Opini
Oleh Nuim Khaiyath, Wartawan Senior Tinggal di Australia pada hari Selasa, 23 Mar 2021 - 09:04:41 WIB
Bagikan Berita ini :

Mega-Joko=Putin-Medvedev?

tscom_news_photo_1616465081.jpg
Presiden Rusia Vladimir Putin (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Belakangan ini cukup ramai diperbincangkan tentang kemungkinan diubahnya (amandemen) UUD "45 tentang masa jabatan seorang presiden di Republik Indonesia. Tanpa UUD 45 diubahkan pun pada hakikatnya Presiden Joko Widodo masih bisa bertahan, meski dalam kedudukan berbeda, sebagai wakil presiden, dengan "rasa presiden". Skenario yang pernah terjadi di Rusia nampaknya dapat dijadikan rujukan.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya seorang presiden di Indonesia dapat terus menjabat kedudukan itu selagi direstui oleh mayoritas rakyat pemilih, sesuai dengan UUD 45 yang berlaku.

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Namun kemudian ketentuan seperti itu dianggap dapat menimbulkan masalah, antara lain karena seseorang yang sudah terlalu lama memegang kekuasaan dapat tergelincir ke arah yang tidak menguntungkan demokrasi. Sebagaimana pernah diingatkan oleh seorang bangsawan Inggris, Lord Acton:"Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely."

Yang maksudnya adalah bahwa kekuasaan itu cenderung atau dapat membangkitkan hawa nafsu untuk menjadi korup pada diri pemiliknya, dan (karenanya) kekuasaan mutlak (cenderung) membuat korupsinya juga mutlak. Dalam surat yang dikirimkannya kepada seorang pemimpin gereja di Inggris itu, Lord Acton juga mengemukakan pandangannya bahwa: "Great men are almost always bad men, even when they exercise influence and not authority."

Maksudnya orang-orang (yang dianggap hebat) hampir selamanya adalah orang jahat, biar pun sekiranya mereka hanya punya pengaruh bukan kekuasaan. Itulah barangkali kenapa ketika salah seorang tokoh pendiri Amerika Serikat, Benjamin Franklin, diminta oleh seorang kawannya agar menggunakan pengaruhnya dalam suatu urusan, ia menjawab: "Saya sama sekali tidak akan menggunakan pengaruh saya, melainkan saya akan mengemukakan alasan (logika).".

Pada hemat Lord Acton rasa moralitas seseorang menjadi berkurang bersamaan dengan meningkatnya kekuasaannya. Sebagaimana diketahui di zaman Orde Lama di Indonesia, Bung Karno praktis dalam kedudukan sebagai seorang presiden seumur hidup, sementara penggantinya Jenderal Suharto nyaris menuju ke arah sana kalau saja tidak diganjal oleh Reformasi, yang melahirkan semboyan "Anti KKN" - Korupsi, Kolusi, Nepotisme.

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Korupsi dan kolusi kita ketahui dipinjam dari bahasa Inggris (kolusi bisa juga ditafsirkan sebagai kong-kali-kong), sementara nepotisme punya riwayatnya sendiri. Di pertengahan abad ke-17 istilah nepotisme muncul dalam bahasa Prancis - sama seperti dalam bahasa Indonesia sekarang ini, yaitu nepotisme - sementara di Italia praktek tidak terpuji itu disebut "nepotismo", diambil dari kata nipote (yang merujuk pada keistimewaan-keistimewaan yang dilimpahkan pada keponakan-keponakan lelaki kepala Gereja Katolik, yaitu Paus, yang menurut sementara pengamat pada hakikatnya bukan keponakan melainkan anak lelaki hasil hubungan gelap Paus dengan seorang perempuan). Pada waktu itu seorang Paus sebagaimana juga halnya dengan pastor (Katolik) harus selibat - tidak boleh menikah dan berhubungan badan dengan perempuan.

Sebenarnya, ketentuan (dogma) selibasi baru dimulai dalam "Gereja Barat" di awal Abad Pertengahan. Pada awal abad ke-11 Paus Benedictus VIII, dalam menanggapi merosotnya moralitas kepastoran menerapkan ketentuan melarang anak-anak pastor mewarisi pusaka ayah mereka. Beberapa dasawarsa kemudian Paus Gregorius VII mengeluarkan dekrit melarang pastor menikah. Namun segala ini ternyata tidak juga mempan dalam mencegah terjadinya hubungan seksual gelap di kalangan sementara pastor, yang ada di antaranya kemudian terpilih menjadi Paus.

Kalau benar memang bukan satu jalan ke Roma, maka macam-macam rute yang dapat ditempuh seorang penguasa/presiden untuk melestarikan pemangkuan kekuasaannya, hingga segala pasal dalam UUD hanya bisa gigit jari. Dalam salah satu karya besarnya pengarang Inggris Charles Dickens - yang banyak membicarakan tentang kemiskinan di Inggris sekian abad yang lalu - melalui mulut salah seorang karakter dalam kisahnya menyebut hukum sebagai keledai - a ass - maksudnya laksana keledai.

Memang masuk akal.

Bayangkan keadaan di Rusia sekarang ini, di mana sebelumnya berlaku ketentuan bahwa seorang presiden diperbolehkan memangku hanya 2 (dua) masa jabatan, masing-masing 4 tahun.Kemudian diubah (diamendemen) menjadi 2 x 6 tahun. Dan kini diubah lagi dengan catatan bahwa seseorang dapat menjadi presiden praktis seumur hidup, asalkan mayoritas rakyat menghendakinya.

Vladimir Putin pertama kali terpilih sebagai presiden dalam tahun 2000, dan terpilih kembali dalam tahun 2004 untuk masa jabatan sampai 2008. Meski tidak lagi memenuhi syarat untuk kembali mencalonkan diri dalam pilpres Rusia 2008, Vladimir Putin tidak kehilangan dan kehabisan akal. Penggantinya yang dipilih mayoritas rakyat adalah Dmitry Medvedev,"orangnya" Putin, yang mengangkat Putin sebagai Perdana Menteri, dengan "rasa presiden" kata kebanyakan pengamat.

Medvedev kemudian mengusulkan agar diadakan amandemen yang memungkinkan seseorang menjadi presiden selama masa jabatan 6 tahun, dan dibolehkan untuk kembali memperebutkan jabatan itu untuk enam tahun berikutnya. Dan tidak boleh mencoba untuk kembali bertarung untuk masa jabatan ke-3.

Setelah sebagai Perdana Menteri selama 4 tahun, sesuai ketentuan UUD Rusia , dalam tahun 2012 Vladimir Putin kembali berhak untuk ikut memperebutkan jabatan presiden untuk masa jabatan selama 6 tahun ke depan. Demi Putin, Dimitry Medvedev tidak ikut memperebutkan masa jabatan kedua. Putin menang dan kemudian dalam pilpres 2018 kembali menang. Medvedev ganti peranan dari Presiden menjadi Perdana Menteri.

Seyogianya karir Putin sebagai presiden akan tamat riwayatnya dalam tahun 2024 dan kalau ia masih rindu pada jabatan itu ia boleh bertarung lagi setelah "cuti" 6 tahun, yakni tahun 2030. Namun politik memang adalah "seni yang memungkinkan segalanya". Awalnya ada usul amandemen UUD Rusia tentang berbagai hal untuk ditentukan nasibnya dalam referendum.

Diberitakan, pada saat-saat terakhir, seorang anggota parlemen Rusia dari partai yang mendukung Putin, Valentina Tereshkova, kosmonot perempuan pertama di dunia, mengusulkan agar dalam referendum bulan Juli 2020 itu juga dicantumkan usul perubahan agar seseorang presiden diperbolehkan bertarung tanpa batas masa jabatan.

Memang dikatakan bahwa segala itu bukan suatu kepastian bahwa setelah tahun 2024 Vladimir Putin kembali akan bertarung. Menjelang referendum, Putin menyampaikan pesan bahwa yang akan ditentukan oleh para pemilih adalah "sebuah negeri yang ingin kita huni, yang ingin kita wariskan kepada anak cucu." Dilaporkan 76% pemilih menyetujui referendum itu bulan Juli 2020.

Ketika ditanya tentang kemungkinan ia akan kembali mencalonkan diri dalam tahun 2024, Putin mengatakan "Menjaring seseorang yang mungkin akan menjadi penerusnya hanya akan mengalihkan perhatian dari tugas menjalankan pemerintahan." Yang terpenting, kata Putin, "Kita arus bekerja, dan bukan mencari-cari penerus." Bagaimana pun mayoritas rakyat sudah menyuarakan kehendak mereka.

Nah sesuai rumusan Rusia itu, awalnya Medvedev- Putin (Medvedev Presiden Putin Perdana Menteri) kemudian lewat pilpres berikutnya muncul Putin Medvedev (Putin balik jadi Presiden dan Medvedev turun jadi Perdana Menteri), masuk akal kalau di Indonesia muncul rumusan Megawati-Jokowi, untuk kemudian, siapa tahu, menjadi kebalikannya Jokowi-Megawati?

Bukankah "Vox populi Vox Dei" - suara rakyat suara Tuhan? Untuk Indonesia terserah MPR (yang mewakili suara dan kemauan rakyat?). Wallahu a"lam.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #vladimir-putin  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Digitalisasi Salah Satu Kunci Genjot Pertumbuhan Ekonomi

Oleh Uchok Sky Khadafi Aktivis 98, Direktur Eksekutif Center for Budget Analisys (CBA)
pada hari Selasa, 05 Nov 2024
Kondisi ekonomi global dalam beberapa tahun belakangan ini dihadapkan pada ketidakpastian. Selain dipicu perang Rusia-Ukraina, ketidakpastian ekonomi global juga terjadi imbas perang dagang antara ...
Opini

Blockchain Untuk Koperasi Indonesia

Sejak kemerdekaan, koperasi di Indonesia berkembang sebagai simbol ekonomi rakyat yang berbasis gotong royong, berperan penting dalam upaya mewujudkan kedaulatan ekonomi. Pada masa awal, koperasi ...