Gelombang aksi mahasiswa yang kembali mencuat ke permukaan merupakan refleksi dari akumulasi kekecewaan terhadap kondisi politik, ekonomi, sosial, dan pendidikan di Indonesia. Jargon "Kampus Merdeka" yang dikembangkan oleh Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, seharusnya memberikan kebebasan akademik yang lebih luas. Namun, dalam praktiknya, justru dianggap membungkam suara kritis kampus.
Kajian Mahasiswa: "Indonesia Gelap" dan Peta Perjuangan
Mahasiswa dalam kajian mereka menyimpulkan bahwa Indonesia tengah berada dalam situasi yang mengkhawatirkan. Namun, muncul pertanyaan kritis terkait momentum pergerakan ini. Mengapa aksi mahasiswa mencuat bertepatan dengan booming kasus Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2? Sebelumnya, kasus ini telah mencapai titik klimaks dengan meningkatnya tekanan publik terhadap pemerintah dan pejabat terkait. Kini, fokus masyarakat mulai terpecah antara aksi mahasiswa dan kelanjutan pengusutan PSN PIK 2.
Apakah ini sekadar kebetulan, atau ada upaya pengalihan isu? Jika benar, siapa pihak yang berkepentingan dalam mengalihkan perhatian publik dari kasus besar yang bisa membuka banyak tabir penyimpangan dalam proyek strategis nasional? Kasus ini diyakini sebagai "kotak pandora" yang bisa menyeret banyak pejabat ke meja hijau.
Kedaulatan Bangsa dan Tantangan ke Depan
Masalah ini bukan hanya sekadar proyek pembangunan seperti PSN atau reklamasi laut, melainkan juga menyangkut kedaulatan bangsa. Ada kekhawatiran besar bahwa kepentingan nasional telah berpindah tangan ke entitas tertentu yang lebih dominan dalam mengendalikan kebijakan strategis negara.
Namun, ada pertanyaan yang masih menggantung: apakah pergerakan mahasiswa kali ini benar-benar lahir dari kesadaran kolektif yang murni? Ataukah ada pihak tertentu yang menggerakkan mereka untuk kepentingan lain? Situasi ini mengingatkan pada peristiwa 20 Agustus 2024, di mana muncul dugaan bahwa aksi massa dikoordinasikan oleh kelompok berkepentingan tertentu.
Terlepas dari itu semua, pergerakan mahasiswa tetap memiliki potensi besar untuk menjadi pemantik perubahan jika mampu menjaga independensi dan tujuan perjuangannya. Aksi-aksi yang bersifat sporadis harus berkembang menjadi gerakan yang sistematis, terorganisir, dan berbasis pada kajian yang kuat, agar dapat memberikan dampak nyata dalam membangun kembali kedaulatan dan keadilan di negeri ini.