Opini
Oleh Nayawan Persada, S.IP (Pemerhati Militer dan Alumni Ilmu Politik FISIP UI) pada hari Kamis, 13 Agu 2015 - 11:10:46 WIB
Bagikan Berita ini :

Wakil Panglima TNI, Antara Ada dan Tiada (1)

8TNI.jpg
Prajurit TNI (Sumber foto : Istimewa)

Posisi wakil Panglima TNI kembali diangkat ke permukaan tataran penyelenggaraan negara oleh pimpinan TNI (ketika itu Panglima TNI Jenderal Moeldoko) menjelang masa pensiunnya. Pihak TNI berpendapat bahwa posisi wakil Panglima TNI perlu ada (dibentuk) supaya bisa menggantikan Panglima TNI saat berhalangan.

Dalam organisasi militer, Panglima dan wakil Panglima TNI itu satu kotak. Jadi kalau Panglima TNI tidak ada, wakil Panglima langsung bisa action sebagai Panglima TNI. Bahkan pihak TNI menambahkan bahwa fungsi wakil Panglima berbeda dengan Kepala Staf Umum (Kasum) TNI. Kasum tugasnya hanya mengkoordinasikan asisten. Jadi kalau Panglima TNI tidak ada, Kasum tidak bisa action sebagai Panglima TNI. Lalu, bagaimanakah selanjutnya tentang posisi wakil Panglima (Wapang) TNI, apalagi sudah lebih sebulan (tanggal 8 Juli 2015) Jenderal Gatot Nurmantyo telah dilantik oleh Presiden Jokowi sebagai Panglima TNI untuk menggantikan Jenderal Moeldoko yang telah pensiun. Perlukah Panglima TNI yang baru ini didampingi oleh Wapang?.

Tulisan ini bertujuan bukan untuk mendukung atau tidak mendukung keberadaan posisi Wapang. Mungkin tulisan ini sebagai sumbang pemikiran dan bahan diskusi tambahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan juga kepada masyarakat. Sebelum masuk ke pembahasan tentang keberadaan Wapang, ada baiknya kita melihat sejarah adanya Wapang.

Sebenarnya posisi/jabatan Wapang telah ada pada masa awal-awal kemerdekaan RI yakni di tahun 1948. Untuk pertama kalinya Kolonel A.H Nasution menjabat posisi Wapang Perang RI untuk mendampingi Panglima Besar Jenderal Soedirman. Tetapi AH Nasution hanya lebih kurang setahun menjabat Wapang. Sejak tahun 1949 dan seterusnya di era Pemerintahan Soekarno, posisi Wapang tidak ada lagi. Pada masa Pemerintah Orde Baru (Soeharto), jabatan Wapang TNI tidak pernah ada. Barulah pada Pemerintahan BJ Habibie, jabatan Wapang kembali dihidupkan dengan diangkatnya Laksamana Widodo AS untuk mendampangi Panglima TNI, Jenderal Wiranto. Masa jabatan Widodo AS sebagai Wapang tidak lama hanya 3 bulan seiring pergantian pemerintahan yang baru.

Di Pemerintahan Abdurahman Wahid (Gus Dur), Laksamana Widodo AS dinaikkan menjadi Panglima TNI. Posisi Wapang selanjutnya dijabat oleh Jenderal Fachrul Razi yang sebelumnya menjabat Sekjen Dephan dan Kasum TNI. Namun Fachrul Razi pun hanya lebih kurang setahun menjabat Wapang. Di tahun 2000, Presiden Gus Dur membubarkan jabatan Wapang.

Di masa Pemerintahan Megawati dan SBY, jabatan Wapang tidak ada. Jadi dapat disimpulkan sejak kemerdekaan RI hingga saat ini hanya ada 3 nama perwira TNI yang pernah menjabat sebagai Wapang, yakni: AH Nasution, Widodo AS dan Fachrul Razi. Lantas, di masa Pemerintah Jokowi yang baru 10 bulan ini, jabatan Wapang akan ada lagi. Tak tanggung-tanggung, usulan jabatan Wapang untuk dihidupkan kembali berasal dari Panglima TNI sendiri (ketika itu Jenderal Moeldoko). Perlukah posisi Wapang dihidupkan kembali?.

Apabila kita baca UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI, tidak ada pasal dan ayat yang mengatur tentang jabatan Wapang. Dalam UU No 34 Tahun 2004 tersebut yang diatur hanya jabatan Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan. Menurut saya walau bukan orang hukum, apabila jabatan Wapang dihidupkan kembali, harus direvisi terlebih dahulu UU No 34 Tahun 2004 alias bukan hanya dengan Keppres/Perpres. Apabila hanya dengan Keppres/Perpres, maka jabatan Wapang akan lebih rendah dari jabatan Kepala Staf Angkatan. Hal ini karena jabatan Kepala Staf Angkatan di atur dengan UU, sedangkan jabatan Wapang diatur hanya dengan Keppres/Perpres. Dalam hukum, kedudukan UU itu lebih tinggi dari Keppres/Perpres. Padahal jabatan Wapang merupakan orang nomor dua tertinggi dalam struktur TNI.

Kemudian mengenai pangkat apa yang yang harus dikenakan oleh Wapang, apabila jabatan tersebut dibentuk kembali. Memang ada beberapa tokoh yang berpendapat bahwa Wapang itu bintang 3 saja karena sejajar dengan jabatan Wakapolri. Namun menurut saya, ada hal yang perlu diperhatikan di TNI, yaitu adanya jabatan Kepala Staf Angkatan yang jumlahnya 3 (KSAD, KSAL, KSAU) yang masing-masing berpangkat bintang 4. Apabila Kepala Staf Angkatan berpangkat bintang 4, sedangkan Wapang pangkatnya bintang 3, nanti jabatan Wapang tidak prestius dan percuma saja dihidupkan kembali. Para perwira tinggi (pati) TNI pun lebih tertarik mengejar jabatan Kepala Staf Angkatan daripada jabatan Wapang. Padahal Kepala Staf Angkatan itu bertugas untuk pembinaan prajurit di masing-masing matranya. Sedangkan Wapang itu action pegang komando untuk menggerakkan pasukan.

Apabila dilihat dari Pati TNI yang pernah menjadi Wapang, ternyata Widodo AS dan Fachrul Razi berpangkat bintang 4 ketika menjabat Wapang. Hanya AH Nasution ketika jadi Wapang berpangkat Kolonel. Hal itu dapat dimaklumi karena AH Nasution menjadi Wapang di awal-awal kemerdekaan dimana organisasi/struktur di TNI belum tertata dengan baik. Maka itu, menurut saya apabila jabatan Wapang dihidupkan kembali, lebih gagah berpangkat bintang 4.(bersambung)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #wakil panglima tni  #panglima tni  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Mentalitas Kasino

Oleh Ahmadie Thaha (Pengaruh Pesantren Tadabbur al-Qur'an)
pada hari Selasa, 05 Nov 2024
Dalam dunia yang penuh dengan mimpi-mimpi besar, mungkin ada di antara kita yang membayangkan Indonesia sebagai Tanah Air yang tenteram, adil, dan sejahtera. Tapi tunggu dulu. Ternyata, harapan itu ...
Opini

Tidak Ada Kerugian Negara Dalam Pemberian Izin Impor Gula 2015: Ilusi Kejagung

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Tom Lembong telah menyalahgunakan wewenang atas pemberian izin impor Gula Kristal Mentah tahun 2015 kepada perusahaan swasta PT AP, sehingga merugikan keuangan ...