Oleh Ir. KPH. Adipati, Bagas Pujilaksono Widyakanigara Hamengkunegara, M.Sc., Lic.Eng., Ph.D. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada hari Minggu, 16 Mar 2025 - 17:51:12 WIB
Bagikan Berita ini :

Prabu MulGenjik Murka

tscom_news_photo_1742122272.jpg
(Sumber foto : )


Singosari adalah kerajaan besar di Nusantara yang ada di abad XI. Puncaknya, ketika Singosari diperintah oleh Prabu Kertanegara.

Kuatnya Kerajaan Singosari, bukan semata karena Prabu Kertanegara, namun, lebih karena keberadaan Raden Wijaya sebagai Wakil Raja.

Kertanegara adalah keturunan Ken Dedes dari garis Prabu Tunggul Ametung. Sedang Raden Wijaya keturunan Ken Dedes dari garis Ken Arok.

Menyatunya kedua garis keturan Ken Dedes, menandai leburnya Kutukan Mpu Gandring.

Perlu digaris bawahi, Ken Dedes adalah Narèswari. Artinya, siapapun suaminya, pecundang sekalipun, akan menurunkan Raja Besar di Tanah Jawa.

Beda dengan Dewi Èblèk Sepur, hanyalah wanita sundal penggemar terong.

Prabu Kertanegara sangat bergantung pada Raden Wijaya, sebagai Wakil Raja, sekaligus Senopati Perang Kerajaan Singosari.

Keempat puteri Prabu Kertanegara dihadiahkan kepada Raden Wijaya alias Abisheka, menjadi isteri-isterinya, salah satunya adalah ibu Gayatri.

Dinamika politik kawasan atau istilah kerènnya Geopolitik Kawasan, menjadikan Kerajaan Singosari sebagai andalan. Jelas, sangat mengganggu bagi Kerajaan Tiongkok dalam membangun Hegemoni Politik Kawasan. Kerajaan Tiongkok saat itu diperintah Prabu MulGenjik.

Diutuslah begundal Prabu MulGenjik menghadap Prabu Kertanegara. Intinya sbb:
1. Prabu Kertanegara harus mundur dari jabatan Raja Singosari.
2. Prabu MulGenjik jangan dipecat sebagai member Assosiasi Raja-Raja Kawasan.

Takutkah Kertanegara atas ancaman Prabu MulGenjik? Jelas tidak! Dipecatlah Prabu MulGenjik dari member assosiasi Raja-Raja Kawasan. Masih kurang, begundalnya Prabu MulGenjik yang diutus membawa surat menghadap Prabu Kertanegara, dirantas telinganya, dan disuruh kembali ke Tiongkok dengan membawa surat balasan untuk Prabu MulGenjik.

Ini sebuah penghinaan besar, duta kerajaan Tiongkok yang disampiri Purbawasésa, dipermalukan di Kerajaan Singosari.

Prabu MulGenjik murka luar biasa. Ana kèrè munggah balé. Petruk dadi Raja. Milik nggéndhong lali, lali mula duksina.

Disusupkanlah tangan kanan Prabu MulGenjik, yaitu Ardaraja, anak Jayakatwang, menghancurkan Singosari dari dalam. Dan mengkriminalisasi Prabu Kertanegara.

Sentimen sejarah masalalu. Jayakatwang adalah keturunan Kerajaan Kediri, yang dahulu leluhurnya dibinasakah oleh Ken Arok. Kemudian, Ken Arok, raja Singosari pertama, mengangkat puteranya dari Ken Dedes, yang bernama Mahesa Wongateleng, menjadi Raja Kediri.

Jayakatwang dendam atas nama leluhurnya.

Singosari runtuh, sukses besar atas pengkhianatan Ardaraja, yang diikuti serbuan Kerajaan Tiongkok.

Later, manuver politik Prabu MulGenjik menekan Prabu Kertanegara dengan mengirimkan begundalnya, diungkap oleh punggawa Kerajaan Singosari yang bernama Kebo Anabrang alias Dedo Saturnus.

Prabu MulGenjik murka, bilang: saya difitnah diam, dijelek-jelekkan diam, dicaci maki diam, kesabaran saya ada batasnya. Marah apa panik?

Difitnah? Kita sedang bicara fakta tentang MulGenjik. Tidak ada fitnah.

Dijelek-jelekkan? MulGenjik memang jelek, wajah dan perilakunya. Nggak punya cermin ya di rumah?

Èlèk ya bén, sik penting ora malsu ijazah!

Dicacimaki? MulGenjik pantas dan layak dicacimaki.

Kesabaran ada batasnya? Emangnya gue pikirin! Siapa takut?

Daripada dijajah Koruptor Kelas Dunia, mending revolusi.

Adili MulGenjik. Revolusi!

Merdeka!

Yogyakarta, 2025-03-16
BPW.Hamengkunegara

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
RAMADHAN 2025 H ABDUL WACHID
advertisement
DOMPET DHUAFA RAMADHAN PALESTIN
advertisement
RAMADHAN 2025 M HAEKAL
advertisement
RAMADHAN 2025 AHMAD NAJIB Q
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Jakarta

Peran ICC dalam Menegakkan Keadilan atas Dugaan Pelanggaran HAM

Oleh M. Rizal Fadillah
pada hari Minggu, 16 Mar 2025
International Criminal Court (ICC) yang berbasis di Den Haag merupakan lembaga peradilan independen yang memiliki yurisdiksi atas kejahatan serius seperti kejahatan perang, kejahatan terhadap ...
Jakarta

Gaya yang Tak Bergaya

Dunia arsitektur tampaknya sedang melakukan introspeksi spiritual ketika Pritzker Prize 2025, yang sering dijuluki sebagai “Nobel Arsitektur,” jatuh ke tangan Liu Jiakun. Di tengah era ...