Dalam dua hari terakhir, sejumlah aktivis, pakar hukum, dan tokoh nasional menggencarkan langkah hukum terhadap dugaan pelanggaran dan korupsi terkait proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2). Perjuangan yang mereka sebut sebagai "maraton melawan oligarki" ini berfokus pada berbagai aspek, mulai dari pelanggaran tata ruang hingga dugaan tindak pidana korupsi.
Pada Kamis, 30 Januari 2024, dua tim secara terpisah melayangkan laporan kepada aparat penegak hukum:
1. Tim Ahmad Khozinuddin melaporkan dugaan pelanggaran tata ruang PIK-2 ke Kejaksaan Agung. PIK-2, yang merupakan kawasan elite hasil reklamasi di pesisir Jakarta, diduga melanggar berbagai aturan lingkungan dan perizinan.
2. Tim yang dipimpin Gufroni melengkapi laporan pidana terkait pagar laut PIK-2 ke Bareskrim Polri. Pagar laut ini menjadi kontroversial karena diduga menghambat akses masyarakat pesisir dan nelayan tradisional, serta berpotensi melanggar hukum lingkungan dan hak publik terhadap kawasan pesisir.
Tidak berhenti di situ, pada Jumat, 31 Januari 2024, tokoh-tokoh antikorupsi dan akademisi senior bergerak ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rombongan yang dipimpin mantan Ketua KPK, Abraham Samad, bersama dengan aktivis dan intelektual seperti Said Didu, Eros Djarot, M. Yasin, Roy Suryo, Anthony Budiawan, Gufroni, Petrus, Lukas, dan Syamsuddin, melaporkan dugaan korupsi yang melibatkan proyek PIK-2.
Dugaan Pelanggaran dan Korupsi di PIK-2
PIK-2, sebagai proyek properti raksasa yang dikembangkan di atas reklamasi pantai Jakarta, kerap disorot karena berbagai isu, di antaranya:
Reklamasi yang Bermasalah: Pembangunan kawasan ini diduga tidak sepenuhnya sesuai dengan aturan tata ruang dan perlindungan lingkungan. Kajian mengenai dampak reklamasi terhadap ekosistem dan masyarakat sekitar masih menjadi perdebatan.
Penguasaan Ruang Publik oleh Swasta: Pembangunan pagar laut yang membatasi akses masyarakat nelayan memicu polemik tentang hak publik terhadap kawasan pesisir yang seharusnya dapat diakses oleh semua orang.
Dugaan Korupsi Perizinan dan Pengelolaan: Proses perizinan dan pengelolaan lahan di PIK-2 ditengarai melibatkan praktik-praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat luas.
Perlawanan terhadap Oligarki: Sebuah Ujian bagi Penegakan Hukum
Gerakan ini tidak hanya menjadi ujian bagi keberanian para aktivis, tetapi juga bagi institusi penegak hukum. Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri, dan KPK kini diuji dalam menangani laporan-laporan ini secara transparan dan profesional.
Bagi publik, perjuangan ini menjadi simbol bahwa oligarki yang menguasai ekonomi dan politik tidak bisa terus dibiarkan tanpa pertanggungjawaban. Kasus PIK-2 adalah cerminan bagaimana kapital besar berpotensi merugikan kepentingan rakyat jika tidak dikontrol dengan ketat.
Jangan Kendor!
Sebagaimana diserukan oleh para pelapor, perjuangan ini masih panjang. Langkah hukum yang telah diambil merupakan awal dari maraton panjang melawan oligarki. Kini, masyarakat menunggu apakah aparat hukum benar-benar berpihak pada keadilan atau justru tunduk pada tekanan kepentingan besar.
Perjuangan ini bukan hanya tentang PIK-2, tetapi tentang bagaimana Indonesia menegakkan hukum bagi semua, tanpapandangbulu.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #