JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Presiden Amerika Serikat Joe Biden kini terlihat lebih baik dibandingkan Presiden AS sebelumnya Donald Trump. Pernyataan Biden cenderung menyejukan kaum muslim. Ia mendesak penghentian tindakan yang didasari motif kebencian, yang masih kerap dialami oleh para umat Muslim di AS dan berjanji akan terus bekerja untuk melindungi hak semua orang, saat menyampaikan ucapan salam Ramadhan.
“Saya dan Jill [Biden] menyampaikan salam hangat dan mengucapkan semoga Ramadhan yang diberkahi kepada komunitas Muslim di Amerika Serikat dan seluruh dunia,” demikian Presiden Biden dalam keterangan tertulis Kedutaan Besar AS di Jakarta, yang diterima pada Selasa.
Dia mengatakan bahwa pada bulan Ramadhan, di mana para umat Muslim menunaikan ibadah puasa, mereka yang memulai berpuasa di AS diingatkan akan sulitnya tahun ini. Si tengah masa pandemi, banyak yang tak dapat berkumpul untuk merayakan dan beribadah dengan orang-orang tersayang.
“Meski begitu, komunitas Muslim kita memulai bulan di mana diturunkannya wahyu ini dengan harapan baru. Ada banyak orang yang akan berfokus pada meningkatkan keimanan kepada Tuhan, menegaskan kembali komitmen mereka untuk melayani orang lain sebagai bagian dari iman, dan mengungkapkan rasa syukur atas berkat yang mereka nikmati, termasuk kesehatan, kesejahteraan, dan kehidupan,” papar Biden.
Dia pun menegaskan bahwa para umat Muslim di AS terus memperkaya negara adidaya itu sejak didirikan, dan kini, umat Muslim memimpin dalam upaya melawan COVID-19 dengan memainkan peran sebagai pelopor dalam pengembangan vaksin serta melayani sebagai tenaga kesehatan di garis terdepan.
Belum lagi mereka yang menggerakkan negara dengan menjadi wirausaha dan menciptakan lapangan pekerjaan, mengajar di sekolah-sekolah, melayani sebagai pegawai negeri yang berdedikasi, dan memainkan peran utama dalam perjuangan berkelanjutan untuk kesetaraan ras dan keadilan sosial.
“Namun demikian, Muslim Amerika masih menjadi target perundungan, kefanatikan, dan kejahatan bermotif kebencian. Prasangka dan serangan ini salah. Tidak bisa diterima dan harus dihentikan. Tidak ada satu pun orang di Amerika yang hidup terus dalam ketakutan untuk menjalankan keyakinannya,” ujarnya.
Dia pun menegaskan bahwa pemerintahannya akan terus bekerja untuk melindungi hak dan keselamatan semua orang, salah satunya melalui pengakhiran larangan perjalanan bagi Muslim yang “memalukan” pada hari pertamanya menjabat sebagai Presiden.
Tak hanya merujuk pada warga Muslim Amerika, Biden juga berjanji untuk membela hak-hak manusia di manapun, “termasuk Uighur di China, Rohingya di Burma (Myanmar) dan komunitas Muslim di seluruh dunia”.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa aktivitas Ramadhan di Gedung Putih akan dilakukan secara virtual, namun pihaknya akan menggelar perayaan Idul Fitri di Gedung Putih secara langsung.
Beda dengan Trump
Umat Islam merasakan diskriminasi di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump Di bawah pemerintahan Donald Trump, Muslim di Amerika merasakan dampak dari Islamofobia. Sejak pertama menjabat, Trump cenderung bersikap lebih arogan terhadap Muslim.
Hal itu terlihat dari salah satu langkah pertama yang dilakukan Trump begitu menjabat pada 2017, yakni mengeluarkan larangan perjalanan yang menargetkan beberapa negara mayoritas Muslim.
Ia memenuhi janji kampanyenya dan mengatur panggung berikutnya bagi Muslim di luar negeri dan di dalam negeri.
Dalam artikel di laman Al Araby, Mobashra Tazamal, yang merupakan peneliti Islamofobia di The Bridge Initiative di Universitas Georgetown, menuliskan bahwa para akademisi, pakar hak hukum, dan advokat semua mencatat Islamofobia telah menjadi arus utama di bawah pemerintahan Trump.
Direktur Eksekutif dan salah satu pendiri Council on American-Islamic Relations (CAIR), organisasi hak sipil dan advokasi Muslim nirlaba terbesar di Amerika Serikat, Nihad Awad, mengatakan empat tahun terakhir merupakan masa yang terdiri dari memperjuangkan keadilan dan membela hak-hak sipil Muslim Amerika dalam menghadapi tindakan diskriminatif dari Gedung Putih.
Dalam sebuah wawancara, Awad mengatakan kepada The New Arab, bahwa Islamofobia memiliki efek yang menghancurkan pada Muslim Amerika, khususnya pelajar Muslim muda yang telah diintimidasi rekan-rekan mereka dan terkadang oleh pejabat sekolah mereka.
Hal demikian menyebabkan peningkatan tajam dalam kasus penindasan yang dilaporkan di negara tersebut. Selain pelecehan, umat Islam di seluruh negeri menyaksikan masjid mereka menjadi sasaran vandalisme dan pembakaran.
"Semua ini karena Islamofobia telah dinormalkan dan diberdayakan orang-orang paling kuat di negara ini, seperti Trump. Trump telah menambahkan bahan bakar ke api Islamofobia," kata Awad, dilansir di Al Araby, beberapa waktu lalu.
Kepresidenan Trump juga telah melahirkan lebih banyak orang yang terlibat dalam politik, advokasi, dan pengorganisasian komunitas. Menurut Awad, dalam empat tahun terakhir dia melihat minat yang luar biasa pada Muslim Amerika, yang tidak hanya mendaftar untuk memilih dan memberikan suara tetapi juga mencalonkan diri untuk jabatan publik.