Latar Belakang Sejarah BKMC
BKMC didirikan pada tahun 1967 sebagai bagian dari respons strategis pemerintah Orde Baru terhadap ancaman "bahaya kuning" dari Utara, yakni RRC. Pada masa itu, isu komunisme dan dukungan Tiongkok terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) menciptakan kecurigaan terhadap segala bentuk pengaruh RRC, termasuk diaspora Tionghoa di Indonesia. BKMC berfungsi untuk mengawasi, mengontrol, dan mengkoordinasikan kebijakan terkait warga keturunan Tionghoa, termasuk membatasi pengaruh ideologi, ekonomi, dan budaya mereka.
Namun, setelah melemahnya pemerintahan Soeharto pasca peristiwa Santa Cruz di Dili (1991), serta perubahan politik global pasca Perang Dingin, tekanan dari kelompok elite Tionghoa Indonesia yang terorganisasi, seperti kelompok Prasetya Mulya atau Jimbaran, berhasil mendorong pembubaran BKMC. Hal ini terjadi bersamaan dengan langkah Indonesia memperbaiki hubungan dengan RRC, terutama melalui kerja sama ekonomi dan diplomatik.
---
Analisis Dampak Strategis
1. Dampak terhadap Ketahanan Negara
Pembubaran BKMC pada dasarnya mengindikasikan pergeseran paradigma pemerintah Indonesia dari pendekatan keamanan (security approach) menuju pendekatan ekonomi dan pragmatisme. Namun, langkah ini juga membuka celah kerentanan terhadap infiltrasi pengaruh asing dalam beberapa aspek:
Ketergantungan Ekonomi terhadap RRC
Setelah pembubaran BKMC, hubungan ekonomi dengan RRC meningkat pesat. Saat ini, Indonesia menghadapi tantangan besar akibat dominasi ekonomi RRC, termasuk ketergantungan pada investasi dan perdagangan. Dominasi RRC dalam proyek strategis (seperti infrastruktur Belt and Road Initiative) meningkatkan risiko hilangnya kontrol terhadap sumber daya nasional.
Pengaruh Geopolitik dan Ideologi
Kuatnya hubungan dengan RRC membuka peluang infiltrasi politik, baik melalui hubungan bilateral maupun diaspora Tionghoa. Situasi ini berpotensi mengikis daya tahan ideologi negara, terutama jika nilai-nilai Pancasila mulai tergantikan oleh kepentingan pragmatis yang dikendalikan pihak eksternal.
Keamanan Nasional
Tanpa pengawasan seperti pada masa BKMC, infiltrasi intelijen dan pengaruh budaya asing melalui diaspora menjadi tantangan yang sulit dikendalikan. Ketahanan negara memerlukan lembaga yang mampu menyeimbangkan kerja sama dengan kewaspadaan strategis terhadap ancaman eksternal.
---
2. Dampak terhadap Ketahanan Rakyat
Ketahanan rakyat melibatkan dimensi sosial, ekonomi, dan budaya, yang secara langsung dipengaruhi oleh perubahan hubungan dengan RRC dan diaspora Tionghoa.
Kesenjangan Sosial dan Ekonomi
Diaspora Tionghoa Indonesia, yang telah lama menguasai sektor ekonomi, semakin memperkuat dominasinya pasca pembubaran BKMC. Hal ini memperbesar kesenjangan ekonomi antara kelompok masyarakat. Ketimpangan ini berpotensi memicu konflik horizontal jika pemerintah tidak mampu menjaga pemerataan pembangunan.
Erosi Identitas Budaya Lokal
Pengaruh budaya RRC yang semakin kuat melalui media, perdagangan, dan investasi dapat melemahkan identitas budaya lokal. Ketahanan rakyat memerlukan penguatan nilai-nilai lokal yang mampu bersanding secara sehat dengan pengaruh asing.
Krisis Kepercayaan terhadap Pemerintah
Jika pemerintah dianggap terlalu berpihak kepada kepentingan diaspora Tionghoa dan RRC, kepercayaan masyarakat terhadap negara dapat melemah. Situasi ini memerlukan kebijakan yang transparan dan berimbang untuk menghindari polarisasi sosial.
---
Rekomendasi Strategis
Untuk memastikan daya tahan dan ketahanan negara, serta menjaga stabilitas sosial di tengah pengaruh RRC dan diaspora Tionghoa, beberapa langkah berikut dapat dipertimbangkan:
1. Reaktivasi Pengawasan Strategis
Pemerintah perlu membentuk badan atau mekanisme baru yang berfungsi seperti BKMC, namun dengan pendekatan modern yang lebih inklusif dan berbasis data intelijen. Tujuannya adalah menjaga keseimbangan antara kerja sama dengan RRC dan kepentingan nasional.
2. Diversifikasi Mitra Ekonomi
Ketergantungan terhadap RRC harus dikurangi melalui diversifikasi mitra dagang dan investasi, termasuk mempererat hubungan dengan negara-negara ASEAN, Eropa, dan Amerika Serikat.
3. Penguatan Ekonomi Kerakyatan
Untuk mengurangi kesenjangan ekonomi, pemerintah perlu mengembangkan kebijakan yang memperkuat ekonomi rakyat, terutama UMKM, agar tidak kalah bersaing dengan dominasi perusahaan milik diaspora.
4. Revitalisasi Nilai-Nilai Nasional
Pemerintah harus memperkuat pendidikan Pancasila dan budaya lokal untuk memastikan masyarakat memiliki daya tahan ideologi yang kokoh dalam menghadapi pengaruh asing.
5. Transparansi dan Partisipasi Publik
Untuk menghindari krisis kepercayaan, pemerintah harus memastikan transparansi dalam kebijakan yang melibatkan RRC dan diaspora Tionghoa, serta melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan strategis.
---
Kesimpulan
Pembubaran BKMC menandai perubahan besar dalam strategi keamanan nasional Indonesia, yang beralih dari pendekatan defensif ke arah pragmatisme ekonomi. Namun, perubahan ini membawa risiko jangka panjang terhadap ketahanan negara dan rakyat. Untuk mengantisipasi tantangan tersebut, Indonesia perlu mengembangkan strategi yang berimbang, dengan mengutamakan kemandirian nasional, ketahanan sosial, dan pemerataan ekonomi, sambil tetap membuka ruang kerja sama dengan duniainternasional.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #