Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meniadakan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) membuka dinamika baru dalam politik Indonesia. Berikut analisis manfaat keputusan tersebut ditinjau dari sudut pandang demokrasi substansial dan kedaulatan rakyat:
1. Pengejawantahan Demokrasi Substansial
Demokrasi substansial berfokus pada pemenuhan esensi demokrasi, yaitu kebebasan, kesetaraan, dan kedaulatan rakyat. Keputusan ini membawa sejumlah manfaat:
Meningkatkan Pilihan Rakyat: Dengan tidak adanya ambang batas, lebih banyak calon presiden dan wakil presiden dapat maju. Ini memberikan peluang bagi rakyat untuk memilih pemimpin berdasarkan kualitas, visi, dan kompetensi, bukan sekadar koalisi politik.
Meminimalisasi Dominasi Oligarki Politik: Ambang batas sebelumnya sering dianggap sebagai alat yang mempersempit ruang partisipasi politik. Dengan aturan baru ini, partai kecil dan kandidat independen memiliki peluang lebih besar untuk berpartisipasi, sehingga memperkaya kompetisi politik.
Mendorong Akuntabilitas Partai Politik: Partai politik akan terdorong untuk lebih serius dalam mengusung calon yang memiliki integritas dan program kerja yang jelas, mengingat kompetisi yang lebih luas.
2. Implikasi terhadap Kedaulatan Rakyat
Keputusan ini menegaskan kedaulatan rakyat sebagai prinsip utama dalam sistem politik demokratis. Manfaatnya meliputi:
Menguatkan Prinsip "One Person, One Vote": Rakyat memiliki kebebasan memilih dari spektrum calon yang lebih luas, sehingga suara mereka lebih bermakna.
Mengurangi Sentralisasi Kekuasaan pada Elite: Tanpa ambang batas, proses pencalonan tidak lagi bergantung pada kesepakatan elite politik, melainkan pada dukungan nyata dari masyarakat.
Meningkatkan Representasi Aspirasi Lokal: Kandidat dari berbagai latar belakang, termasuk daerah atau kelompok minoritas, dapat tampil lebih mudah, mengakomodasi keberagaman Indonesia.
Tantangan yang Perlu Diantisipasi
Keputusan ini juga menghadirkan tantangan yang perlu diatasi agar manfaatnya optimal:
Potensi Polarisasi Politik: Banyaknya calon dapat meningkatkan fragmentasi politik dan potensi polarisasi di tengah masyarakat.
Kesulitan dalam Pemilihan Putaran Kedua: Jika tak ada kandidat yang memperoleh mayoritas mutlak, putaran kedua menjadi tak terelakkan, yang berpotensi memicu konflik lebih besar.
Kerumitan Regulasi dan Implementasi: Dibutuhkan undang-undang baru yang mengatur mekanisme pemilihan presiden tanpa ambang batas agar prosesnya tetap demokratis dan adil.
Rekomendasi Kebijakan
Penguatan Regulasi Pilpres: DPR dan pemerintah harus segera merumuskan UU yang memastikan sistem pemilihan presiden berjalan lancar, termasuk mekanisme kampanye, pendanaan, dan penyelesaian sengketa.
Peningkatan Literasi Politik: Pemerintah dan masyarakat sipil harus aktif meningkatkan literasi politik rakyat agar mereka dapat memilih secara rasional.
Penguatan Lembaga Pengawas Pemilu: Agar kompetisi tetap sehat, diperlukan pengawasan ketat untuk mencegah politik uang dan kecurangan.
Kesimpulan
Keputusan ambang batas 0% merupakan langkah maju untuk mewujudkan demokrasi substansial dan mengembalikan kedaulatan sepenuhnya kepada rakyat. Namun, manfaatnya akan maksimal jika tantangan yang muncul dapat dikelola dengan baik melalui regulasi, pendidikan politik, dan pengawasan yang efektif. Keputusan ini memiliki potensi besar untuk mengubah wajah demokrasi Indonesia menjadi lebih inklusif, kompetitif, danrepresentatif.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #