JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi Agama (Komisi VIII) DPR menilai Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaran Haji dan Umroh. Pasalnya, Menag hari ini mengumumkan pembatalan keberangkatan jemaah pada penyelenggaran haji 1441H/2020 M secara sepihak tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR.
Keputusan tersebut yang tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020, diambil karena mengutamakan keselamatan jemaah di tengah pandemi virus korona. Selain itu, Arab Saudi juga belum membuka akses layanan penyelenggaraan ibadah haji 1441 H/2020 M. Sehingga, pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah.
"Pasal 46, 47, 48 UU Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaran Haji dan Umrah disebutkan bahwa biaya haji diputuskan bersama DPR. Logikanya pembatalan harus keputusan bersama DPR. Tidak bisa sepihak," kata Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Gerindra Muhammad Husni saat dihubungi, Selasa, 2 Juni 2020.
TEROPONG JUGA:
> Pelaksanaan Ibadah Haji Tahun Ini Ditiadakan
Pasal 46 UU Nomor 8/2019 berbunyi:
(1) Menteri menyampaikan usulan besaran Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) kepada DPR RI untuk keperluan BPIH.
(2) Usulan BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri kepada DPR RI paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah penyampaian laporan hasil evaluasi penyelenggaraan Ibadah Haji tahun sebelumnya.
Pasal 47 berbunyi:
(1) Persetujuan DPR RI atas usulan BPIH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 diberikan paling lama 60 (enam puluh) Hari setelah usulan BPIH dari Menteri diterima oleh DPR RI.
(2) Dalam hal BPIH tahun berjalan tidak mendapat persetujuan dari DPR RI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besaran BPIH tahun berjalan sama dengan besaran BPIH tahun sebelumnya.
Pasal 48 berbunyi:
(1) Besaran BPIH ditetapkan oleh Presiden paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah usulan BPIH mendapatkan persetujuan dari DPR RI.
(2) Besaran BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersumber dari Bipih, Nilai Manfaat, Dana Efisiensi, dan/atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan dari DPR RI.
(3) Besaran BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan sesuai dengan mekanisme ketentuan peraturan perundang-undangan.
Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Bukhori Yusuf mengungkapkan persetujuan DPR yang tercantum dalam UU Penyelenggara Haji dan Umrah sebenarnya tidak hanya dari sisi biaya saja. Tetapi hal itu terkait juga mengenai kuota jemaah haji, petugas dan pengawas haji dan umrah. Sebab itu, tegas Bukhori, sebelum Menag mengeluarkan PMA Nomor 494 tahun 2020, harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari DPR.
"Menag belum melakukan rapat kerja (raker) bersama DPR khusus terkait masalah pembatalan ini. Sebab itu saya memandang bahwa sikap atau cara Menag di dalam membatalkan pemberangkatan haji ini melanggar UU 8/2019," kata Bukhori saat dihubungi terpisah.
Lebih lanjut anggota badan legislasi (Baleg) DPR ini mengatakan Menag juga melanggar UU Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolahan Keuangan Haji. Pasalnya, Menag sebelumnya memberikan fungsi baru pada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dimana setoran pelunasan Jemaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun ini, akan menjadi jemaah haji 1442 H/2021 M.
Selanjutnya Bipih yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola secara terpisah BPKH. Padahal, kata Bukhori, dalam Pasal UU 34/2014 tidak ada kewenangan BPKH seperti itu.
"Ini niat baik tapi dengan cara yang salah. Lagi-lagi ini melanggar UU 34/2014 tentang pengelolahan dana haji, khususnya Pasal 20, tidak ada kewenangan itu. Berarti Menag dengan serta merta sendiri tanpa persetujuan DPR bahwa dia memberikan fungsi baru pada BPKH," jelasnya.
Segera Rapat
Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar Mohammad Saleh mengatakan Komisi VIII akan melakukan rapat internal untuk membahas masalah ini. Sekaligus menjadwalkan rapat kerja dengan Menag dalam waktu dekat ini. "Kita pasti akan bahas persoalan ini dengan Menag. Kan pembatalan ini banyak konsekuensinya termasuk soal anggaran yang bersumber dari APBN, dan semua itu harus persetujuan DPR," kata Mohammad Saleh.
Senada dengan Husni dan Bukhori, Saleh menilai seharusnya Menag sebelum mengambil keputusan pembatalan ini mesti berkonsultasi dengan DPR, seperti ketika menetapkan besaran biaya haji. Pasalnya, lanjut dia, hal ini kan menyangkut 220.000 calon jemaah haji. Apalagi sebelum keputusan ini, calon jemaah haji diminta melunasi setoran biaya haji yang kini sudah dilaksanakan oleh calon jemaah haji.
"Tiba-tiba hari ini diumumkan pembatalan. Tentu masyarakat utamanya calon jemaah haji pasti bertanya-tanya dan sebagian pasti kecewa," ujarnya.