Sektor pertanian merupakan salah satu pilar penting bagi perekonomian Indonesia. Dalam dua periode kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo mencanangkan berbagai program pembangunan infrastruktur pertanian yang ambisius, seperti pembangunan irigasi baru, pencetakan sawah baru, pembangunan bendungan, hingga program food estate. Namun, fakta di lapangan menunjukkan hasil yang jauh dari harapan, bahkan memunculkan indikasi adanya korupsi dalam pelaksanaan program tersebut.
Realisasi Program Infrastruktur Pertanian
Berdasarkan data resmi, pemerintah telah melaksanakan sejumlah program besar:
1.ÂIrigasi baru: Dibangun untuk mengairi 1,1 juta hektare sawah.
2. Cetak sawah baru: Menargetkan 500.000 hektare lahan sawah.
3. Pembangunan bendungan: Sebanyak 50 bendungan baru diresmikan.
4.ÂFood estate: Proyek lahan pangan terintegrasi untuk meningkatkan ketahanan pangan.
5. Distribusi alat dan mesin pertanian (Alsintan): Dibagikan kepada petani guna meningkatkan produktivitas.
Ironi Hasil Pembangunan
Meski program tersebut terkesan monumental, data menunjukkan hasil yang kontradiktif:
1.ÂProduksi padi menurun sekitar 20% dibandingkan periode sebelumnya.
2.ÂImpor beras melonjak secara signifikan, meski pemerintah mengklaim swasembada pangan.
3. Kesejahteraan petani menurun, tercermin dari rendahnya nilai tukar petani (NTP).
Indikasi Korupsi
Penurunan produksi pangan dan kesejahteraan petani yang kontras dengan besarnya anggaran pembangunan infrastruktur pertanian memunculkan pertanyaan besar: apakah ada penyimpangan dalam pelaksanaan program? Indikasi korupsi dapat ditemukan melalui:
1.ÂKualitas proyek yang buruk: Bendungan atau irigasi yang tidak berfungsi optimal.
2.ÂMark-up anggaran: Biaya pembangunan yang tidak sesuai dengan hasil di lapangan.
3.ÂDistribusi Alsintan yang tidak tepat sasaran: Banyak laporan alat pertanian mangkrak atau tidak digunakan.
4.ÂProyek food estate yang gagal: Banyak lahan food estate terbengkalai tanpa hasil yang signifikan.
Analisis dan Catatan Penting
Korupsi di sektor infrastruktur pertanian memiliki dampak yang luas:
Kerugian negara: Uang rakyat yang dialokasikan untuk pembangunan terbuang sia-sia.
Kerugian petani: Ketergantungan pada impor pangan dan menurunnya produktivitas merugikan petani kecil.
Ketahanan pangan terancam: Gagalnya program ketahanan pangan membuka peluang ketergantungan pada negara lain.
Tuntutan Transparansi dan Akuntabilitas
Sebagai negara agraris, Indonesia tidak bisa mengabaikan masalah ini. Pemerintah perlu menjelaskan alasan kegagalan program dan membuka hasil audit proyek infrastruktur pertanian. Penegak hukum juga harus proaktif menyelidiki dugaan korupsi ini, mengingat dampaknya yang sangat merugikan rakyat.
Kesimpulan
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur pertanian di era Jokowi tidak hanya gagal mencapai tujuan, tetapi juga mengindikasikan adanya praktik korupsi. Jika pemerintah serius ingin memperbaiki sektor pertanian, transparansi, akuntabilitas, dan pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #