Oleh Ichsanuddin Noorsy pada hari Kamis, 02 Jan 2025 - 14:43:07 WIB
Bagikan Berita ini :

Dekade Kepemimpinan Jokowi: Citra, Strategi, dan Realitas

tscom_news_photo_1735803787.jpeg
(Sumber foto : )

Ketika Joko Widodo (Jokowi) terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia pada 2014, ia membawa harapan besar bagi masyarakat. Dengan citra kesederhanaan dan slogan "kerja, kerja, kerja," Jokowi dianggap sebagai antitesis dari politik oligarki yang telah lama mengakar. Namun, dua periode kepemimpinannya (2014–2024) menjadi bahan evaluasi penting dalam menilai strategi politik, dampaknya terhadap masyarakat, serta arah pembangunan bangsa.

Strategi Politik: Narasi dan Realitas

Kemenangan Jokowi pada 2014 dan 2019 tidak terlepas dari strategi politik yang dirancang secara cermat. Beberapa langkah yang menonjol di antaranya:

1. Citra Kesederhanaan dan Blusukan
Sejak awal, Jokowi membangun citra sebagai pemimpin yang merakyat melalui aksi-aksi simbolik seperti blusukan. Namun, blusukan ini sering dikritik sebagai lebih berorientasi pada pencitraan ketimbang menyelesaikan akar persoalan.


2. Narasi "Kerja, Kerja, Kerja"
Pemerintahannya menekankan pembangunan infrastruktur sebagai warisan utama. Jalan tol, bandara, dan pelabuhan menjadi simbol keberhasilan, meskipun beberapa proyek dipertanyakan dari sisi pembiayaan dan dampaknya terhadap utang negara.


3. Polarisasi Sosial dan Kriminalisasi
Era Jokowi juga ditandai dengan meningkatnya polarisasi. Isu SARA digunakan untuk menyerang lawan politik, sementara kritik terhadap pemerintah sering dihadapi dengan kriminalisasi. Hal ini menciptakan atmosfer demokrasi yang tidak sehat.


4. Media dan Lembaga Survei sebagai Alat Propaganda
Media mainstream dan lembaga survei menjadi alat yang efektif dalam membangun opini publik. Namun, ketergantungan pada alat-alat ini juga mengaburkan realitas di lapangan, sehingga kepercayaan publik terhadap informasi resmi semakin menurun.

Dampak Strategi Politik

Strategi yang diterapkan Jokowi memberikan hasil yang signifikan dalam beberapa aspek, tetapi juga memunculkan konsekuensi jangka panjang yang kompleks:

1. Eksploitasi Keberhasilan Semu
Fokus pada pencitraan sering kali melupakan substansi. Proyek infrastruktur besar di satu sisi meningkatkan aksesibilitas, tetapi di sisi lain memperbesar beban utang negara.


2. Erosi Kepercayaan Publik
Polarisasi dan kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang kritis melemahkan semangat demokrasi. Masyarakat menjadi semakin skeptis terhadap elite politik dan institusi pemerintahan.


3. Krisis Moral Politik
Praktik nepotisme, komersialisasi kebijakan, dan lemahnya penegakan hukum semakin menggerus kepercayaan masyarakat terhadap etika politik.

Kejatuhan Episentrum Kekuasaan

Menjelang akhir masa jabatan Jokowi, kritik terhadap pemerintah semakin meluas, baik di dalam negeri maupun internasional. Dalam laporan indeks persepsi korupsi, Indonesia mencatatkan penurunan, menunjukkan lemahnya komitmen pemberantasan korupsi.

Sementara itu, polarisasi yang tajam dan ketimpangan sosial menjadi tantangan besar bagi siapa pun yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan. Episentrum kekuasaan mulai bergeser, dan pengaruh Jokowi semakin memudar.

Pelajaran dari Dekade Kepemimpinan Jokowi

Sejarah menunjukkan bahwa kekuasaan tanpa landasan moral dan keberpihakan yang tulus pada rakyat akan menghadapi ujian berat. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang tidak hanya pandai membangun narasi, tetapi juga berkomitmen pada nilai-nilai keadilan, integritas, dan kesejahteraan bersama.

Jika amanat Pembukaan UUD 1945 diabaikan, konsekuensi yang akan dihadapi tidak hanya berupa krisis legitimasi, tetapi juga potensi kehancuran bangsa secara sistemik. Siapa pun yang mengkhianati nilai-nilai perjuangan bangsa akan berakhir dengan kehinaan, baik secara langsung maupun melalui penilaian sejarah.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Mengurai Penetapan Joko Widodo sebagai Finalis Pemimpin Terkorup oleh OCCRP: Perspektif Kritis

Oleh M. Said Didu
pada hari Jumat, 03 Jan 2025
Penetapan mantan Presiden Indonesia, Joko Widodo, sebagai salah satu finalis pemimpin terkorup di dunia oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) menimbulkan polemik dan ...
Opini

Otak di Balik Threshold 20%

Aroma demokrasi tiba-tiba terasa seperti wangi kopi instan —praktis tapi penuh kejutan. Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah sejarah dengan mengabulkan gugatan penghapusan Pasal 222 Undang-Undang ...