Senin, 3 Desember 2018, menjadi hari penting bagi Dwi Seotjipto. Hari itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan melantiknya sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Dari rekam jejak sebelumnya, sesungguhnya tak salah pemerintah memercayakan Dwi menahkodai SKK Migas. Sebab, migas bukan dunia asing bagi pemegang gelar Doktor dari Universitas Indonesia tersebut.
Jejak langkah di bisnis migas sangat mudah ditelusuri saat 'Arek Suroboyo' kelahiran 10 November 1955 itu memimpin PT Pertamina. Dwi beruntung karena dialah direktur utama BUMN pertama yang diangkat dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Memulai hari pertama kerja pada 28 November 2014, Dwi langsung tancap gas menggerakkan mesin bisnis Pertamina. Salah satunya, meluncurkan Pertalite untuk menambah daya saing produk di level hilir.
Tak hanya itu, Dwi juga mengemban misi besar dari Presiden. Yakni, memberantas mafia migas dalam tubuh Pertamina.
Tak ingin menyia-nyiakan waktu, enam bulan memimpin Pertamina, dengan penuh keberanian, Dwi membekukan Petral (Pertamina Energy Trading). Salah satu anak usaha yang dinilai merugikan itu, resmi tutup buku pada 13 Mei 2015.
Sejatinya, tangan dingin Dwi dalam memimpin orkestrasi bisnis BUMN sudah terasah jauh sebelum hijrah ke Pertamina. Salah satunya ketika lulusan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya itu memimpin PT Semen Indonesia. Di tangannyalah, PT Semen Indonesia berhasil menyatukan Semen Padang, Semen Gresik, dan Semen Tonasa.
Perkawinan BUMN di industri semen tersebut membentangkan jalan bagi PT Semen Indonesia untuk menjadi perusahaan multinasional. Melalui bentangan itu pula, Dwi berhasil mengepakkan sayap bisnis PT Semen Indonesia, dengan membuka pabrik semen di Vietnam.
Masih dari industri semen, tangan dingin Dwi juga sudah teruji kala menjadi masinis PT Semen Gresik. Pada zaman Dwi lah, Seman Gresik mampu mensejajarkan diri dengan BUMN besar seperti Pertamina dan PLN. Ini terjadi karena pabrik semen tersebut mampu melambungkan kapasitas produksinya.
Pada medio 2012-an, Dwi mampu mencatatkan kapasitas produksi Semen Gresik menjadi 26 juta ton per tahun, mengalahkan kapasitas produksi Siam Cement yang sebesar 23 juta ton. Padahal pada medio tersebut, Siam Cement didaulat sebagai raja semen Asia Tenggara. Namun toh, kapasitas produksinya tidak ada apa-apanya dibanding Semen Gresik.
Kini, Dwi menerima tantangan baru sebagai pilot SKK Migas. Sekali lagi, jika merujuk kepada rekam jejak sebelumnya, tak salah tantangan itu ditujukan kepadanya. Dengan insting bisnis dan kemampuan profesional dalam diri Dwi Soetjipto, bukan tidak mungkin SKK Migas bakal melesat dan terbang setinggi-tingginya. (plt)