JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan akan membuat petunjuk yang dijadikan pegangan untuk penyidik saat menangani perkara terkait Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Hal itu disampaikan Sigit saat pembukaan Rapim TNI-Polri di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
"Tindak lanjut arahan Presiden khususnya pasal-pasal karet yang di UU ITE, tolong dibuatkan semacam STR (surat telegram) petunjuk untuk kemudian bisa dijadikan pegangan para penyidik saat terima laporan," kata Listyo, dikutip dari Youtube Divisi Humas Polri, Rabu (16/2).
Ia meminta pelapor dalam kasus UU ITE tidak diwakilkan. Harus korban sendiri yang membuat laporan itu ke polisi. "Bila perlu ada laporan tertentu yang delik aduan yang lapor harus korban, jangan diwakili lagi. Supaya kemudian tidak asal lapor, nanti kita kerepotan," ujarnya.
Mantan Kabareskrim itu juga menyebut pelaku dalam kasus UU ITE tak perlu ditahan jika dampak yang ia lakukan tak menimbulkan polemik yang besar di masyarakat.
"Bila perlu kalau memang tidak potensi menimbulkan konflik horizontal, enggak perlu ditahan. Proses mediasi, mediasi enggak bisa, ditahan kecuali memang yang ada potensi konflik horizontal misalnya isu tentang Pigai kemudian muncul reaksi mereka bergerak yang seperti itu tentu harus diproses tuntas," ungkap Listyo.
"Tapi yang sifatnya pencemaran nama baik, hoaks, lalu hal yang masih bisa diberikan edukasi, laksanakan edukasi dengan baik," tambahnya.
Pasal Karet
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto mengungkapkan ada sembilan pasal bermasalah dalam UU ITE.
Salah satu pasal bermasalah yang dimaksud masih terkait dengan pasal 27 ayat 3 tentang defamasi.
Pasal ini disebut dapat digunakan untuk mengekang kegiatan berekspresi warga, aktivis, dan jurnalis. Selain itu juga mengekang warga untuk mengkritik pihak polisi dan pemerintah.
Pasal tersebut membahas penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media massa. Butir ini sering digunakan untuk menuntut pidana netizen yang melayangkan kritik lewat dunia maya.
Pasal tersebut adalah: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Berikut daftar pasal-pasal bermasalah lainnya karena rumusan pasalnya tidak ketat (karet) dan multitafsir.
Pasal 26 ayat 3 tentang penghapusan informasi yang tidak relevan. pasal ini bermasalah soal sensor informasi.
Pasal 27 ayat 1 tentang asusila. Pasal ini bermasalah karena dapat digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.
pasal 27 ayat 3 tentang defamasi, dianggap bisa digunakan untuk represi warga yang mengkritik pemerintah, polisi, atau lembaga negara.
Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian. Pasal ini dapat merepresi agama minoritas serta represi pada warga terkait kritik pada pihak polisi dan pemerintah.
Pasal 29 tentang ancaman kekerasan. Pasal ini bermasalah lantaran dapat dipakai untuk memidana orang yang ingin lapor ke polisi.
Pasal 36 tentang kerugian. Pasal ini dapat digunakan untuk memperberat hukuman pidana defamasi.
Pasal 40 ayat 2a tentang muatan yang dilarang. Pasal ini bermasalah karena dapat digunakan sebagai alasan internet shutdown untuk mencegah penyebarluasan dan penggunaan hoax.
Pasal 40 ayat 2b tentang pemutusan akses. Pasal ini bermasalah karena dapat menjadi penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.
Pasal 45 ayat 3 tentang ancaman penjara dari tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dapat menahan tertuduh saat proses penyidikan.