Korporasi, jelas, bukan pemerintah, juga bukan hukum, apalagi penegak hukum. Korporasi, harus diakui bukan penantang paling tangguh bagi pemerintah, politisi dan hukum. Tetapi pemerintah, politisi dan hukum, dalam sejarah hukum dibelahan dunia lain, sering keringatan kala berhadapan dengan korporasi.
Mereka, pada tahap dan kasus tertentu memainkan peran kunci terjadinya perubahan mendasar lingkungan politik dan hukum baru yang memungkinkan mereka terus berjaya. Menariknya kekuatan itu, nampak tak dimiliki korporasi dalam gelanggang Lippo Group. Sejumlah orangnya, disidik Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK. Mereka diduga mengetahui hal-ihwal hukum yang terangkai dengan penyuapan pejabat dan aparatur sipil negara yang melegalisasi pembangunan Mei Karta.
Temuan Menarik
Mereka yang diperiksa, seperti biasa dalam hukum, pasti diduga sebagai orang yang mengetahui peristiwa hukum yang mendahului peristiwa pidana, suap ini. Menelusuri peristiwa yang mendahuluinya, memungkinkan KPK menemukan fakta, yang bila beralasan cukup, menetapkan lagi tersangka baru dalam deretan tersangka yang telah ditetapkan pada saat ini.
Sejauh data yang terpublikasi, KPK nampaknya telah menemukan fakta, yang dijadikan dasar dugaan adanya penanggalan mundur penerbitan sejumlah dokumen terkaitizin, yang diperlukan untuk membangun Meikarta. Dokumen-dokumen itu, sejauh yang terpublikasi, meliputidokumen IMB, Lingkungan dan Pemadam kebakaran.
Dugaan KPK, normalnya, mesti bersumber pada satu dari dua kemungkinan; keterangan para saksi atau dokumen yang disita. Tidak mungkin lain dari itu. Mengapa? Karena kasus ini telah berada pada level penyidikan, yang memungkinkan penyidik memeriksa saksi secara pro justisia dan dilakukan penyitaan. Sumber manapun yang digunakan KPK sebagai dasar dugaan -keterangan saksi atau dokumen - adanya figur pembuat penanggalan mundur atas dokumen itu, dugaan itu beralasan.
Dimana letak masalahnya? Apakah masalahnya terletak pada figur yang membuat penanggalan mundur itu, bukan figur secara hukum administrasi berwenang menerbitkan dokumen itu? Apakah masalahnya terletak pada fakta yang ditunjuk secara materil dalam dukumen itu tidak relefen, irefant fact?
Andai figur yang menerbitkan dokumen itu memiliki otoritas untuk tindakan hukum itu, tetapi tanggal penerbitannya dimundurkan, maka akibat hukum yang timbul, dalam kerangka hukum administrasi negara adalah dokumen itu mengandung cacat secara materil.Letak cacatnya adalah waktu yang ditunjuk dalam dokumen itu, secara obyektif, bukan waktu terjadi atau dilakukan perbuatan materil penandatangan dokumen itu.
Untuk apa fakta ini ditemukan? Fakta ini bernilai adanya penyalahgunaan wewenang. Apakah penyalahgunaan wewenang ini akan berakibat pejabatnya dapat dikategorikan melakukan perbuatan pidana? Tidak otomatis begitu, tetapi bukan tidak bisa. Bisanya mengkategorikan perbuatan ini sebagai peerbuatan pidana bila, sekali lagi bila, ditemukan fakta lain yang, tentu melawan hukum, misalnya perbuatan dilakukan setelah pejabat itu disuap.
Sita
Tetapi terlepas dari itu, pengunduran tanggal, bagi penyidik, tidak mungkin dinilai sebagai perbuatan yang berdiri sendiri atau tak terjalin dengan perbuatan hukum lain. Perbuatan hukum lain itu, yaitu membangun bangunan, mesti diduga, telah dilakukan –dibangun- tetapi tidak cukup hukumnya sebagai perbuatan hukum yang sah. Keabsahan perbuatan hukum yang disebut terakhir, bisa jadi oleh hukum administrasi negara digantungkan pada syarat tertentu, syarat yang bersifat menentukan munculnya keabsahan.
Bila syaratnya belum terpenuhi secara sempurna, utuh, perbuatan hukum“membangun bangunan” yang keabsahannya digantungkan pada sayarat itu, demi hukum, menjadi perbuatan yang tidak sah. Dinsinilah letak menariknya. Menarik, karena secara hukum pembangunan mesti dihentikan. Penghentian ini merupakan konsekuensi logis berlakunya hukum. Masalahnya siapa harus menghentikannya? KPK atau Pemda Bekasi?
KPK, cukup jelas bukan organ yang menerbitkan dokumen izin atau izin itu sendiri. Oleh karena bukan organ yang menerbitkan dokumen-dokumen itu, maka KPK pada titik tak berwenang mencabut izin itu. Ini cara pandang hukum administrasi negara. Tetapi apakah KPK benar-benar tidak bisa, bukan mencabut, melainkanmelakukan tindakan hukum lain sesuai kewenangannya, dengan akibat terhentinya pembangunan bangunan itu? Bisa.
Disebabkan KPK sedang menyidik kasus ini, maka secara hukum dapat, bukan wajib, tergantung penilaian penyidik, menggunakan kewenangan, bukan mencabut izin, melainkan “menyita” bangunan itu. Mengapa? Membangun bangunan adalah sebab, bersifat primer, pengurusan izin yang, dalam kenyataannya disertai penyuapan. Primer karena izin membangun tidak ditujukan pada obyek lain selain membangun bangunan yang diurusi izinnya itu.
Konsekuensinya, penyuapan dalam pengurusan izin untuk legalisasi pembangunan, bernilai hukum sebagai perbuatan hukum yang terangkai atau terjalin secara logis, sempurna, menjadi satu kesatuan perbuatan pidana, actus reus. Pada titik ini cukup logis untuk menyatakan penyitaan terhadap bangunan itu bersifat imperatif, tentu dalam kerangka penyidikan.
Sama imperatifnya dengan penyitaan bangunan, KPK, bila dan bila, memiliki keyakinan, tentu berdasarkan barang bukti yang dinilai cukup tentang bermasalahnya izin linkungan dan Pemadam Kebakaran, maka dokumen-dokumen ini juga logis disita. Toh, sejauh data yang terpublikasi, terlihat KPK telah menempatkan dokumen-dokumen ini dalam karangka peristiwa penyuapan. Akankah KPK menyitanya atau dengan caranya sendiri menempatkan pemda bekasi dalam keadaan harus mencabut izin-izin itu? Mari menantikannya. (*)
Jakarta, 20 November 2018
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #proyek-meikarta #kpk