JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Kepala naga telah menggantikan posisi elang bondol dan garuda, pada logo perayaan HUT ke-488 Ibukota Jakarta. Apa maksud Ahok? "Efek kepala naga (logo HUT ke-488 DKI) itu tidak main-main. Mesti segera disikapi, karena menyangkut sejarah dan falsafah bangsa kita," tutur Sekretaris Nasional (Seknas) Serikat Boemi Poetera Abdullah Rasyid di Jakarta, Selasa (23/6).
Seperti diketahui, Pemprov DKI meluncurkan logo yang menunjukkan usia Kota Jakarta saat ini, berikut gambaran dinamika dan visi pembangunannya. Kepala naga berada di bagian ataslogo tersebut. Di samping gambar air kepala naga, terdapat sepasang ondel-ondel. "Ini bukan kebetulan! Kepala naga memang dipersiapkan untuk mengubur semangat, bahkan falsafah yang diwariskan pendiri bangsa kita," ungkap Rasyid.
Tokoh muda asal Kota Medan ini pun menegaskan, tidak ada korelasi sama sekali antara "kepala naga" dengan Republik Indonesia. Sementara, sebagai ibukota negara, DKI Jakarta merupakan simbol kedaulatan dan wajah bangsa.
"Coba kita renungkan, apa jadinya bila kepala naga terus-terusan ditonjolkan di Jakarta? Akan jadi apa Burung Garuda lambang negara kita?" sentak Rasyid bernada tinggi. Dia pun mengingatkan Ahok bahwa Partai Gerindra --yang mengusungnya dalam Pilkada DKI-- juga berlambang Garuda.
Andai pun Ahok berdalih bahwa maskot Jakarta bukanlah garuda atau elang bondol, lanjut Rasyid, tetaplah kepala naga tidak pantas menjadi ornamen pada logo tersebut. Akan lebih tepat bila posisi itu ditempati elang bondol, elang berwarna coklat dan berkepala putih. Burung tersebut banyak hidup di Kepulauan Seribu. Oleh Gubernur Ali Sadikin, burung itu telah ditetapkan sebagai maskot DKI.
Karenanya Rasyid mengingatkan, logo HUT ke-488 DKI telah menunjukkan siapa sebenarnya sosok Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Dia sendiri telah merekam berbagai fenomena yang mengiringi kemunculan Ahok hingga menjadi pengendali Ibukota. (b)