Opini
Oleh Marco Kusumawijaya (Pendiri dan Direktur RUJAK Center for Urban Studies) pada hari Rabu, 02 Des 2015 - 12:48:04 WIB
Bagikan Berita ini :

Lalu Lintas Jakarta Terburuk ke-2 di Dunia, Stop Salahkan Warga

80marco.jpg
Marco Kusumawijaya (Sumber foto : Istimewa)

Kita tak perlu kaget saat membaca kabar tentang pernyataan yang dikeluarkan oleh perusahaan teknologi aplikasi navigasi lalu lintas Waze bahwa Kota Jakarta berada di urutan kedua dengan ketidakpuasan berkendara terburuk di dunia. Prestasi buruk ini dirilis berdasarkan hasil survei indeks kepuasan pengemudi global yang mereka lakukan.

Rata-rata pengemudi di Jakarta menghabiskan waktu selama 42,1 menit ketika berpergian dari rumah atau tempat tinggalnya menuju kantor. Angka tersebut tidak berbeda jauh dengan Kota Manila, Filipina yang mendapat predikat paling buruk dari seluruh kota dunia, yaitu selama 45,5 menit.

Penilaian Waze terhadap ketidakpuasan berkendara tak lepas dari persoalan polusi, kemacetan, kualitas jalan yang kurang baik, lahan parkir, serta harga bahan bakar minyak yang dinilai mahal oleh masyarakat. Buruknya infrastruktur di Jakarta dirasakan juga oleh para pebisnis lokal maupun asing saat berkunjung ke Jakarta.

Ini bukan pertama kalinya kota kita Jakarta mendapat peringkat terburuk tentang lalu lintas. Di awal tahun 2015 Castrol Magnate survey juga mengatakan hal yang demikian berdasarkan data dan penelitian mereka. Menurut indeks Stop-Start Magnatec Castrol, rata-rata terdapat 33.240 kali proses berhenti-jalan per tahun di Jakarta. Indeks ini mengacu pada data navigasi pengguna Tom Tom, mesin GPS, untuk menghitung jumlah berhenti dan jalan yang dibuat setiap kilometer. Jumlah tersebut lalu dikalikan dengan jarak rata-rata yang ditempuh setiap tahun di 78 negara.

Mobilitas di kota kita ini jelas sudah tidak dapat lagi ditampung dengan kendaraan pribadi, karena seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan mendorong pergerakan/mobilitas warga, namun lahan yang tersedia untuk bergerak tidak bertambah. Diperlukan sebuah pakem baru untuk memfasilitasi pergerakan warga.

Angkutan massal sebetulnya merupakan solusi yang paling efektif dan merupakan satu-satunya yang dapat diandalkan untuk masa depan. Tapi angkutan massal memerlukan integrasi dengan penataan ruang agar efektif. Karena itu, penataan sistem angkutan dengan penekanan pada angkutan umum massal dan penataan ruang adalah satu nafas tindakan.

Pemerintah kota kita, Jakarta, perlu mencurahkan energi dan waktunya untuk fokus kepada pembenahan angkutan massal. Untuk MRT tidak ada lagi yang dapat dilakukan, sementara LRT masih menunggu komando pemerintah pusat. Satu-satunya yang dapat digerakkan langsung oleh Pemprov Jakarta adalah sistem angkutan massal dengan bus, yaitu memberdayakan Transjakarta secara maksimal dan secepatnya.

Transjakarta sangat perlu bahkan wajib mendapat perhatian khusus untuk dibenahi layanannya, ditingkatkan kapasitasnya, dan juga diperlukan edukasi kepada polisi dan masyarakat untuk menghargai eksklusifitas lajurnya.

Kebijakan parkir yang lebih ketat dan mahal perlu juga dilakukan untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi, terutama yang digunakan untuk ulang-alik (commuting) dan diparkir di tengah kota. Inti dari penataan mobilitas di masa depan adalah pembatasan penggunaan kendaraan pribadi, dan memastikan kapasitas angkut secara massal dapat tersedia dalam waktu kurang dari 2 tahun.

Saat ini porsi biaya transportasi terhadap pendapatan rata-rata kita warga Jakarta juga termasuk yang tertinggi, yaitu sekitar 15-35 % dari penghasilan. Celakanya, makin miskin warga, makin besar pula porsi tersebut. Sementara di kota-kota maju, porsi itu hanya berkisar 3-8 %. Biaya transportasi yang tinggi adalah salah satu hambatan struktural utama bagi kaum miskin dan kelas menengah Indonesia, mayoritas penduduk kota kita Jakarta, untuk menabung dan produktif.

Sudah bukan waktunya pemerintah kota kita hanya menyalahkan disiplin masyarakat dalam berkendaraan, namun harus juga bekerja maksimal mengatasi masalah mobilitas secepat mungkin agar kota kita ini terhindar dari acute traffic clogging yang gejala-gejalanya sudah mulai nampak. Pengetahuan dan teknologi sudah cukup tersedia. Diperlukan kerja yang sungguh-sungguh tekun. Ini akan membuka lapangan pekerjaan yang cukup luas, produktivitas dan seluruh roda ekonomi Jakarta dan nasional.

TeropongKita adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongKita menjadi tanggung jawab Penulis.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #alat-transportasi-kota  #dki-jakarta  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Selamat Datang di Negeri Para Bandit

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Jumat, 22 Nov 2024
Banyak kebijakan ekonomi dan sosial Jokowi selama menjabat Presiden sangat lalim, sangat jahat, sangat kejam, khususnya terhadap kelompok masyarakat berpendapat menengah bawah.  Kejahatan ...
Opini

Ridwan Kamil dan Jakarta Gemilang

Dukungan Habib Rizieq Shihab, Imam Besar umat Islam Indonesia, khususnya dengan jutaan pengikut di Jakarta kepada Ridwan Kamil (RK), khususnya diberikan melalui FPI Jakarta dan juga dukungan mantan ...