Opini
Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior) pada hari Jumat, 25 Agu 2017 - 08:02:15 WIB
Bagikan Berita ini :

SARACEN: Cyber Persecution, SARA, Pelecehan dan Adu Domba

61IMG_20170201_194417.jpg
Asyari Usman (Wartawan Senior) (Sumber foto : Istimewa )

Ada postingan yang ditulis atas nama “Suara Netizen”, tertanggal 23 Agustus 2017, yang menjelaskan tentang keberadaan dari so-called “perangkap intelijen” yang bertugas untuk menjaring akun-akun medsos yang dianggap antipemerintah. Tujuannya, kata penulis, untuk membungkam akun-akun yang mengeritik pemerintah.

Positngan itu berjudul “Ketakutan Baru Itu Bernama SARACEN”. Baru di akhir tulisan diketahui bahwa kata ini adalah akronim dari “Sandi Rahasia untuk Cipta Pengendalian”. Serba tak jelas, apakah memang diakronimkan seperti itu ataukah dibuat dengan mengada-ada.

Tidak disebutkan siapa yang menciptakan akronim ini. Tidak jelas juga apakah “Saracen” memang pekerjaan intelijen.

Tetapi, dari mana pun dan atas gagasan siapa pun munculnya “Saracen”, saya menganjurkan agar cepat-cepat menghentikan pemakaian kata ini. Kalau Anda yang menginisiasi penggunaan istilah itu sudah paham definisi aslinya, berarti Anda sangat ceroboh. Bisa terbaca niat buruk Anda. Anda sengaja melakukan “profiling” terhadap umat Islam. Dengan memperkenalkan kata itu, baik sebagai akronim maupun sebagai terminologi, sesungguhnya Anda bermaksud memojokkan umat Islam.

Berarti Anda sedang memberikan label negatif terhadap kaum muslimin. Anda sangat dengki. Anda sangat jahat. Siapa pun Anda.

Mengapa saya katakan begitu? Mari simak definisi Saracen.

Menurut kamus bahasa Inggris, Oxford Dictionary, “Saracen” adalah sebutan pada masa Perang Salib untuk “orang Arab atau orang Islam”. Di Wikipedia berbahasa Inggris, gambaran yang sangat jelek tentang “Saracen” lebih gamblang lagi. Di dalam lieratur Abad Pertengahan, “Saracen” dipakai untuk menggambarkan “kaum muslimin” yang berkulit gelap, sedangkang orang yang berkulit agak cerah disebut “Kristen”. Dari sini, “Saracen” jelas bermakna rasis.

Di kamus Oxford itu, ada banyak contoh penggunaan kata “Saracen” dalam kalimat-kalimat yang menunjukkan permusuhan antara kaum Kristen dan kaum Muslimin pada masa Perang Salib. Kalau Anda, penggagas akronim “Saracen” ini dan sudah membaca kutipan-kutipan yang menggunakan kata yang kental SARA itu, pastilah Anda tidak akan memunculkannya di tengah situasi sosial-politik, khususnya sospol dunia maya, yang kurang baik di Indonesia saat ini.

Ini beberapa kutipan di Oxford Dictionary: “The banner of the Knights Templar fluttered over the burning plains of the Holy Land 800 years ago as Crusaders clashed with the Saracens.” Atau, contoh lainnya seperti ini: “It was only after the final expulsion of the Saracens in about 1000 C.E., that people returned to living on the coast.”

Kedua contoh kalimat itu menggambarkan “Saracen” sebagai “kaum Muslimin”. Menggambarkan situasi Perang Salib. Memang Anda bisa berkilah bahwa kedua contoh di atas adalah fakta sejarah. Betul sekali. Memang tidak masalah dari sudut pandang akademik. Tetapi, pada saat ini, kata maupun akronim “Saracen” tidak sedang diseminarkan di kampus. Ia sedang beredar di medsos. Dan, Anda tahu bagaimana medsos meramaikan situasi di NKRI yang sama-sama kita sayangi dan kita jaga itu.

Coba kita jawab pertanyaan ini: kemaslahatan apa yang akan Anda dapat dari penggunaan akronim “Saracen” itu, jika dimaksudkan sebagai operasi intelijen dalam membungkam akun-akun yang bertentangan dengan pemerintah atau mengeritik pemerintah?

Tidak ada, bukan? Malahan, setelah definisi “Saracen” dari kamus-kamus dan Wikipedia sekarang ini terjelaskan, Anda (si penggagas dan pengguna akronim itu) bahkan tampak (1) sengaja melecehkan “kaum Muslimin” (Saracen); dan (2) ingin mengadu-domba umat Islam dan umat Kristen, khususnya.

Apa dasar untuk mengatakan begitu? Kalau betul “Saracen” adalah bagian dari operasi intelijen untuk membungkam akun-akun antipemerintah (yang unofficially dikonotasikan sebagai akun milik umat Islam), maka tidak ada tafsiran lain dari penggunaan akronim ini kecuali untuk merujuk pada “kaum Muslimin”. Jadi, penggunaan kata atau akronim “Saracen” bertujuan untuk memojokkan umat Islam.

Saran saya adalah kalau pun Anda (penggagas dan pemakai akronim “Saracen”) ingin gagah-gahahan dalam menyingkat nama operasi intelijen Anda, sebaiknyalah segera buat akronim lain. Karena, dari titik mana pun Anda tengok, maka “Saracen” yang dipanjangkan menjadi “Sandi Rahasia untuk Cipta Pengendalian” sangat “obvious” (nyata) dimaksudkan sebagai operasi anti-kaum Muslimin, c.q. anti-akun medsos kaum Muslimin.

Kalau Anda (penggagas dan pengguna akronim “Saracen”) merasa punya tugas untuk memberantas akun-akun yang Anda anggap tidak boleh eksis, silakan saja. Buat saja akronim atau singkatan lain. Dengan menggunakan “Saracen”, tidak terelakkan kesan bahwa sedang berlangsung pengejaran terhadap akun medsos milik umat Islam di Indonesia. Bahkan tidak berlebihan disebut sebagai "cyber persecution" (persekusi dumay) terhadap kaum Musimin pengguna medsos.

Penggunaan akronim ini hanya akan memperkeras saling tak percaya, saling curiga, antara kaum Muslimin dan umat agama lain. Sangat berbahaya. Mari kita semuanya, baik kaum Muslimin maupun saudara-saudara kita umat agama lain, uatamnya umat Kristen, beramai-ramai memprotes penggunaan akronim “Saracen”. Akronim yang sarat dengan nuansa SARA, pelecehan, dan adu domba.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #saracen  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
IDUL FITRI 2025 AHMAD NAJIB Q
advertisement
DOMPET DHUAFA RAMADHAN PALESTIN
advertisement
IDUL FITRI 2025 WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2025 HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2025 HERMAN KHAERON
advertisement
Opini Lainnya
Opini

GADUH IJAZAH PALSU JOKOWI, KENAPA MEGAWATI TERUS BUNGKAM?

Oleh Edy Mulyadi, Wartawan Senior
pada hari Selasa, 22 Apr 2025
Jakarta, 22 April 2025, TEROPONGSENAYAN.COM - Kasus ijazah Jokowi kembali bikin gaduh. Ramai di ruang sidang. Meledak di media sosial. Jadi bahan omongan di mana-mana. Publik terus bertanya: Asli ...
Opini

Hatta dan Danantara

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Suatu hari di bulan November 1945. Bung Hatta berbincang dengan Bung Karno. Tentang sumber pembiayaan pembangunan Indonesia. Termasuk bagaimana menggerakkan perekonomian ...