Mantan serdadu yang aktif dan dominan berperan semasa Orde Baru ini, Syarwan Hamid menulis surat terbuka langsung to the point, bahwa dirinya bukan orang politik. Paparan Syarwan Hamid ini dimuat juga secara di WA. Hingga mendapat respon dari berbagai kalangan, termasuk dari lingkaran Istana.
Meski dengan gaya dan nada bercanda, komentar Beathor Suryadi di WA menggelitik kenangan masa lalu saya yang ikut aktif mengkritisi kebijakan Soerharto, dimana Syarwan Hamid pun dominan berperan menekn kalangan aktivis yang selalu dianggap diseberang rezim prnguasa.
Seloroh Beathor Suryadi di WA menanggapi surat terbuka Syarwan Hamid itu pun langsung membandingkan masa Orde Baru dengan masa Nawacita-nya Jokowi, lantaran membrangus Ormas tanpa melalui proses hukum, sehingga rezim Jokowi terkesan memusuhi Umat Islam, sehubungan dengan eksistensi Ormas Hizbuth Takhrir Indonesia (HTI). Pada masa Syarwan Hamid kata Beathor Suryadi, rezim Orde Baru justru lebih parah. Pakai dor segala, selorohnya.
Namun yang pasti, itikad baik Syarwan Hamid untuk mengingatkan keculasan rezim Jokowi yang sedang berkuasa sekarang, harus segera dihentikan. Mulai dari mengkriminalisasi tokoh Islam, memberi bantuan yang tidak adil, membubarkan HTI dengan tuduhan tidak melalui proses hukum.
Bahkan kepongahan Mendagri pun semakin menjadi-jadi hendak melibas 4 Ormas Islam lainnya. Menurut Syarwan Hamid inilah kesombongan Mendagri yang dinilainya sangat nekat itu. Karena memang tidak cuma memancing rasa resah masyarakat, tetapi juga dapat memicu kerusuhan.
Karena cara menangani masalahnya seperti itu, kata Syarwan Hamid, artinya pemerintah sendiri telah memprovokasi perlawanan kekerasan dari masyarakat.
Syarwan Hamid pun mengkritisi cara kerja intelihen yang buruk, karena dikomando oleh personil yang berasal dari Kepolisian. Karenanya, dia pun menyarankan agar komandan intelijen dikembalikan kepada Tentara, seperti yang pernah dijabat oleh Purnawirawan TNI, sebelumnya, Sutiyoso.
Nasehat Syarwan Hamid via surat terbukanya untuk Jokowi, "dari pengalaman saya dan bangsa di masa lalu, tidak ada pemerintahan yang bisa bertahan, jika tidak menjalin hubungan yang harmonis dengan umat Islam.
Nasehat yang hendak Syarwan Hamid sampaikan dalam surat terbukanya ini jelas agar Jokowi jangan sampai nekat memusuhi umat Islam, karena resikonya akan sangat fatal. Jika menggunakan istilah kalangan pesantren di kampung saya, cara nekad seperti itu bisa jadi kuwalat.
Saya suka dengan ketulusan -- keterbukaan -- seperti yang disampaikan itu. Begitu juga dengan sikap waskita kalangan istana yang diwakili mantan aktivis tangguh sekaliber Beathor Suryadi yang masih sempat menyimak suara dari jalanan.(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #