JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Prostitusi tampaknya masih menjadi permasalahan yang membelit Ibu Kota Jakarta. Betapa tidak, hingga hari ini prostitusi begitu mudahnya dijumpai di beberapa wilayah DKI.
Masih segar diingatkan publik, betapa larisnya praktik prostitusi online hingga model menerima tamu di kos-kosan menjadi tempat esek-esek yang banyak diburu.
Permasalahan tersebut tentu tak bisa dipandang sebelah mata, keberadaannya kian meresahkan masyarakat dan menjadi pekerjaan serius yang perlu dicari jalan keluarnya oleh pemerintah, khususnya Pemprov DKI.
Eksistensi tempat prostitusi tak bisa dilepaskan dengan keberadaan para pekerja seks komersial (PSK) yang berkeliaran di beberapa wilayah di DKI. Ditambah lagi, kebutuhan para hidung belang juga masih cukup tinggi demi memenuhi nafsu bejatnya.
Di Jakarta Timur misalnya, pantauan TeropongSenayan di lapangan, salah satu titik para PSK menjajakan diri itu berada di Jalan Raya Bekasi, Jakarta Timur, tepatnya di bawah fly over Jatinegara hingga depan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.
Setiap malam, puluhan PSK menjajakan dirinya di tempat terbuka seperti di atas trotoar. Di antara mereka ada juga yang bersembunyi di balik tembok-tembok pagar pembatas rel kereta api sembari menunggu para pelanggannya datang.
Biasanya, mereka mulai menjajakan diri pada pukul 20.00 WIB. Rentang usia mereka juga variatif, ada yang remaja dan ada juga perempuan setengah baya.
Mangkal Siang Hari
Bahkan, keberadaan PSK itu juga bisa dijumpai pada siang hari. Namun, itu hanya berlaku bagi para pelanggan yang sudah sama-sama kenal. Sehingga pelanggan baru bisa dipastikan tak akan dilayani.
"Kalau orang yang enggak biasa lewat atau orang yang bukan pelanggan enggak akan tahu, enggak akan mengenali PSK itu," kata Rizky Anindito (31), warga yang biasa mangkal di lokasi, saat berbincang dengan TeropongSenayan, Kamis (7/9/2015).
Menurut Rizky, PSK yang biasa menjajakan diri pada siang hari tidak secara blak-blakan menawarkan diri kepada calon pelanggan. Mereka punya trik dan kode tersendiri.
"Mereka (PSK) itu enggak menawarkan diri secara blak-blakan. Mereka hanya nunggu di pinggir jalan layaknya orang nunggu angkot. Nanti para pelanggannya yang nyamperin dia," katanya.
Hal itu dilakukan, untuk mengelabuhi petugas (Satpol PP) yang setiap saat juga mengintai mereka.
Anehnya, kata Rizky, petugas Satpol PP terkesan sengaja membiarkan di saat para PSK beraksi pada malam hari.
Seakan memberi bocoran, Rizky juga menyebut, PSK di lokasi tersebut juga memiliki tempat khusus saat kencan dengan para pelanggannya. Tak jauh dari tempat itu, tersedia wisma yang biasa dijadikan tempat mesum tak jauh dari stasiun Jatinegaraa.
"Sekali main, mereka (PSK) tarifnya Rp250 ribu. Itu sudah termasuk kamar. Di belakang stasiun Jatinegara itu ada wisma, sewanya Rp100 ribu. Tempat itu juga tidak pernah disentuh sama petugas," ujarnya
Diakui Rizky, tentu keberadaan mereka membuat resah warga sekitar. Warga takut anak-anak mereka terpengaruh dengan lingkungan sekitar. Tetapi warga juga tidak bisa berbuat banyak. Pasalnya, praktik prostitusi itu sudah berlangsung puluhan tahun.
"Kami sebenarnya resah, punya anak, takut pada terpengaruh. Kami minta keseriusan pemerintah untuk menertibkan, jangan setengah-setengah. Masa sampe sekarang masih aja ada," kata Rizky. (iy)