Haris Rusly Moti, 20 Februari 2025-Menurut saya, kepentingan geopolitik berpotensi menunggangi situasi sosial untuk menciptakan eskalasi politik. Sejumlah kebijakan nasionalistik dan kerakyatan yang menjadi dasar serta arah pemerintahan Prabowo berpotensi mengundang masuknya tangan-tangan senyap yang menciptakan situasi ekskalatif.
Sejumlah kebijakan nasionalistik dan kerakyatan yang dibangun di atas dasar Pembukaan UUD 1945, seperti keputusan untuk bergabung menjadi anggota BRICS, pembentukan Danantara dan Bank Emas, kewajiban penempatan 100 persen devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam di dalam negeri, efisiensi dalam pengendalian utang luar negeri dan pencegahan kebocoran, hingga program hilirisasi komoditas, menjadi sasaran pengaruh kepentingan geopolitik.
Jika di masa lalu kepentingan geopolitik masuk secara terbuka melalui lembaga donor kepada sejumlah organisasi konvensional seperti LSM dan Ormas untuk mendikte arah kebijakan pemerintah, saat ini pola yang digunakan berbeda. Kini, strategi yang diterapkan adalah rekayasa salah paham terhadap sejumlah kebijakan pemerintah untuk membenturkan masyarakat dan mengobarkan kemarahan publik melalui media sosial dan sumber terbuka.
Namun, jiwa patriotik Presiden Prabowo menempatkannya sebagai sosok yang tidak pernah memecah belah dan membenturkan masyarakat demi urusan kekuasaan. Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, masyarakat sering kali diadu domba melalui influencer dan buzzer, membenturkan kelompok tertentu dengan kelompok lainnya.
Jika muncul protes dan kritik, saya yakin itu lebih banyak disebabkan oleh salah paham terhadap kebijakan strategis pemerintah. Menurut saya, arah dan dasar terobosan Presiden Prabowo sudah tepat dengan sejumlah kebijakan strategisnya, namun masih membutuhkan pemahaman, penyesuaian, dan penyempurnaan dalam implementasinya.
Jangankan mahasiswa dan masyarakat luas, bahkan para pemangku kebijakan di pusat hingga daerah pun masih memerlukan pemahaman dan penyesuaian dalam pelaksanaan program strategis tersebut. Oleh karena itu, wajar jika terjadi anomali dalam gerakan mahasiswa. Sebagai contoh, isu yang diangkat oleh gerakan mahasiswa justru mempersoalkan efisiensi yang bertujuan mencegah kebocoran dan mengendalikan utang luar negeri yang sudah menggunung.
Menurut saya, ini adalah sebuah anomali, karena persoalan utang luar negeri serta kebocoran dan korupsi merupakan isu yang selama puluhan tahun justru diperjuangkan oleh gerakan sosial di Indonesia. Anomali seperti ini bisa saja terjadi karena salah paham. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa ada rekayasa salah paham yang dilakukan oleh kepentingan geopolitik serta kekuatan kapital dan oligarki dalam negeri yang dirugikan oleh kebijakan tersebut.
Saya setuju dengan kritik bahwa anggaran pendidikan, termasuk anggaran riset dan kajian, seharusnya tidak menjadi objek efisiensi. Sebab, ruh atau nyawa pendidikan tinggi terletak pada riset, inovasi, dan pengabdian. Jika efisiensi anggaran pendidikan dilakukan, maka harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mengurangi kualitas pendidikan, termasuk kesejahteraan para pendidik, akibat pengurangan biaya pendidikan.
Saya yakin rekonstruksi efisiensi anggaran yang sedang dilakukan oleh pemerintah dan DPR akan berpihak pada kemajuan pendidikan nasional serta penguatan riset dan inovasi yang dipimpin oleh kampus-kampus. Dengan demikian, bangsa kita dapat tampil sebagai bangsa inovator, bukan sekadar pengguna produk teknologi asing.
Saya juga yakin bahwa kritik dan masukan terkait efisiensi biaya pendidikan pasti mendapat perhatian dari Presiden Prabowo. Sebab, yang sedang dibangun bukan hanya aspek fisik, tetapi juga jiwa dan raga pelajar serta mahasiswa. Kewajiban untuk memenuhi kebutuhan gizi pelajar harus berjalan seiring dengan peningkatan kualitas pendidikan dan fasilitas yang mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jangan sampai efisiensi anggaran dilakukan dengan menghapus beasiswa demi membiayai program makan bergizi gratis bagi pelajar di sekolah-sekolah anak kelas menengah yang sudah memiliki gizi cukup. Namun, kritik dan masukan seperti ini sudah dijawab oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Pimpinan DPR Sufmi Dasco Ahmad, yang menegaskan bahwa tidak ada efisiensi yang mengurangi beasiswa atau kualitas pendidikan tinggi.
Presiden Prabowo, saya yakin, akan tetap konsisten dalam melaksanakan efisiensi pada sektor-sektor yang menerima alokasi ulang dan refocusing anggaran hasil penghematan. Saya juga yakin bahwa efisiensi akan dilakukan terutama dalam pengadaan barang dan jasa terkait pelaksanaan program makan bergizi gratis. Kritik terkait tata kelola, akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan program makan bergizi gratis pasti akan direspons dengan baik oleh pemerintah.
Haris Rusly Moti, eksponen gerakan mahasiswa 1998 Yogyakarta
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #