DUNIA politik, memang dunia tempat orang saling berebut kekuasaan. Dan, kekuasaan itu tidak lagi melihat siapa lawan dan siapa kawan. Kawan kalau tak memberi manfaat,
bisa jadi lawan dalam selimut. Sebaliknya, lawan kalau bisa diajak berkompromi, ya bisa jadi kawan. Itulah yang terjadi di Gedung Parlemen di Senayan.
Saat ini rakyat menyaksikan atraksi kaum pemburu kekuasaan di sana. Ditengarai ada sebuah perselingkuhan antara lawan dan kawan politik. Perselingkuhan untuk memuluskan bagi-bagi kekuasaan, yaitu di komisi dan alat kelengkapan Dewan (AKD) itu berujung pada akan direvisinya UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (MD3).
Padahal, UU yang memenangkan Koalisi Merah Putih (KMP) itu sudah dikukuhkan Mahkamah Konstitusi dari gugatan Koalisi Indonesia Hijau (KIH). Tapi, KMP luluh dengan rongrongan KIH yang membikin DPR tandingan. Dan rakyat menyaksikan bahwa adanya DPR tandingan yang diuat KIH ini dinilai sebagai kejahatan politik dan menyeret pemerintah untuk mengamininya.
Kini, demi meluluhkan rongrongan KIH dari tuntutan meminta jabatan di komisi dan AKD, KPM pun bersedia merevisi UU MD3. Maka tak heran jika Direktur Eksekutif Insitute for Strategic and Indonesia Studies (ISIS) Kisman Matumakulita menyebut DPR sebagai rumah bordil kaum politisi yang menjijikkan. Alasannya, revisi UU MD3 tersebut sangat tak masuk akal dan tak ada urugensinya untuk dilakukan. Sebab, UU MD3 tersebut sudah pernah digugat ke MK & ditolak oleh MK. Artinya, bagi MK, UU itu sudah merupakan bentuk dari sistem pengambilan keputusan di parlemen yang demokratis dan sesuai konstitusi yang berlaku.
Itu adalah praktik politik yang hina dina dan jorok karena para politisinya melakukan praktik transaksional, tapi justru menghancurkan pranata kehidupan berbangsa dan bernegara yang bermartabat. Praktik berpolitik itu, menurut Kisman yang juga politisi Partai Nasdem, juga sama gawatnya dengan upaya Presiden Jokowi yang mengundang investor asing untuk membangun infrastruktur Indonesia, jika itu tak lebih dari upaya mengobral aset negara. (b)