. Berbagai isi kritik tertulis seperti "Tuhan aku lapar", "Dipaksa sehat di negara yang sakit", "Wabah sesungguhnya adalah kelaparan", "Masyarakat minus nurani", "Yang bisa dipercaya dari TV hanya adzan", atau "Jangan takut tuan-tuan, ini cuma street art".

Mural adalah seni yang butuh kecerdasan dan keberanian karena bermakna kuat sebagai kritik atau koreksi. Seseorang yang berbaju putih dengan kepala di lubang seperti burung unta bertuliskan "11.000 Trillion : Not Found" tentu mudah difahami maknanya. Demikian juga dengan "Selamat datang di Indonesia--NKRI harga nego".

Kini banyak mural dihapus dan pembuatnya diburu. Tetapi adakah pelanggaran pidana ? Tentu tidak. Hanya mungkin sebatas pelanggaran Perda kebersihan dan keindahan. Itupun masih bisa diperdebatkan.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #mural  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Runtuhnya Mitos Kependekaran Politik Jokowi

Oleh Oleh: Saiful Huda Ems (Advokat, Jurnalis dan Aktivis 1998)
pada hari Jumat, 22 Nov 2024
Ternyata lebih cepat dari yang banyak orang perkirakan, bahwa kependekaran semu politik Jokowi akan tamat  riwayatnya di akhir Tahun 2024 ini. Jokowi yang sebelumnya seperti Pendekar Politik ...
Opini

Selamat Datang di Negeri Para Bandit

Banyak kebijakan ekonomi dan sosial Jokowi selama menjabat Presiden sangat lalim, sangat jahat, sangat kejam, khususnya terhadap kelompok masyarakat berpendapat menengah bawah.  Kejahatan ...