Jakarta (TEROPONGSENAYAN)-Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap hasil investigasinya terkait tewasnya 6 laskar FPI di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek (Japek). Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan pihaknya menemukan beberapa fakta penting.
Fakta pertama tentang pengerahan petugas Polda Metro Jaya untuk membuntuti Muhammad Rizieq Shihab atau MRS atas dugaan pengerahan massa. Mobil rombongan MRS, kata Anam, dibuntuti sejak dari Sentul. Kemudian masuk ke Gerbang Tol Sentul Utara 2, hingga Tol Cikampek, dan keluar pintu Tol Karawang Timur.
"Hal tersebut dibuktikan dengan adanya surat tugas terhadap sejumlah anggota Direskrimum Polda Metro Jaya tertanggal 5 Desember 2020 untuk melakukan pembuntutan terkait keberadaan MRS," kata Anam dalam keterangan resminya kepada awak media, Jumat (8/1).
Fakta selanjutnya, kata Anam, terjadi upaya pengintaian dan pembuntutan terhadap MRS, yang dilakukan oleh petugas bukan dari kepolisian. Pengintaian itu dilakukan sejak 4 Desember 2020 di di Markaz Syariah.
Selanjutnya, kata Anam, Komnas HAM menemukan fakta konsentrasi petugas keamanan berseragam lengkap pada tanggal 6-7 Desember 2020 di sejumlah titik sepanjang Tol Jakarta-Cikampek. Namun, kata dia, pengerahan kepolisian itu bukan berkaitan dengan peristiwa tewasnya enam laskar FPI. Dipastikan bahwa konsentrasi petugas bersenjata lengkap tersebut dalam rangka proses pengawalan terhadap iringan rombongan pembawa vaksin COVID-19 dari Bandara Soekarno Hatta menuju Bio Farma di Bandung.
Fakta selanjutnya, kata Anam, berkaitan dengan tidak berfungsinya kamera pengawas milik Jasa Marga di beberapa titik Tol Jakarta-Cikampek, saat kejadian tewasnya enam laskar. Dari hasil investigasi, kata Anam, telah terjadi kegagalan pengiriman rekaman gambar kamera pengawas melalui saluran milik Jasa Marga. Hal itu berakibat putusnya fiber optik di dalam sebuah Joint Closure CCTV di beberapa ruas Tol Jakarta-Cikampek. "Menyebabkan tidak berfungsinya CCTV mulai dari KM 49-KM 72 ruas Tol Jakarta-Cikampek sebagaimana mestinya," ujar dia.
Langgar HAM
Komnas HAM juga menuturkan jika terbunuhnya enam orang laskar FPI ini terjadi dalam dua situasi yang berbeda. Empat diantaranya meninggal karena terjadi tindakan pembunuhan di luar hukum, sedangkan dua lainnya terjadi saat kejar-kejaran di dalam tol jalan Internasional Karawang Barat.
Terlebih, saat keempat anggota laskar FPI itu berada di KM 50 tol Cikampek, mereka sempat dibawa ke dalam mobil polisi. Diduga, di dalam mobil itulah mereka meregang nyawa. "Didapatkan fakta telah terjadi kejar mengejar, saling serempet dan seruduk, serta berujung saling serang dan kontak tembak antara mobil Laskar Khusus FPI dengan mobil Petugas, terutama sepanjang jalan Internasional Karawang Barat, diduga hingga sampai KM 49 dan berakhir di KM 50 Tol Jakarta Cikampek," kata Anam.
"Di KM 50 Tol Cikampek, 2 orang anggota laskar ditemukan dalam kondisi meninggal, sedangkan 4 (empat) lainnya masih hidup dan dibawa dalam keadaan hidup oleh petugas kepolisian. Terdapat pula informasi adanya kekerasan, pembersihan darah, pemberitahuan bahwa ini kasus narkoba dan terorisme, pengambilan CCTV di salah satu warung dan perintah penghapusan dan pemeriksaan handphone masyarakat di sana," ungkapnya.
Di sisi lain, kematian empat laskar di dalam mobil polisi itu hanya didapati keterangan dari anggota polisi. Maka dari itu, Komnas HAM menyebut jika pembunuhan itu masuk dalam kategori pelanggaran HAM. "Bahwa empat anggota Laksus tersebut kemudian ditembak mati di dalam mobil petugas saat dalam perjalanan dari KM 50 ke atas (menuju Polda Metro Jaya) dengan informasi hanya dari petugas kepolisian semata bahwa terlebih dahulu telah terjadi upaya melawan petugas yang mengancam keselamatan diri sehingga diambil tindakan tegas dan terukur," ucap Anas.
Anas juga meminta jika pengusutan kematian empat anggota laskar itu harus dibawa ke ranah hukum. Hal itu agar kemudian bisa didapati kebenaran materiil yang lengkap dan adil. "Peristiwa tewasnya 4 (empat) orang Laskar FPI merupakan kategori dari pelanggaran HAM. Oleh karenanya, Komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan Pidana guna mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan," kata Anas.
Berdasarkan penyelidikan Komnas HAM, terungkap fakta adanya peristiwa laskar FPI sempat menunggu mobil polisi yang melakukan pembuntutan.
"Terdapat konteks kesempatan untuk menjauh oleh mobil FPI dari petugas, namun malah mengambil tindakan menunggu mobil petugas. Jadi setelah kami crosscheck voice note terus melihat titik-titik di lapangan terus juga melihat linimasa salah satu temuannya di samping eskalasi adalah terdapat konteks kesempatan untuk menjauh oleh mobil FPI dari mobil petugas, namun malah mengambil tindakan untuk menunggu mobil petugas tersebut," katanya.
FPI Bisa Menghindar
Choirul mengungkapkan antara mobil laskar FPI yang mengawal Habib Rizieq Shihab dan mobil polisi sempat berjarak saat keluar dari pintu Tol Karawang Timur. Dua mobil laskar FPI kala itu memiliki kesempatan untuk menjauh, tapi justru memilih menunggu.
"Kedua, mobil FPI berhasil membuat jarak dan memiliki kesempatan untuk kabur dan menjauh namun mengambil tindakan untuk menunggu. Akhirnya mereka bertemu kembali dengan mobil petugas K-9143-EL serta dua mobil lainnya, yaitu B-1278-KJG dan B-1739-PWQ," tuturnya.
Karena itu, menurutnya, fakta tersebut berperan penting dalam rangkaian peristiwa Km 50. Sebab, menurut Choirul, peristiwa menunggu tersebut menjadi pemicu kasus Km 50 yang menewaskan 6 laskar FPI.
"Soal proses ditunggu itu, kenapa ditunggu itu dan sebagainya penting bagi kita semua, dengan asumsi begini, kalau nggak ada proses menunggu peristiwa Km 50 tidak akan terjadi. Jadi kalau nggak ada proses menunggu peristiwa Km 50 tidak akan terjadi," ujarnya.
"Karena ditunggu makanya peristiwa gesekan macam-macam, tembak-menembak sampai Km 50, sampai ke atas itu nggak akan terjadi kalau itu nggak ditunggu. Nah itu menurut kami satu standing yang cukup penting," sambung Choirul.
Choirul pun kembali menekankan bahwa peristiwa Km 50 tidak akan terjadi jika saat itu laskar FPI yang mengawal Habib Rizieq Shihab menjauh dari mobil polisi. Menurutnya, peristiwa tersebutlah yang kemudian mengakibatkan adanya eskalasi dengan polisi.
"Jadi kalau tadi dibaca ulang-ulang, sebetulnya ada yang lain juga diulang-ulang, tapi penjelasannya begitu. Jadi peristiwa Km 50 itu tidak akan terjadi kalau di titik-titik tadi itu nggak ada proses yang ditunggu," tegasnya.
Sikap Polri
Kapolri Jenderal Idham Azis merespons temuan dan rekomendasi Komnas HAM. Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengungkapkan, Jenderal Idham langsung membentuk tim khusus (timsus) yang terdiri dari Bareskrim Polri, Divisi Hukum Polri, dan Divisi Propam Polri.
Timsus ini akan menyelidiki temuan Komnas HAM soal dugaan pelanggaran HAM anggota polisi kepada empat Laskar FPI. "Kapolri Jenderal Idham Azis merespons dengan menginstruksikan membentuk timsus untuk menindaklanjuti temuan dari Komnas HAM," kata Argo dalam keterangannya, Jumat (8/1).
Jenderal bintang dua ini menuturkan, timsus itu akan menindaklanjuti temuan Komnas HAM secara profesional dan terbuka kepada masyarakat. "Tentunya timsus ini akan bekerja maksimal, profesional dan terbuka dalam mengusut oknum anggota polisi terkait kasus itu," tegas Argo.
Argo menambahkan, hasil penyelidikan dan investigasi yang disampaikan Komnas HAM bahwa laskar FPI membawa senjata api yang dilarang oleh undang-undanf.
Bahkan, kata Argo terjadi aksi saling tembak dan benturan fisik karena laskar FPI melawan petugas.
“Menurut Komnas HAM penembakan yang dilakukan petugas lapangan tanpa perintah atasan sehingga Komnas HAM merekomendasikan dibawa ke peradilan pidana bukan ke Pengadilan HAM," kata Argo.
Tanggapan DPR
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani yakin pimpinan Polri akan menindaklanjuti hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). "Kami di Komisi III DPR RI yakin pimpinan Polri dalam hal ini Kapolri dan para pejabat utamanya akan berbesar hati menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM," kata Arsul di Jakarta, Jumat (8/1/2021).
Dia mengatakan Komisi III DPR akan meminta agar Bareskrim dan lembaga internal pengawasan Polri menjadikan hasil penyelidikan Komnas HAM, terutama yang menyimpulkan meninggalnya anggota laskar FPI merupakan pelanggaran HAM, sebagai bahan untuk melakukan proses hukum lebih lanjut.
Menurut dia, tidak ada yang perlu ditutup-tutupi seperti komitmen Kabareskrim yang akan bersikap transparan dalam mengungkap peristiwa tersebut. "Tentu kita meyakini meninggalnya para anggota FPI merupakan tindakan aparatur Polri di lapangan yang ternyata berdasarkan penyelidikan Komnas HAM dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran HAM yang menyebabkan hilangnya nyawa sejumlah manusia. Bukan karena dari awal adanya perintah menembak mati," ujarnya.
Dia berharap Polri memproses temuan Komnas HAM tersebut secara baik dalam konteks proses hukum pidana maupun etika secara tuntas dengan tidak ada limitasi terhadap mereka yang diduga terlibat.