JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Beberapa hari belakangan, Kampung Pulo ramai diperbincangkan. Lantaran permukiman padat penduduk di tepian Kali Ciliwung ini digusur oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Mengapa? Hal ini karena Pemprov DKI tengah melaksanakan proyek normalisasi kali dalam rangka menanggulangi banjir di Ibukota.
Sebelum masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok), upaya relokasi sudah sering dilakukan. Namun nampaknya warga enggan meninggalkan kampung kelahirannya tersebut, meski kerap dihajar banjir kala musim penghujan datang.
Hingga akhirnya, pada masa Ahok, warga Kampung Pulo berhasil dipaksa untuk pindah. Tak mendapat penggantian materi, namun Sang Gubernur menyediakan ganti tempat tinggal layak huni di Rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta Timur.
Mengapa warga enggan pindah dari Kampung Pulo? Konon kabarnya Kampung Pulo memiliki kisahnya sendiri yang tak banyak diketahui masyarakat Ibukota.
Seorang tokoh masyarakat asal Kampung Pulo Habib Sholeh bin Mukhsin Alaydrus menyebut perkampungan ini telah ada sejak sebelum Indonesia merdeka. Konon, kampung ini disebut punya andil dalam mengusir penjajah. Menurut Habib Sholeh, Kampung Pulo sudah ada sekitar abad ke-17 atau sekitar tahun 1800an.
“Sebelum ada Belanda di Indonesia, kampung ini sudah ada lebih dulu," ujar Habib Sholeh di Jakarta, Jumat (21/8/2015).
Bahkan, menurutnya, Kampung Pulo ini merupakan kampung pejuang. Ia menambahkan, pada masanya, Kampung Pulo menjadi tempat persembunyian para pejuang dari kejaran Belanda. Kawasan ini memang dulu dikenal lebih tertutup, dari perkampungan lain di wilayah Jatinegara.
Berabad lalu, Kampung Pulo merupakan hutan yang tak berpenghuni. Namun pada masa penjajahan Belanda, Kampung Pulo menjadi bagian dari wilayah Meester Cornelis. Kemudian, pada masa Belanda pula Kampung Pulo diubah menjadi pusat perniagaan di wilayah timur Jakarta. (mnx)