Opini
Oleh Ronny P. Sasmita (Pemerhati Ekonomi Politik, Analis Ekonomi Global di Financeroll Indonesia, Jakarta) pada hari Selasa, 09 Jun 2015 - 12:54:35 WIB
Bagikan Berita ini :

Pancasila dan Dialektika Demokrasi Kontemporer (5)

70unnamed_1433806951361.jpg
Garuda Pancasila (Sumber foto : Istimewa)

Nah, secara fundamental- ideologis maupun secara historis, demokrasi Pancasila lahir dari perdebatan-perdebatan yang tak jauh berbeda dengan dialektika pemikiran demokrasi ini. Para founding father kita, mulai dari Soekarno, Hatta, Syahrir, Soepomo, Moh. Yamin, Agus Salim, bahkan Tan Malaka, dan lain-lain, berjibaku secara intelektual untuk melahirkan garisan ideologis yang “pas” dan “pantas” untuk Indonesia waktu itu, baik pada masa pra kemerdekaan maupun beberapa waktu setelah deklarasi kemerdekaaan Indonesia.

Selain bersaing dalam memberikan landasan ideal untuk ideologi Indonesia yang baru merdeka, mereka juga saling mencarikan landasan empirik dan historis bahwa sebenarnya demokrasi telah berlangsung lama di Indonesia jauh hari sebelum istilah demokrasi itu lahir.

Salah satunya menurut pandangan Hatta. Hatta menyatakan, ada tiga fakta yang mengindikasikan bahwa demokrasi telah berlangsung lama di Indonesia jauh hari sebelum kemerdekaan. Pertama adalah adanya tradisi “rembuk desa” yang sudah berlangsung sedari dulu di banyak daerah di Indonesia dimana keterlibatan langsung masyarakat desa sangat berpengaruh dalam menentukan arah kebijakan sebuah desa.

Kedua, kedatangan Islam ke Nusantara juga telah memberi cara pandang baru bagi masyarakat Nusantara dalam mengidentifikasi dirinya dalam sistem yang lebih luas (sistem sosial, ekonomi, politik, dll). Menurut Islam, semua manusia sama dihadapan Tuhan, yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan masing-masing manusia.

Disatu sisi, cara pandang Islam ini sangat berpengaruh terhadap masayarakat Hindia Belanda waktu itu dimana sekat-sekat sosial ekonomi tidak lagi membedakan status seseorang di dalam masyarakat . Dan disisi lain, pandangan ini juga sangat berjasa dalam menghapus sistem feodalisme eksploitatif yang sudah berlangsung lama di hampir semua dataran Nusantara karena setiap masyarakat akhirnya merasa berkedudukan sama dalam tatanan sosial politik.

Serta yang ketiga, menurut Hatta, adalah pengaruh paham komunisme. Terlepas seperti apa cara pandang kita sekarang terhadap paham kiri ini, bagaimanapun komunisme juga telah memberi landasan berfikir kritis bagi masyarakat Indonesia yang terjajah waktu itu untuk terus menyuarakan kemerdekaan dan menyuarakan hak-hak politik ekonomi kepada pemerintahan kolonial.

Paham ini juga memberi cara pandang kritis pada masyarakat pribumi, terutama intelektual-intelektual muda pencetus gerakan kemerdekaan, dalam menilai bahwa kolonialisme-imprealisme adalah anak kandung dari kapitalisme.

Jika dilihat dialektika perdebatan menjelang dan setelah proklamasi kemerdekaan, hampir semua anggota BPUPK dan PPKI sepakat bahwa tatanan demokrasi yang ingin ditegakan di Indonesia bukanlah tatanan demokrasi yang memprioritaskan individualisme sebagaimana yang dianut oleh negara-negara liberal, tapi juga bukan tatanan yang menghancurkan hak-hak individu atas nama kolektifitas (negara) sebagaimana yang di anut oleh negara-negara berhaluan kiri.

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang menjungjung tinggi kerja sama untuk mufakat dan kolektifitas (sila keempat), tapi juga tidak menegasikan hak-hak individu (sila kedua), demokrasi yang teistik atau demokrasi yang tetap berketuhanan (sila pertama), demokrasi yang tidak membuka peluang bagi perpecahan tapi demokrasi yang seharusnya bisa menyatukan (sila ke tiga).

Selanjutnya, demokrasi yang yang tidak menerima kapitalisme secara bulat-bulat alias demokrasi yang membiarkan segelintir pemilik modal mengeksploitasi rakyat banyak untuk kepentingan akumulasi modalnya sendiri, tapi demokrasi yang secara terus-menerus memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya.(bersambung)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pancasila  #roni p sasmita  #liberal  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Mentalitas Kasino

Oleh Ahmadie Thaha (Pengaruh Pesantren Tadabbur al-Qur'an)
pada hari Selasa, 05 Nov 2024
Dalam dunia yang penuh dengan mimpi-mimpi besar, mungkin ada di antara kita yang membayangkan Indonesia sebagai Tanah Air yang tenteram, adil, dan sejahtera. Tapi tunggu dulu. Ternyata, harapan itu ...
Opini

Tidak Ada Kerugian Negara Dalam Pemberian Izin Impor Gula 2015: Ilusi Kejagung

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Tom Lembong telah menyalahgunakan wewenang atas pemberian izin impor Gula Kristal Mentah tahun 2015 kepada perusahaan swasta PT AP, sehingga merugikan keuangan ...