JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya meminta pemerintah pusat bertindak tegas terhadap temuan soal peraturan daerah (Perda) diskriminatif di Tolikara, Papua. Sebab Perda yang melarang pembangunan rumah ibadah bagi agama selain Gereja Injil Di Indonesia (GIDI) tersebut berpotensi memecah umat.
Selain itu, Harits juga menjelaskan bahwa Perda tersebut sengaja diciptakan sebagai tahapan untuk menuju referendum agar Papua bisa lepas dari NKRI.
"Di situ terlihat dengan jelas bahwa agama menjadi alat yang paling seksi untuk melegitimasi tujuan politis,” kata Harits di Jakarta, Selasa28/7/2015).
Ia menjelaskan bahwa sebenarnya Perda diskriminatif terhadap umat Islam di Tolikara tidak punya pijakan, baik ketika merujuk pada aspek historis, politis, normatif maupun hukum dalam kontek Indonesia.
Oleh karenanya, pemerintah pusat harus jeli dan peka melihat persoalan tersebut, dengan menghapus Perda tersebut. Sebab bukan tidak mungkin fakta-fakta yang ditemukan di Tolikara merupakan permainan asing.
“Pemerintah harus waspada permainan asing melalui para misionaris dan gereja yang secara sistemik mengkonstruksi kepentingan politik primordial tersebut," jelasnya. (iy)