JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi masih berebut kewenangan untuk mengelola dana desa.
Sesuai dengan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, setiap desa di seluruh Indonesia akan mendapatkan dana antara Rp 800 juta - Rp 1,4 miliar. Namun, anggaran tersebut sampai saat ini belum dapat dicairkan karena masih ada 'sengketa' tentang kementerian mana yang punya otoritas untuk membagikannya ke desa-desa.
Pengamat politik dan ilmu pemerintahan Siti Zuhro berpendapat, yang lebih pas mengelola dana desa adalah Kemendagri. Sebab, kata dia, selama ini desa berada dalam pembinaan kementerian tersebut.
"Karena kemendagri lah yang memiliki otoritas menata daerah dan ikut bertanggungjawab terhadap maju-mundurnya daerah," ujar Zuhro kepada TeropongSenayan, Rabu (7/1/2015).
Zuhro menambahkan, semestinya dengan anggaran yang cukup signifikan itu memberikan peluang besar bagi desa dan masyarakatnya untuk maju dan berdaya.
Hanya saja, dia mengingatkan dana itu rentan menjadi ajang tarik-menarik kekuatan politik. "Politisasi dana desa bisa tak terelakkan ketika desa diyakini sebagai lumbung suara yang strategis dalam Pemilu dan Pilkada. Atas nama kepentingan politik inilah desa diperebutkan oleh parpol," tandasnya.
Zuhro mengingatkan agar menteri-menteri di Kabinet Jokowi yang berasal dari parpol untuk tidak menjadikan program dana desa sebagai alat pendulang suara dalam pemilu atau pemilukada.
Sebelumnya, Wasekjen PKB yang juga anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain meminta agar Presiden Jokowi memperjelas ketentuan terkait kementerian mana yang berhak atas desa.
Ia meminta supaya desa tidak lagi menjadi tanggung jawab Kemendagri. Akan tetapi dialokasikan agar menjadi tanggung jawab Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.(yn)