JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Kepala Riset Kebijakan Ekonomi Publish What You Pay Indonesia, Wiko Saputra, menanggapi upaya Dewan Perwakilan Rakyat mengajukan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Nasional. Menurutnya, hadirnya RUU salah kaprah, karena tidak mempunyai substansi yang jelas.
“Ini RUU salah kaprah, seperti tax amnesty plus plus,” kata Wiko, akhir pekan lalu.
Menurutnya, menilai langkah negara sudah seperti sudah kehabisan akal, karena pengampunan pelaku kejahatan keuangan berpotensi merusak penegakan hukum yang sudah dirintis. Jika draft pengampunan ini lolos, negara bakal dianggap kalah oleh aksi para penjahat keuangan.
Sebenarnya kata dia, ada cara lain bila pemerintah ingin mendongkrak penerimaan lewat pajak. Salah satunya ialah dengan penegakan hukum di sektor pertambangan. Dia menjelaskan dari 10 ribu perusahaan tambang hanya 60 persen yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
Sebanyak 37 persen di antaranya yang melaporkan surat pemberitahuan (SPT) pajak tahunan.
“Coba bayangkan berapa potensi pajak yang hilang hanya dari satu sektor saja,” jelasnya.
Dikatakannya, alibi pemerintah yang menganggap RUU itu dirancang untuk menarik devisa hasil ekspor di luar negeri dinilai terlalu lemah. Pilihan pengusaha menyimpan uang di luar negeri lantaran belum solidnya sistem keuangan Indonesia yang memberikan jaminan kepastian usaha, khususnya bagi para pemilik aset. Ini ditambah lagi, Indonesia termasuk negara yang menganut asas devisa bebas. Tak aneh jika banyak pengusaha yang memilih menyimpan dananya di negara surga pajak, seperti Singapura. (iy)