JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Fachrul Razi menyebutkan, penduduk miskin di Indonesia meningkat hingga mencapai angka 860 ribu orang. Hal ini, menurut Fachrul Razi, disumbang oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memiliki beragam persoalan bangsa yang tak kunjung usai.
"Mulai dari melemahnya perekonomian nasional, kasus korupsi yang menjerat elit politik, konflik di daerah dan pembakaran lahan. Dalam dua hari terakhir BPS merilis hasil sensusnya dimana angka penduduk miskin di Indonesia mencapai angka 860 ribu orang," kata Fachrul Razi kepada TeropongSenayan di Jakarta, Sabtu (19/9/2015).
Baca juga :Menteri Jokowi Disemprot Soal Penambahan Hutang
Ia juga menambahkan, pada Maret 2015 sebanyak 28,59 juta orang atau 11,22 persen dari jumlah penduduk. Artinya, kata dia, jumlah penduduk miskin di Indonesia bertambah dibandingkan September 2014 ketika penduduk miskin berjumlah 27,73 juta jiwa atau 10,96 persen dari total jumlah penduduk.
Baca juga :Soal Ekonomi Meroket, Jokowi Dipinta Minta Maaf Pada Rakyat
"Pemerintah Jokowi-JK Tak Punya Solusi dalam mengatasi kemiskinan dan mengatasi krisis ekonomi," tandasnya.
Ia juga menambahkan, ditengah situasi seperti ini DPD RI menilai masih banyak program pemerintah yang tidak mempunyai langkah kongkrit dan kebijakan baik ditingkat nasional maupun daerah.
"Kenaikan harga BBM selama pemerintahan Jokowi menjadi faktor kuat penyumbang kemiskinan di Indonesia. Naiknya harga BBM berimbas pada naiknya harga pangan dan komoditas yang tidak seimbang dengan penghasilan masyarakat," sindir dia.
Hal ini, menurutnya, sesuatu hal yang aneh bila masyarakat miskin terus meningkat, sedangkan Bank Dunia mendukung penuh program Jokowi untuk pengentasan kemiskinan ekstrem dan mengupayakan kesejahteraan yang lebih merata di seluruh kepulauan yang luas ini.
Jadi, kata dia, hal ini kembali terkait dengan kebijakan pemerintah apakah pro kepada pengentasan kemiskinan atau tidak.
Padahal, lanjut dia, salah satu program Jokowi dalam kampanye presiden tahun lalu untuk pengentasan kemiskinan adalah desa produksi, desa sebagai pusat produksi. Desa akan menjadi pusat produk-produk pertanian yang akan di back up oleh pemasaran, permodalan, dan pergudangan.
"Sampai saat ini kebijakan tersebut belum nampak terealisasi, dana desa yang sudah ditransfer ke daerah belum bisa dijadikan solusi. Untuk selanjutnya pemerintah jangan terlalu sibuk jalan jalan dengan dalih mencari investor untuk pengembangan daerah," ujarnya.
"Setiap ada persoalan bangsa, pejabat selalu tidak berada ditengah rakyatnya. Pejabat selalu melihat dari menara gading tanpa turun kelapangan untuk menyerap aspirasi dan mencari solusi terhadap masalah," pungkas dia. (mnx)