JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Ada gejala politisi di Koalisi Indonesia Hebat (KIH) terserang paranoid dan kecewa. Mereka takut penguasa yang didukung dijatuhkan di sisi lain ada kekecewaan karena tidak terakomodir dalam kabinet. "Saya kira gejala itu yang terjadi saat ini," kata politisi dari PKS Mahfud Sidiq, kepada TeropongSenayan, Jumat (14/11).
Padahal, kata Ketua Komisi I DPR ini, seharusnya tidak berpikir sejauh itu. Karena pasal-pasal dalam UU 17 tahun 2014 tentang Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang dikhawatirkan mengancam penguasa itu sudah ada sebelumnya dan dibahas sebelum Pemilu. "Jadi tidak ada yang tahu persis siapa yang akan jadi Presiden. Mengapa sekarang terlalu takut dan harus diubah," katanya lagi.
Sebelumnya, KIH dan Koalisi Merah Putih (KMP) telah menyepakati 4 poin untuk menyelesaikan kisruh di DPR. Keempat poin itu adalah pertama, penambahan jatah pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD) untuk KIH sebanyak 21 kursi. Karena itu perlu perubahan pasal 98 ayat 2, UU 17 tahun 2014 tetang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) melalui Badan legislasi. Karena dalam UU ini pimpinan komisi hanya 1 ketua dan 3 wakil ketua.
Kedua, sebelum perubahan UU MD3, KIH harus menyerahkan daftar nama anggota fraksinya untuk dimasukkan dalam komisi, termasuk ke badan legislasi (baleg) agar bisa membahas perubahan UU. Ketiga, masalah dan kesepakatan ini harus sudah ditandatangani dan selesai sebelum masa reses 5 Desember. Dan keempat, akan dilakukan perubahan terhadap pasal-pasal yang membahayakan sistem presidensial.
Belakangan, setelah seluruh ketua umum partai bertemu di rumah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati, ada tuntutan perubahan Pasal 98 ayat 6,7 dan 8 tentang komitmen presiden melaksanakan keputusan rapat dengan DPR dan pasal 73 ayat 3 terkait tentang hak-hak DPR seperti hak interpelasi, angket, dan menyatakan pedapat. Hal ini belum disepakati oleh Koalisi Merah Putih (KMP) hingga tanda tangan kesepakatan pun batal.(ss)