Oleh Radhar Tribaskoro The BRAIN Institute pada hari Senin, 03 Feb 2025 - 14:33:01 WIB
Bagikan Berita ini :

ETIKA DAN INOVASI DALAM PENGELOLAAN SDA OLEH ORMAS KEAGAMAAN

tscom_news_photo_1738567981.png
(Sumber foto : Gramedia)

Pengantar

Pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Indonesia selama ini telah menimbulkan persoalan etis yang serius. Praktik eksploitasi yang berlebihan sering kali mengabaikan kepentingan generasi mendatang, keberlanjutan ekosistem, dan kesejahteraan masyarakat lokal. Perusahaan-perusahaan yang diberi izin pengelolaan SDA kerap hanya berorientasi pada keuntungan jangka pendek dengan model “keruk-jual”, tanpa memikirkan dampak lingkungan yang ditinggalkan. Akibatnya, kawasan yang kaya akan SDA berubah menjadi lahan tandus, sumber air mengering, dan masyarakat lokal tetap terjebak dalam kemiskinan.

Dalam konteks ini, muncul wacana untuk memberikan lisensi pengelolaan SDA kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan. Langkah ini menimbulkan dilema etis: bagaimana memastikan bahwa ormas keagamaan tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti para pengusaha komersial? Sangat penting untuk menghindari citra bahwa ormas keagamaan hanya menjadi aktor baru dalam skema eksploitasi yang serupa, yang pada akhirnya meninggalkan lingkungan yang rusak dan masyarakat lokal dalam penderitaan. Oleh karena itu, keterlibatan ormas keagamaan dalam pengelolaan SDA harus didesain dengan inovasi dan tanggung jawab yang lebih tinggi dibandingkan model pengelolaan sebelumnya.

Inovasi dalam Pengelolaan SDA oleh Ormas Keagamaan

Agar pengelolaan SDA oleh ormas keagamaan tidak menjadi bencana baru, harus ada komitmen terhadap inovasi dalam tiga aspek utama:

Peningkatan Nilai Tambah. SDA yang dikelola oleh ormas keagamaan tidak boleh hanya dieksploitasi dalam bentuk bahan mentah dan dijual ke pasar dengan harga murah. Harus ada upaya serius untuk menciptakan nilai tambah melalui pengolahan lebih lanjut yang memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat. Sebagai contoh, batubara tidak hanya dikeruk lalu dijual sebagai produk mentah. Batubara itu dapat diolah untuk menjadi kokas, tar, gas dsb. Demikian pula hasil pertanian dan kehutanan tidak hanya ditebang dan dijual sebagai kayu gelondongan, tetapi diolah menjadi produk jadi atau setengah jadi dengan nilai ekonomi lebih tinggi. Dengan pendekatan ini, keberlanjutan ekonomi dapat lebih terjamin, dan pendapatan dari pengelolaan SDA tidak semata-mata bergantung pada eksploitasi bahan mentah.

Pemberdayaan Masyarakat Lokal. Ormas keagamaan harus memastikan bahwa keterlibatan mereka dalam pengelolaan SDA memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat. Program pelatihan keterampilan, akses ke modal usaha, dan skema kepemilikan bersama harus dikembangkan agar masyarakat lokal tidak hanya menjadi pekerja dengan upah rendah, tetapi juga memiliki peran aktif dalam rantai nilai pengelolaan SDA. Dengan cara ini, masyarakat tidak merasa terpinggirkan, tetapi justru menjadi bagian dari proses pembangunan yang berkelanjutan.

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Keberlanjutan SDA harus menjadi prinsip utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Ini berarti bahwa eksploitasi SDA harus dilakukan dengan menerapkan praktik ramah lingkungan, seperti reboisasi, pengelolaan limbah yang bertanggung jawab, dan penggunaan teknologi hijau. Ormas keagamaan yang diberi lisensi harus menunjukkan komitmen terhadap konservasi lingkungan agar generasi mendatang tetap dapat menikmati manfaat dari SDA yang ada.

Risiko "Junior Partner"

Meski memiliki peran penting dalam kehidupan sosial dan moral masyarakat, ormas keagamaan pada dasarnya tidak memiliki modal, teknologi, atau keterampilan teknis yang cukup untuk mengelola SDA secara mandiri. Akibatnya, ada risiko besar bahwa lisensi pengelolaan SDA yang diberikan kepada ormas keagamaan hanya akan berpindah tangan kepada mitra bisnis yang memiliki modal dan teknologi, tetapi dengan kontrol yang minim dari ormas itu sendiri. Dalam skenario ini, ormas keagamaan hanya akan menjadi "junior partner" tanpa kewenangan berarti, sehingga inovasi yang seharusnya melekat pada pengelolaan SDA oleh ormas keagamaan akan lenyap begitu saja. Hal ini pada akhirnya berpotensi mengulang pola eksploitasi lama dengan pelaku yang berbeda.

Penguatan Kapasitas

Jika negara memang bermaksud melibatkan ormas keagamaan dalam pengelolaan SDA bukan sekadar sebagai bentuk balas budi politik atau upaya membangun dukungan politik, maka negara harus siap untuk memberikan penguatan yang diperlukan. Bentuk penguatan ini bisa meliputi:

Dukungan teknologi dan inovasi, agar ormas keagamaan dapat mengembangkan pengolahan SDA dengan nilai tambah yang tinggi.

Bantuan dalam pengelolaan lingkungan, seperti akses ke teknologi ramah lingkungan dan perencanaan keberlanjutan.

Skema kepemilikan dan kemitraan yang sehat, di mana ormas keagamaan tetap memiliki kendali atas proses pengelolaan SDA, bukan hanya menjadi sekadar perantara bagi kepentingan bisnis pihak lain.

Regulasi yang ketat dan transparan, agar pengelolaan SDA oleh ormas keagamaan benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat luas dan tidak jatuh ke tangan kelompok yang hanya mengejar keuntungan pribadi.

Kesimpulan

Lisensi pengelolaan SDA oleh ormas keagamaan adalah kebijakan yang berpotensi memberikan manfaat besar, tetapi juga memiliki tantangan etis dan teknis yang tidak bisa diabaikan. Agar kebijakan ini tidak sekadar mengganti aktor tanpa mengubah pola eksploitasi, harus ada inovasi dalam tiga aspek utama: peningkatan nilai tambah, pemberdayaan masyarakat lokal, dan pengelolaan lingkungan hidup. Namun, karena ormas keagamaan tidak memiliki kapasitas teknis dan modal yang cukup, negara harus berperan aktif dalam memberikan dukungan agar ormas keagamaan tidak hanya menjadi mitra junior tanpa kendali. Jika kebijakan ini hanya dijalankan tanpa strategi yang jelas, maka alih-alih memberikan manfaat, keterlibatan ormas keagamaan justru akan menjadi masalah baru dalam pengelolaan SDA diIndonesia.===

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Tinjauan: Dinamika Politik dan Kekerabatan dalam Kepemimpinan Prabowo-Hashim dan John-Robert Kennedy .

Oleh Ariady Achmad dan Team teropongsenayan.com
pada hari Senin, 03 Feb 2025
Dalam sejarah politik dunia, hubungan antara saudara kandung sering kali menjadi faktor penting dalam membangun strategi kepemimpinan dan kebijakan publik. Dua pasangan saudara yang menarik untuk ...
Opini

Pembungkaman Pasif Berlanjut, Meski Jokowi Bukan Lagi Presiden RI

Ubaidilah Badrun, aktivis 98 dan dosen Universitas Negeri Jakarta dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Departemen Sosiologi tanpa alasan yang jelas. Aktivisme Ubaid yang berulang kali menyasar ...