JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Kelonggaran izin ekspor konsentrat yang diberikan pemerintah kepada PT Freeport Indonesia (Freeport) menuai kecaman. Wakil Ketua Komisi VII DPR, Mulyadi menilai langkah pemerintah melanggar UU nomor 4/2009.
"Pemberian izin ini sangat bertentangan dengan UU. Kalau memang perlu diperpanjang, harus dibicarakan dengan DPR, karena UU itu dibuat oleh DPR dan pemerintah," ujar Mulyadi pada TeropongSenayan di komplek DPR, Jakarta, Senin (26/1/2015).
Mulyadi mengungkapkan, sesuai UU Minerba seluruh perusahaan pertambangan sebenarnya sudah diberikan waktu lima tahun sejak diberlakukan UU Minerba pada 2009. Namun hampir semua perusahaan gagal memanfaatkan masa transisi itu.
Sebab, selama masa transisi itu tidak ada satupun perusahaan yang berhasil membangun smelter sesuai ketentuan UU Minerba. Namun malah berlomba-lomba mengekspor bijih tambang. Tak terkecuai Freeport.
"Freeport seharusnya membangun smelter dahulu untuk pengelolaan pemurnian. Dia (Freeport-red) sudah menikmati izin ekspor selama lima tahun, tetapi belum bangun smelter," ujar Mulyadi yang juga politisi Partai Demokrat ini.
Mulyadi mengingatkan, kelonggaran yang diberikan pemerintah kepada Freeport tidak hanya melangar UU Minerba. Namun pemerintah juga dinilai mengambil keputusan secara sepihak yang bertentangan dengan UU tanpa berbicara dengan DPR.
"Kalau melangar UU itu sangat berbahaya bagi pemerintah. Oleh karena itu tadi kita simpulkan di rapat Komisi VII kita akan pertanyakan Menteri ESDM. Biasanya kalau ada pasal-pasal yang tidak bisa dijalankan DPR dan pemerintah mencari solusi bersama," papar Mulyadi.(ris)