Komite Pencegahan Korupsi DKI Jakarta yang baru saja dibentuk Gubernur Anies Baswedan, menuai pro-kontra. Komite ini dinilai mirip KPK tandingan.
Menariknya, komite ini dipimpin oleh mantan Komisioner KPK, Bambang Widjojanto dan empat anggota, yakni; aktivis LSM HAM Nursyahbani Katjasungkana, mantan Wakapolri Komjen Oegroseno, peneliti ahli tata pemerintahan Tatak Ujiyati, dan mantan Ketua TGUPP pada pemerintahan sebelumnya Muhammad Yusuf.
Publik menyambut positif kehadiran KPK DKI sebagai terobosan strategis untuk mencegah sekaligus mengungkap kasus-kasus korupsi APBD yang terjadi di masa lalu.
Dari sisi pencegahan, KPK DKI sudah tentu berperan mendorong terbentuknya clean government dan Good Governance. Dengan sasaran transparansi APBD dan percepatan reformasi birokrasi.
Selain itu, terkait dengan aneka skandal APBD yang terjadi di era gubernur Joko Widodo, Basuki Tjahja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, apakah juga menjadi garapan KPK DKI?
Mengingat ketiga mantan gubernur tersebut meninggalkan jejak hitam, kerugian negara bernilai puluhan triliun rupiah. Di antaranya kasus Trans Jakarta, RS Sumber Waras, Proyek Reklamasi, skandal pembelian lahan Cengkareng Barat dan kasus-kasus lainnya.
Untuk kasus Trans Jakarta, beberapa pelakunya sudah diseret ke meja hijau, namun keterlibatan aktor utamanya hingga kini masih dipertanyakan. Ihwal itu juga terjadi pada kasus-kasus besar lainnya dan dalangnya terkesan kebal hukum.
Jika komitmen KPK DKI bertujuan untuk mendorong proses penegakkan hukum, maka segala praktek KKN APBD yang terjadi di masa lalu tidak boleh diabaikan. Perlu dilakukan evaluasi dan audit investigasi dengan melibatkan Polri, KPK dan BPK.
Mengingat, bila merujuk pada temuan BPK, Laporan Keuangan di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 mengungkapkan terdapat 50 temuan senilai Rp. 30,15 Triliun atau separuh anggaran dari Peraturan Gubernur 2015 Rp 69,28 Triliun.
Sebelumnya, laporan temuan BPK atas APBD DKI Jakarta 2013 terdapat 86 proyek yang ganjil, berpotensi merugikan daerah dengan nilai total Rp 1,54 triliun. Masih banyak lagi skandal KKN lainnya yang ditemukan BPK pada periode Jokowi, Ahok dan Djarot.
KPK DKI harus berani melakukan terobosan untuk memutus mata rantai kejahatan KKN di masa lalu. Sehingga memberi demarkasi yang tegas bahwa rezim Anies-Sandi tidak dicurigai melakukan bargaining dan kompromi.
Semoga KPK DKI tidak gentar menghadapi mafia hukum, makelar kasus dan intervensi pemerintah pusat. Menghadapi tantangan tersebut, perlu melibatkan dukungan partisipasi publik. Dan hal itu hanya dapat terwujud bila peran KPK DKI bertindak transparan dan tidak elitis.
Selamat berjuang, pertarungan melawan kejahatan telah dideklarsikan dengan gagah. Jangan sampai hanya menjadi lapak pencari kerja dan pajangan kepentingan politis!(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #