Jakarta, 23 Februari 2025-Akhir akhir ini ruang publik kita dikejutkan oleh hadirnya sebuah auman serangan Megawati atas kepemimpinan nasional. Hal itu dilakukan menanggapi penahanan Hasto berdasarkan sebuah tuduhan dari KPK.
Tuduhan dan penahanan itu dianggap mengada ada dan masih sumir, sementara kasus kasus lain yang sangat jelas dan benderang tidak diusut bahkan diabaikan. Laporan laporan telah dilayangkan tetapi tidak ditindaklanjuti.
Megawati hadir mengesankan dengan sikapnya yang tegas dan menjanjikan akan hadirnya suatu good governance dalam penegakan hukum. Bagi publik nasional ini tentu memberikan harapan. Bangkitnya sebuah kepemimpinan yang diharapkan. Yakni ketegasan, kepedulian dan mudah mudahan bebas dari kesan drama Korea yang selama ini menghantui jagad politik kita.
Atas fenomena itu barangkali bisa dibuat sebuah matrix superposisi enerji epistemik PDIP. Dari matrix superposisi enerji itu akan kelihatan seberapa besar deposito legasinya PDIP dan Megawati yang tersedia baik dalam fungsi waktu maupun hasil akhirnya.
Kalau dikatakan bahwa Jokowi lakukan kriminalisasi berulang sebagai sebuah pola dalam penyelenggaraan kekuasaannya. Perlu juga dihitung berapa besar deposito legasinya PDIP dan Megawati pada saat itu. Yakni ketika mereka ikut mengawal Jokowi pada waktu itu dalam kesesatan dan kebejatannya.
Orang harus akui kepiawaian Megawati dalam mengelola kepemimpinannya atas PDIP dan negara.
Namun kepiawian itu tidak terlepas dari given legacy sebagai modal dasar yang diwariskan dari Bung Karno dan magnet kepemimpinannya.
Modal itu diperoleh dari legasi sebuah kepemimpinan yang merasuk dalam sukma kecintaannya pada rakyat, bangsa dan negara. Dari kepedulian dan cintanya yang mengesankan dalam perjuangan kemerdekaan republik dan peletakan dasar dasar negara Pancasila sebagai sebuah pandangan dunia yang hingga hari ini bersinar mengokohkan republik kita.
Pertanyaannya ketika legasi luhur itu diwariskan berapa sudut inklinasi yang terbentuk dalam penerapannya sehingga bisa menghasilkan sebuah kepemimpinan yang menghina rakyat dan hanya peduli menyokong para oligarkh penindas dan perampok di negara ini. Berapa sudut inklinasinya ketika maic(mic) dimatikan di tempat di mana suara rakyat harus diperdengarkan. Ketika angket harus diajukan untuk membongkar kebusukan pemilu di negeri ini tetapi tidak dilanjutkan dan terkesan hanya sebuah drama yang mengecewakan. Ketika harga gas diobral dan dimurahkan lebih dari setengah harga untuk China dan negara ini harus membeli gas dengan harga komersial untuk kebutuhan pokok rakyatnya. Dan ketika berbagai kasus korupsi ribuan trilyun ditenggelamkan di masa Jokowi dengan dukungan sumberdaya pengawalan itu.
Bagaimana juga dengan BRIN yang ditengarai hadir bukan sebagai rahmat sistem penelitian dan kebangkitan ilmu pengetahuan tetapi sebagai sebuah bencana bagi asset asset sistem perencanaan dan pembangunan kita, karena kehadirannya tanpa sebuah persiapan yang cukup terutama tanpa kajian dan sebuah platform yang komprehensif, sehingg bisa juga dianggap sebagai virus perusak atas bangunan ilmu pengetahuan dan pengembangannya yang komrehensif dan determined.
Semua itu harus masuk dalam akuntabilitas matrix legasi itu. Belum lagi bagaimana Pancasila diweaponize untuk mengawal kejahatan oligarkhi dan penindas penindas itu.
Bahkan diluncurkan sebuah model salam atas nama Pancasila untuk mengesahkan kejahatan pada rakyat itu. Dan bagaimana marwah agama direndahkan dengan memperkenalkan sebuah argumentasi alam rendah materialisme di tengah masyarakat yang relijius dan menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila. Kemudian penganut agama dipermalukan dan disudutkan bahwa semua mereka adalah kelompok ekstrim yang perlu dicurigai dan disingkirkan dari kehidupan republik ini. Kemudian ternyata tuduhan dan kriminalisasi itu hanya untuk layani kejahatan oligarkhi merebut republik dan menistai rakyat.
Semua ini memiliki jejak yang masih bergelantung dalam matrix legasi. Mari kita hitung magnitudenya dalam sistem republik yang bercahayakan mutu manikam cita cita kebangsaan kita. Dari situ bisa dihitung bagaimana sebuah siasat kepiawaian politik Megawati dan PDIP bisa hadapi siapa saja yang diinginkan. Monggo.
Jakarta Februari 2025
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #