Wakil Ketua DPRD DKI, Triwisaksana meminta Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat tegak lurus pada aturan Permendagri No 73 Tahun 2016 terkait rencana perombakan pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Hal itu sebagaimana diatur dalam surat edaran Kemendagri, melalui Dirjen Otonomi daerah (Otda), bahwa kepala daerah baru yang jabatannya akan berakhir tidak perlu mengganti pejabat kecuali terdapat kekosongan jabatan.
"Kita sih belum dengar itu(rencana perombakan pejabat)langsung dari Pak Gubernur, tapi menurut surat edaran Dirjen Otda Kemendagri aturan mainnya ya begitu. Makanya Permendagri itu harus menjadi pegangan (Gubernur Djarot) dalam melakukan pergantian pejabat," kata Triwisaksana saat ditemui TeropongSenayan, di lantai 9 Gedung DPRD DKI, Jakarta, Jumat (7/7/2017) malam.
Dalam surat edaran tersebut, lanjut dia, kepala daerah hanya boleh melakukan pergantian formasi pejabat bilamana ada pos jabatan yang kosong.
"Mereka yang boleh diganti antara lain, adalah karena pejabat terkait pensiun, kedua karena meninggal dunia dan terakhir karenatersandung kasus hukum. Itu pun harus atas persetujuan Kemendagri. Jadi, diluar tiga kriteria itu jelas tidak boleh. Bunyi suratnya begitu," jelas politisi PKS yang akrab disapa Bang Sani itu.
Namun, saat ditanya langkah apa yang akan ditempuh politisi Kebon Sirih jika nantinya Djarot menabrak Permendagri73/2016dalam merombak posisi para pembantunya, Sani mengakusepenuhnyaakan menyerahkan masalah tersebut kepada Kemendagri.
"Nanti itu urusan Kemendagri, kan itu kewenangan penuh Kemendagri. Kita serahkan kepada Pak Mendagri (Tjahjo Kumolo)," ucap Suami Lilia Sari ini.
Untuk diketahui, saat ini pejabat di lingkungan Pemprov DKI sedang panas-dingin pasca Djarot sesumbar bakal merombak beberapa pos jabatan di Ibu Kota DKI.
Padahal, jika merujuk pada Permendagri 73/2016 tentang pendelegasian wewenang penandatanganan persetujuan tertulis untuk melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah, sebenarnya para pejabat aktif tidak perlu was-was sedikitpun.
Setidaknya, hal itu sebelumnya juga pernah disampaikan Sekretaris Komisi A DPRD DKI, Syarif.
Permendagri tersebut dibuat dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (2), Pasal 71 ayat (4) dan Pasal 162 ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU.
Dalam Permendagri itu dijelaskan, bahwa Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.
Permendagri yang diteken Mendagri, Tjahjo Kumolo pada 22 September 2016 itu berbunyi, Menteri berwenang memberikan persetujuan tertulis atas usulan permohonan Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota sebagaimana dimaksud untuk penggantian pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama. (aim)