JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pakar Komunikasi Effendi Gazali mengaku heran dengan cara kerja aparat penegak hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani sebuah kasus korupsi.
Effendi mencontohkan, bagaimana beberapa kasus besar temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang nilainya di atas Rp 1 miliar, tetapi terkesan didiamkan KPK tanpa ada kejelasan dan tindaklanjut yang jelas.
"Kasus RS Sumber Waras yang berasal dari temuan BPK ada indikasi korupsi sebesar Rp 191 miliar. Tapi kasus ini masih tersimpan di KPK dan belum jelas nasibnya," kata Effendi kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Sementara itu, KPK menunjukkan sikap yang berbeda sama sekali dan terkesan begitu super agresif saat menangani kasus yang menimpa mantan Sekjen DPP NasDem, Patrice Rio Capella.
Padahal, dugaan tindak pidana korupsi yang disangkakan terhadap Rio Capella tersebut hanya sebesar Rp 200 Juta.
Bahkan, banya pihak yang mengkritisi sikap tebang pilih KPK, karena kasus yang menimpa Rio adalah kasus 'uang receh' yang seharusnya bisa ditangani oleh pihak kepolisian tingkat Polsek.
"Saya heran, kasus yang nilai kerugiannya lebih besar malah mandek. Yang nilai Rp 200 juta malah diuber-uber. Ada apa ini?" ujar Effendi dengan nada kecewa.
Karena itu, dia menyebut wajar jika cara kerja aparat penegak hukum yang tidak jelas itu sering menjadi tanda tanya dikalangan masyarakat, apakah kerja penegak hukum di KPK betul mengikuti aturan atau disesuaikan dengan kondisi dan order tertentu.
"Jangan salah kalau ada sebagian masyarakat menilai kinerja aparat hukum kita kental nuansa politiknya. Sehingga jika ada kaitannya dengan politisi, itu duluan yang disikat," tandasnya. (mnx)