Deklarasi Gerakan Rakyat Anti Oligarki (GRAO) yang berlangsung di area gusuran PIK-2, Kampung Kramat, Kecamatan Paku Haji, Tangerang, diwarnai dinamika dramatis. Acara ini sempat terganggu oleh upaya pembubaran yang dilakukan kelompok preman yang diduga terkait dengan Aguan, namun berhasil dilawan oleh peserta deklarasi, terutama emak-emak yang menunjukkan keberanian luar biasa. Dengan dukungan para jawara dan elemen masyarakat lainnya, gangguan tersebut dapat digagalkan sehingga acara berjalan hingga selesai.
Meski lokasi awal di Desa Kohod terblokade oleh kelompok preman, acara akhirnya dipindahkan ke Makam Keramat Panjang sebelum peserta melakukan long march ke area gusuran Kampung Kramat. Di sepanjang jalan, warga menyambut dengan antusias, mendukung aksi yang melawan apa yang mereka nilai sebagai ketidakadilan.
Tuntutan Deklarasi GRAO
Acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan pembacaan doa, dilanjutkan dengan Deklarasi oleh DR Marwan Batubara. Tuntutan utama yang diajukan meliputi:
1. Pencabutan status Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK-2 dan penghentian proyek tersebut.
2. Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) oleh DPR untuk menyelidiki masalah ini.
3. Audit investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
4. Proses hukum terhadap kejahatan oligarki yang diduga melibatkan Jokowi, Airlangga Hartarto, Aguan, dan Anthoni Salim.
Dukungan dari Berbagai Elemen
Deklarasi ini mendapat dukungan dari berbagai tokoh, termasuk utusan Sultan Banten, KH Hafidz Amrullah, Prof Jib Tb Muhibbudin Hamid, H. Abah Astari, dan Ketua APP TNI Banten Abah Raden Halimun. Selain itu, hadir pula sejumlah nama besar, seperti Mayjen Purn Syamsu Djalal, Mayjen Purn Soenarko, Brigjen Purn Hidayat Purnomo, KH Ahmad Shobri Lubis, DR Abraham Samad, Ustad Alfian Tanjung, dan banyak lainnya.
Gerakan ini menyerukan perlawanan terhadap apa yang mereka sebut sebagai tindakan oligarki yang merampas tanah rakyat, merusak hukum, dan membahayakan kedaulatan negara. Proyek PIK-2 dianggap sebagai bentuk penjajahan terselubung yang mencaplok wilayah rakyat secara tidak sah.
Penolakan Proyek PIK-2
Penolakan terhadap proyek ini semakin meluas, melibatkan berbagai elemen seperti Kesultanan Banten, masyarakat lokal, LSM, ormas, ulama, cendekiawan, hingga organisasi lintas tokoh muda Banten. Salah satu tokoh pembentukan Provinsi Banten, Udin Saparudin, mengecam keras harga tanah yang dinilai sangat rendah. "Harga ikan teri lebih mahal. Masa tanah dihargai Rp 50 ribu per meter, jelas kami menolak!"
Seruan dan Simbol Perlawanan
Selain tuntutan hukum, GRAO juga mendesak penghancuran patung naga raksasa yang menjadi ikon gerbang PIK-2. Mereka menilai patung tersebut simbol penjajahan yang mengancam kedaulatan bangsa. "Naga itu sedang mengunyah Garuda," ungkap seorang orator, menggambarkan kekhawatiran atas kedaulatan negara.
Deklarasi ini menegaskan tekad untuk melawan praktik oligarki yang merugikan rakyat dan menodai nilai-nilai kebangsaan. Pesan utama yang disampaikan adalah: tangkap dan adili Jokowi, Airlangga, serta Aguan dan Anthoni Salim atas dugaan pelanggaran hukum dan kejahatan oligarki.
Bandung, 9 Januari 2025
*) Pemerhati PolitikdanKebangsaan
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #