JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota dewan yang menyatakan bahwa sudah dua priode pendapatan mereka tidak naik dinilai bohong. Sebab berdasarkan catatan Center for Budget Analysis, kenaikan tunjangan DPR sudah dua kali terjadi.
"Kenaikan tunjangan pertama adalah, penghasilan bersih anggota dewan untuk tahun 2010 sebesar Rp.44.934.400," kata Peneliti anggaran dari CBA Uchok Sky Khadafi di Jakarta, Kamis (17/9/2015).
Kemudian, pada tahun 2013 atau slip gaji 2013, anggota dewan perbulan tahun 2013, penghasilan anggota dewan kotor sebesar Rp.67.274.345. Penghasilan bersih sudah dipotong pajak sebesar Rp.58.366.000.
"Jadi, selama menjadi anggota dewan sejak tahun 2009 - 2014, ada kenaikan penghasilan anggota dewan sebesar Rp.13.431.600. Kenaikan penghasilan ini diperoleh dari slip gaji tahun 2013 sebesar Rp.58.3 juta," terang dia.
Dari gambaran di atas, kata dia, diam-diam anggota DPR dan Sekjen DPR menaikan penghasilan anggota dewan sebesar Rp.13,4 juta.
"Penghasilan ini berasal dari pada slip gaji pada tahun 2010, sebagai jabatan anggota biasa, tidak mendapat anggaran untuk item," jelasnya.
Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran. Tapi, pada slip gaji tahun 2013, atau sesuai SK (surat keputusan) sekjen tahun 2013 tanggal 2 januari 2013, semua anggota dewan menerima: a). tunjangan kegiatan peningkatan fungsi pengawasan sebesar Rp.5 juta; b). Peningkatan fungsi legislasi sebesar Rp.5 juta; dan c). Peningkatan fungsi anggaran sebesar Rp.5 juta.
Memang, kata Uchok, kenaikan gaji ini bukan berasal dari item gaji pokok. Dimana gaji pokok sampai sekarang masih tetap sebesar Rp.42 juta.
"Tapi, kenaikan penghasilan anggota dewan ini, diakal-akali dengan cara membuka item baru atau penambahan nomenklatur baru seperti adanya kegiatan peningkatan fungsi pengawasan, legislasi, dan anggaran," ujarnya.
Selain itu, kenaikan tunjangan kedua adalah pendapatan anggota DPR dari tunjangan dari tahun 2014 ke 2015, mengalami kenaikan sebesar 60.4%. Pada 2014, pendapatan DPR sebesar Rp.434,2 milyar menjadi sebesar Rp.696,9 milyar.
"Untuk mendukung kenaikan tahun 2015 ini, maka keluar atau ada persetujuan prinsip menteri keuangan, untuk menyetujui kenaikan tunjangan DPR yang tertuang dalam menteri keuangan pada tahun 2015 atau dengan keputusan Menteri Keuangan nomor S-520/MK.02/2015 tertanggal 9 Juli 2015 sebagai batas kenaikan tunjangan DPR," terang dia.
"Selanjutnya, kenaikan pendapatan DPR pada tahun 2013, dan dari tahun 2014 ke 2015 sudah terlalu tinggi, dan fantastis bila dibandingkan dengan Pegawai negeri kenaikan hanya 6 persen."
Selanjutnya, kenaikan tunjangan anggota DPR ini, dinilai karena adanya kenaikan asumsi kurs dolar.
"Kenaikan pendapatan DPR ini, benar-benar tidak etis, karena, secara diam-diam naik begitu saja, tanpa ada pemberitahuan ke publik," tandas Uchok.
"Kenaikan DPR ini bisa Dikatakan bahwa APBN itu bukan milik rakyat, tetapi milik anggota dewan sendiri. Ingin naik tunjangan, tinggal bikin saja, dan bisa langsung naik. Sedangkan rakyat, harga-harga lagi naik, hanya bisa gigit jari saja. Sudah tunjangan naik dua kali, masih dikatakan masih kurang. Dasar DPR serakah, yang mereka pikirkan isi perut mereka sendiri." (iy)