JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Junimart Girsang geram dengan surat yang dikirimkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah ke MKD.
Pasalnya, dalam surat tersebut, Fahri meminta agar proses penyelidikan dugaan pelanggaran kode etik tidak dibuka ke media massa.
"Makanya surat dari beliau (fahri) ini kita anggap aneh, kita dilarang membuka segala macam lah. dengan pasal 10 pasal 15 lah . ini kan perkara tanpa aduan bukan dengan aduan," ujar Junimart dengan nada kesal di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (22/9/2015).
Politisi PDIP menilai perkara ini mesti diungkap ke publik tanpa ada yang harus ditutup-tutupi. Bahkan, dia menyarankan Setnov dan Fadli Zon agar menggugat media sosial karena sudah membesar-besarkan masalah ini.
"Kami angkat masalah ini karena publik ribut, publik mengetahui, jadi apa rahasianya. gak ada. orang tau donald trump orang tau setnov pengusaha. kenapa tidak gugat aja itu medsos kan rame disana," tutupnya.
Dikerahui, Pimpinan DPR mengirimkan sebuah surat ke MKD yang isinya meminta MKD tidak membuka perkara tersebut baik secara individu dan secara kelembagaan MKD kepada media massa dalam bentuk dan cara apapun.
Surat tertanggal 17 September itu ditandatangani oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Berikut isi surat tersebut: Surat dari Fahri Hamzah kepada MKD No PW/13895/DPR RI/IX/2015, Hal : Permintaan Keterangan kepada Sekjen DPR RI tertanggal 17 September 2015 Sehubungan dengan surat dari MKD No 302/SK-MKD/IX/2015, tanggal 16 September 2015, perihal permintaan keterangan kepada Sekjen DPR RI terkait penyelidikan perkara tampa pengaduan atas dugaan pelanggaran kode etik terkait kunjungan delegasi DPR RI ke Amerika Serikat , dengan ini kita sampaikan sebagai berikut :
1. Pada prinsipnya MKD memiliki kewenangan untuk memanggil pihak-pihak terkait dalam rangka penyelidikan sebelum dan sesudah sidang MKD dilaksanakan. Oleh karena itu pimpinan memahami permintaan MKD untuk meminta keterangan Sekjen DPR RI.
2. Dalam kaitan penanganan perkara perlu diingatkan dalam proses penanganan perkara harus sesuai dengan tatacara pemeriksaan pelanggaran kode etik yang mengharuskan MKD dan sistem pendukungnya untuk menjaga kerahasian proses pemeriksaan, dan tidak diperkenankan dipublikasikan sampai dengan perkara tersebut diputus (Pasal 10 dan Pasal 15 Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD).
Sehubungan dengan proses pemeriksaan perkara pimpinan meminta perhatian MKD untuk tidak membuka perkara tersebut baik secara individu dan secara kelembagaan MKD kepada media massa dalam bentuk dan cara apapun.(yn)