Cimahi, 21 Februari 2025 -Dalam perdebatan tentang kebijakan sosial, ada pandangan bahwa negara seharusnya lebih fokus pada penyediaan pendidikan gratis dan penciptaan lapangan kerja ketimbang memberikan makan bergizi gratis (MBG). Mereka yang berpendapat demikian sering kali beranggapan bahwa pendidikan dan pekerjaan adalah solusi jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat, sementara makan bergizi gratis hanya bersifat sementara. Namun, anggapan ini mengabaikan satu fakta mendasar: negara tidak boleh memilih satu aspek kesejahteraan di atas yang lain, melainkan harus melayani seluruh kebutuhan warganya tanpa terkecuali.
MBG sering dianggap sebagai kebijakan populis yang tidak memberikan dampak signifikan dalam jangka panjang. Namun, penelitian menunjukkan bahwa akses terhadap makanan bergizi memiliki dampak besar terhadap produktivitas dan perkembangan individu. Sebuah studi dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyatakan bahwa kelaparan dapat menurunkan produktivitas kerja sebesar 20%. Ini berarti bahwa pekerja yang lapar tidak dapat bekerja dengan optimal, sementara anak-anak yang kekurangan gizi tidak dapat belajar dengan baik di sekolah.
Selain itu, program MBG telah terbukti meningkatkan partisipasi siswa di sekolah. Data dari Program Makanan Sekolah PBB menunjukkan bahwa penyediaan MBG di sekolah dapat meningkatkan kehadiran siswa hingga 20% dan meningkatkan kinerja akademik secara signifikan. Hal ini membuktikan bahwa makanan bergizi berkontribusi langsung terhadap pendidikan, sehingga argumen bahwa pendidikan lebih penting daripada MBG tidaklah berdasar.
*Negara Melayani Semua*
Negara bukanlah entitas yang berhak memutuskan bahwa satu aspek kesejahteraan lebih penting dari yang lain. Tugas negara adalah memastikan bahwa seluruh kebutuhan dasar warganya terpenuhi, baik itu pendidikan, pekerjaan, maupun kebutuhan pangan. John Rawls, seorang filsuf politik, menegaskan dalam A Theory of Justice bahwa keadilan sosial hanya bisa dicapai ketika negara memastikan kesejahteraan bagi yang paling rentan dalam masyarakat. Jika negara hanya fokus pada pendidikan dan pekerjaan tanpa memastikan bahwa rakyatnya tidak kelaparan, maka negara telah gagal dalam tugasnya.
Sebagai contoh, negara-negara Skandinavia seperti Finlandia, Swedia, dan Norwegia tidak hanya menawarkan pendidikan gratis dan menciptakan lapangan kerja, tetapi juga menyediakan MBG di sekolah. Pendekatan ini menunjukkan bahwa negara tidak harus memilih salah satu kebijakan sosial, melainkan dapat dan harus menjalankan semuanya secara bersamaan.
Beberapa pihak mungkin berargumen bahwa program MBG terlalu membebani anggaran negara. Namun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa investasi dalam makanan gratis justru memiliki dampak positif dalam jangka panjang. Sebuah studi yang diterbitkan oleh Brookings Institution menunjukkan bahwa program makan gratis di sekolah dapat meningkatkan PDB suatu negara dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja di masa depan.
Selain itu, kebijakan ini juga dapat mengurangi ketimpangan sosial. Anak-anak dari keluarga miskin sering kali mengalami kesulitan dalam mengakses makanan bergizi, yang berujung pada ketidaksetaraan dalam kesehatan dan pendidikan. Dengan memberikan MBG, negara turut memastikan bahwa semua anak, tanpa memandang latar belakang ekonomi mereka, memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.
*Sinergi*
Argumen bahwa pendidikan dan lapangan kerja lebih penting daripada MBG mengabaikan keterkaitan antara ketiganya. Pendidikan berkualitas tidak dapat dicapai jika siswa datang ke sekolah dalam keadaan lapar. Begitu pula dengan penciptaan lapangan kerja, yang membutuhkan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Oleh karena itu, MBG bukanlah penghambat pembangunan, melainkan bagian integral dari pembangunan itu sendiri.
Mantan Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan, pernah berkata, “Hunger is not an issue of charity. It is an issue of justice.” Kelaparan bukanlah sekadar masalah kedermawanan, tetapi merupakan isu keadilan. Jika negara hanya berfokus pada pendidikan dan pekerjaan tanpa mengatasi permasalahan kelaparan, maka keadilan sosial tidak akan pernah tercapai.
Negara tidak boleh memilih antara pendidikan, pekerjaan, atau MBG. Ketiganya saling berhubungan dan sama pentingnya dalam menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera. Dengan memastikan bahwa tidak ada warga negara yang kelaparan, negara tidak hanya meningkatkan produktivitas dan kualitas pendidikan, tetapi juga menciptakan fondasi bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Program MBG bukanlah kebijakan yang menghambat pembangunan, melainkan sebuah investasi sosial yang berdampak luas. Negara yang benar-benar peduli pada kesejahteraan rakyatnya harus mampu mengakomodasi semua kebutuhan dasar, tanpa harus memilih salah satu dan mengorbankan yang lain. Seperti yang dikatakan Nelson Mandela, “Overcoming poverty is not a gesture of charity, it is an act of justice.” Mengatasi kemiskinan, termasuk dengan memberikan akses terhadap makanan bergizi, adalah tindakan keadilan, bukan sekadar amal. Dengan prinsip ini, MBG seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari kebijakan kesejahteraan negara mana pun.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #